Isi Hati Ibu...

HAPPY READING... 🌹🌹🌹

Malam ini berlalu dengan lamban, pikiranku terus teringat dengan ucapan Bapak untuk yang terakhir kalinya, ku tengokkan kepalaku yang sudah berada di atas bantal untuk melihat kembali amplop coklat yang tergeletak di atas meja belajar. Akankah amplop itu yang akan mengantarkan ku pada harapan besar Bapak? hatiku bertanya-tanya, pikiranku melayang dan entah sampai jam berapa mataku baru terlelap.

Pagi