Olla???...

HAPPY READING... 🌹🌹🌹

Untuk beberapa saat kami berdua hanya mematung di pinggir jalan, sambil mengingat semua perbuatan bodohku dan kejadian yang paling aku sesali seumur hidupku. Perlahan dia mengangkat kepalanya, mata kami bertemu, kulihat pandangan penuh sesal darinya seakan memohon ribuan maaf terhadapku. Lantas aku membuang pandanganku darinya, ada rasa kecewa yang mendalam di dalam diri ini terhadapnya. Tapi aku pun tak bisa menyalahkannya, toh aku sendiri juga sudah sangat bersalah karena membiarkan satu kesempatan itu terjadi.

"La...!" Panggilnya. "Maaf..., aku benar-benar khilaf."

Tak ku hiraukan ucapannya, aku hanya melangkahkan kakiku kembali ke dalam rumah.

"La...! Ola...!" Panggilnya sambil mengintil di belakangku yang berjalan semakin cepat.

"Pulanglah!" ucapku pelan namun tegas tanpa menoleh ke arahnya.

Setelah kakiku menginjak teras rumahku, tiba-tiba dia sudah berada tepat di hadapanku untuk menghentikan langkahku.

"Aku mohon maafkan aku, aku tau aku salah, aku bodoh, aku gegabah. Tapi itu karena aku..., aku sangat mencin..."

"Cukup! aku mohon pulanglah! saat ini aku hanya ingin sendiri," potongku agar dia segera pergi dari hadapanku, rasa bersalahku semakin bertambah jika dia terus saja berada di sini.

"Tapi, La...! Ak..."

"Pulanglah! aku mohon...!" mohon ku sambil menunduk menatap kakiku, aku rapatkan kedua telapak tanganku di depan dada agar dia berhenti bicara.

Tak ku dengar lagi ucapannya, kulihat kakinya melangkah ke arah halaman, langkahnya terus menjauh keluar dari halaman rumahku. Aku mulai mengangkat kepalaku, memandang punggungnya yang terus berlalu hingga hampir hilang di balik tembok pagar. Tiba-tiba dia menoleh membuatku langsung mengalihkan pandanganku darinya. Ku rasakan dia masih berdiri di sana, perlahan aku kembali mengalihkan pandanganku ke arahnya berharap dia sudah benar-benar pergi dari sana.

Namun rupanya dia masih berdiri dan memandangku dari jauh, sehingga pandangan kami benar-benar bertemu, dan terkunci untuk beberapa saat. Untunglah aku segera sadar dan segera memalingkan pandanganku sambil melangkahkan kakiku menuju pintu rumah.

Sesampainya di rumah, aku segera mengambil diary ku yang masih tergeletak di atas meja ruang tamu dan langsung masuk ke kamarku. Ku lempar diary itu dengan kesal ke atas tempat tidur sehingga lembarannya nampak berantakan. Air mataku kembali keluar saat melihat beberapa tulisanku dari buku diary yang terbuka. Aku tersentak dan segera mengambil kembali buku itu lalu membawanya menuju dapur untuk mengambil korek api.

Dengan kesal ku robek lembaran-lembaran itu dan membakarnya di perapian. "Ah...! seandainya aku bisa mengulang kembali waktu ke beberapa hari yang lalu, tak kan pernah ku goreskan semua perasaanku di buku terkutuk ini," Ucapku kesal sambil mengusap kasar pipiku yang basah karena air mata.

Aku terisak seorang diri di depan perapian sambil memeluk kedua lututku, kepalaku penuh dengan pikiran tentang keadaan Bapak saat ini. Untaian do'a terucap dari bibirku untuk kesembuhannya, sambil sesekali mengutuk kebodohanku sendiri.

Tak lama adzan dzuhur berkumandang, aku segera beranjak dari tempat itu menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu, dan kembali masuk kamar untuk melaksanakan kewajibanku.

Ku tutup ritual ibadahku dengan mengangkat kedua tanganku, memohon ampun atas semua dosa yang telah ku lakukan terutama kesalahan yang kini terus terngiang di dalam pikiranku. Dengan berderai air mata, ku lanjutkan do'aku, memohon kesembuhan untuk Bapakku tercinta yang sampai saat ini aku belum tau bagaimana kondisinya.

"Assalamualaikum," Ku dengar suara salam Adikku dari depan rumah, dan tak lama pintu terbuka. Aku segera menghapus air mataku saat derap langkahnya terdengar semakin mendekat sambil menjawab salamnya di dalam hati. Tak lama pintu kamar pun terbuka.

"Teteh...," sapanya riang sambil menyimpan tas gendongnya di atas meja belajar.

Dia berbalik dan mengulurkan tangan kanannya ke arahku yang masih berbalut mukena putih dan duduk di atas sajadah. Namun seketika langkahnya terhenti dan senyumnya hilang saat melihat mataku yang mungkin sangat sembab saat ini.

"Teteh kenapa?" tanyanya sambil memandangku penuh tanya.

"Oh... anu, Teteh..., tidak apa-apa," ucapku sambil berdiri dan membuka mukena ku lalu kulipat beserta sajadahnya.

Tapi sulis tak percaya, Dia pun kembali bertanya. "Teh..., katakan ada apa?" rengeknya lagi.

Aku berbalik dan memegang pundaknya, "Duduk dulu!" ucapku sambil membimbingnya duduk di samping tempat tidur kami. "Bapak sedang di bawa ke Rumah Sakit oleh ibu," ucapku pelan.

"Bapak? Bapak kenapa?" tanyanya.

"Bapak terkena serangan jantung, Dek!"

"Apa? ba... bagaimana Bapak tiba-tiba kena serangan jantung, Teh? memangnya Bapak punya riwayat penyakit jantung? Apa..., apa ada sesuatu yang membuatnya kaget? shock gitu, Teh?"

"Deg!" Jantungku seakan tersentak mendengar pertanyaan Adikku. Rasa bersalahku semakin menguat hingga aku tertunduk dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Teh? Kenapa diam saja? Bapak kenapa?" tanya Sulis lagi.

Aku mulai mengangkat kepalaku dan menatap mata adikku, "Teteh yang salah, Dek! Teteh...Teteh telah membuat Bapak sakit, Teteh memang tak tau malu, Teteh sudah berdosa, Teteh...," Ucapku sambil terisak, tak sanggup meneruskan kata kataku lagi.

"Maksud Teteh apa?" tanya Sulis penasaran sambil menatap tajam ke arah wajahku yang semakin tertunduk.

"Tadi..., tadi Bapak pulang, dan melihat Teteh dan Kak Galih di sini sedang..., sedang..."

"Sedang apa? katakan teh!" bentak Sulis.

"Kami...,kami hampir melakukan perbuatan dosa..., Dek...!"

"Apa maksudmu, La?" tiba-tiba suara Teh Rifa yang baru datang ke kamar kami terdengar menggelegar dan bergetar.

Aku tersentak dan langsung berdiri. "Teteh? ka...kapan datang?" tanyaku untuk mengalihkan kekagetanku.

"Apa yang sudah kalian lakukan, La?" tanyanya lagi tanpa menghiraukan pertanyaanku.

Aku terdiam, rasanya bibirku kelu, tak mampu lagi berucap. Dan aku hanya bisa tertunduk semakin dalam.

"La!" bentak Teh Rifa, "Jawab pertanyaan Teteh! Apa yang sudah kalian lakukan hingga membuat Bapak jatuh sakit?" Ter Rifa mendorong pundakku hingga aku tersungkur ke atas tempat tidur.

"Maafkan Ola, Teh...! Maafkan Ola, Ola benar-benar Khilaf, Semuanya terjadi begitu saja, Ola..., Ola..." Rasa bersalahku semakin memuncak, apalagi aku tau bahwa Kakakku memendam perasaan terhadapnya. aku terus saja menangis sambil berusaha mengucapkan kata maaf.

Kami bertiga benar-benar berada dalam situasi tegang di dalam kamar ini, aku yang seperti pesakitan terus saja menangis menyesali semua perbuatanku sendiri. Beberapa saat tidak terdengar suara diantara kami, hanya suara isak ku saja yang sedikit tertahan.

"Sampai sejauh mana kalian melakukannya?" tanya Teh Rifa dengan suara pelan namun tegas.

Aku mulai mengangkat kepalaku memandang wajah Kakakku yang kini nampak pucat, tergambar kekecewaan yang sangat dalam di sana.

"Maafkan Ola, Teh!" Ucapku lagi.

"Sampai di mana perbuatan bejat kalian???" Tanyanya lagi dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya.

Aku kembali tertunduk, "Bapak..., Bapak memergoki kami yang hampir berciuman," Ucapku lirih, tak berani lagi mengangkat kepalaku.

"MasyaAlloh Ola..., Kamu ini Santri, pengetahuan mu tentang Agama lebih tinggi dari pada kami, kenapa kamu lakukan itu? apa kamu sadar kalau itu perbuatan dosa? jangankan berciuman, berkholwat pun tidak di perbolehkan oleh Agama!" Teh Rifa mulai mengeluarkan air mata sambil menatap tajam ke arahku.

"Maafkan Ola, Teh! Ola benar-benar Khilaf," Jawabku sambil terus menangis. Ku lihat kepala Kakakku menggeleng beberapa kali, seakan tak percaya dengan yang baru saja di dengarnya.

Suasana kamar hening sesaat, sampai Teh Rifa kembali bertanya. "Bagai mana keadaan Bapak sekarang?" tanyanya mulai sedikit tenang.

"Ola belum tau, Teh! tadi Ibu menyuruh Ola nunggu di rumah sampai Sulis dan Teteh pulang," jawabku.

"Ke Rumah Sakit mana?" tanyanya lagi.

"Rumah sakit Umum Dokter. Soekardjo," Jawabku.

Ku lihat Kakakku melangkahkan kakinya, lalu menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur, dan duduk di antara Aku dan Sulis. Tubuhnya nampak lemas dengan wajah yang semakin pucat.

Ku lihat tangannya merogoh sesuatu dari dalam tasnya dan mengeluarkan sebuah benda kecil berwarna hitam, sebuah ponsel yang hanya bisa untuk telephon dan kirim sms saja. Dia nampak kaget karena ada 3 panggilan tak terjawab dari kontak yang dia beri nama "Bapak". Tangannya bergerak memencet tombol hijau, lantas meletakkannya di depan telinga kanannya.

"Assalamualaikum, Bu!" ucapnya. "Bagaimana keadaan Bapak? Maaf tadi Teteh tidak mendengar panggilan Ibu, Teteh lagi di jalan."

"Iya, Bu! Teteh segera ke sana. Assalamualaikum." Teh Rifa menutup panggilannya.

"Bagaimana keadaan Bapak, Teh?" tanyaku berbarengan dengan Sulis.

"Bapak sedang di tangani, Teteh akan kesana membawa pakaian dan makanan untuk Bapak dan Ibu." Ucapnya sambil berdiri menuju kamarnya meninggalkan kami berdua yang masih bertanya-tanya tentang keadaan Bapak.

**************************

Bersambung...❤❤❤⚘⚘⚘

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Terimakasih untuk Readers semua yang masih setia dengan Ola 🙏.

Tetap like, vote, bintang lima dan komentar ya 😉

I LOVE YOU ALL...😘😘😘❤❤❤⚘⚘⚘

By : Rahma Husnul.

Terpopuler

Comments

🅛➊🅝⸙ᵍᵏ

🅛➊🅝⸙ᵍᵏ

sabar ola....
tak sepenuhnya itu kslahanmu

2021-03-31

1

👋ghifa😘😘

👋ghifa😘😘

maraton baca aq bunda

2021-03-12

1

🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠

🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠

si teteh bisa ngomong ke gitu Krn mgkn blm prnh ada di situasi spt Ola tadi...mskpn anak santri kl setan lewat tetep aja pengen nyicip juga..apalagi mereka b2 ternyata punya perasaan yg sama

2020-12-29

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog...
2 Mau Sholat...
3 Harapan Bapak...
4 Perasaan Wajar...
5 Diary...
6 Cari Kesempatan...
7 Tentang Rasa...
8 Manusia Tak Berhak Menghakimi...
9 Bisikan Syetan...
10 Maaf...
11 Olla???...
12 Bapak...
13 Kehilangan...
14 Rencana Kuliah...
15 Isi Hati Ibu...
16 Selamat Tinggal Kenangan...
17 Apapun Kulakukan Untukmu...
18 Kenangan Manis...
19 Takut dengan Rasaku...
20 Galih POV...
21 Selamat Datang di Yogyakarta...
22 Kampus Baru...
23 Faiz Khoirul Azzam...
24 Kehidupanku di Kota Gudeg...
25 PENGUMUMAN
26 Perjuanganku...
27 Kebaikan Seorang Teman...
28 Wisuda Mas Azzam...
29 Hadiah Untuk Mas Azzam...
30 Cukuplah Jaga Hatimu Untukku...
31 Hadiah dari Mas Azzam...
32 Aku Tau Siapa Diriku...
33 Bimbang...
34 Mencoba Untuk Membuka Hati...
35 Olimpiade Matematika...
36 Kekasihku Hebat...
37 Saat Mendebarkan...
38 Bersyukur...
39 Siapa Dia???...
40 Galih POV...
41 Keahlian Terpendam...
42 Pulang ke Kampung Halaman...
43 Kehangatan Keluarga...
44 Berangkat Umroh...
45 Jabal Rahmah...
46 Aku Tetap Menunggumu...
47 Galih POV...
48 Candu Bagiku...
49 Diary Galih...
50 Seandainya Aku Bisa Memilih...
51 Mencarinya...
52 Seminar...
53 Seminar part 2...
54 Isi Hatiku...
55 Wisuda...
56 Cincin...
57 Pertemuan (Part 1)...
58 Pertemuan (Part 2)...
59 Pulang Kampung...
60 Perjalanan Panjang...
61 Suasana Rumah...
62 Pesan...
63 Khitbah...
64 Bukan Untuk Menikungnya di Sepertiga Malam...
65 Menjaga Kesucian Hubungan Kita...
66 Melangkah Menyongsong Masa Depan...
67 Perjuangan di Negri Kincir Angin...
68 Tesis...
69 Tiba di Tanah Air ...
70 Menjelang Pernikahan ...
71 Hari Terakhir Masa Lajangku...
72 Aqad (Part 1)...
73 POV Azzam...
74 Aqad (part 2) ...
75 Resepsi...
76 Suasana yang Berbeda...
77 Kamar Pengantin Kedua...
78 Ibadah Terindah...
79 Hakikat Cinta... (Musim ke-1 End)...
80 Musim Ke-Dua...
81 Kejutan...
82 Istri Manjaku...
83 Mas Azzam-Keysha?...
84 Oll-Ga ...
85 Siapa Mereka? ...
86 Sampai di Ibukota...
87 Gang Panjang ...
88 Demi Keselamatanmu...
89 Parangtritis...
90 Memahami Makna Sunset....
91 Kepergian Dia...
92 PENGUMUMAN ...
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Prolog...
2
Mau Sholat...
3
Harapan Bapak...
4
Perasaan Wajar...
5
Diary...
6
Cari Kesempatan...
7
Tentang Rasa...
8
Manusia Tak Berhak Menghakimi...
9
Bisikan Syetan...
10
Maaf...
11
Olla???...
12
Bapak...
13
Kehilangan...
14
Rencana Kuliah...
15
Isi Hati Ibu...
16
Selamat Tinggal Kenangan...
17
Apapun Kulakukan Untukmu...
18
Kenangan Manis...
19
Takut dengan Rasaku...
20
Galih POV...
21
Selamat Datang di Yogyakarta...
22
Kampus Baru...
23
Faiz Khoirul Azzam...
24
Kehidupanku di Kota Gudeg...
25
PENGUMUMAN
26
Perjuanganku...
27
Kebaikan Seorang Teman...
28
Wisuda Mas Azzam...
29
Hadiah Untuk Mas Azzam...
30
Cukuplah Jaga Hatimu Untukku...
31
Hadiah dari Mas Azzam...
32
Aku Tau Siapa Diriku...
33
Bimbang...
34
Mencoba Untuk Membuka Hati...
35
Olimpiade Matematika...
36
Kekasihku Hebat...
37
Saat Mendebarkan...
38
Bersyukur...
39
Siapa Dia???...
40
Galih POV...
41
Keahlian Terpendam...
42
Pulang ke Kampung Halaman...
43
Kehangatan Keluarga...
44
Berangkat Umroh...
45
Jabal Rahmah...
46
Aku Tetap Menunggumu...
47
Galih POV...
48
Candu Bagiku...
49
Diary Galih...
50
Seandainya Aku Bisa Memilih...
51
Mencarinya...
52
Seminar...
53
Seminar part 2...
54
Isi Hatiku...
55
Wisuda...
56
Cincin...
57
Pertemuan (Part 1)...
58
Pertemuan (Part 2)...
59
Pulang Kampung...
60
Perjalanan Panjang...
61
Suasana Rumah...
62
Pesan...
63
Khitbah...
64
Bukan Untuk Menikungnya di Sepertiga Malam...
65
Menjaga Kesucian Hubungan Kita...
66
Melangkah Menyongsong Masa Depan...
67
Perjuangan di Negri Kincir Angin...
68
Tesis...
69
Tiba di Tanah Air ...
70
Menjelang Pernikahan ...
71
Hari Terakhir Masa Lajangku...
72
Aqad (Part 1)...
73
POV Azzam...
74
Aqad (part 2) ...
75
Resepsi...
76
Suasana yang Berbeda...
77
Kamar Pengantin Kedua...
78
Ibadah Terindah...
79
Hakikat Cinta... (Musim ke-1 End)...
80
Musim Ke-Dua...
81
Kejutan...
82
Istri Manjaku...
83
Mas Azzam-Keysha?...
84
Oll-Ga ...
85
Siapa Mereka? ...
86
Sampai di Ibukota...
87
Gang Panjang ...
88
Demi Keselamatanmu...
89
Parangtritis...
90
Memahami Makna Sunset....
91
Kepergian Dia...
92
PENGUMUMAN ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!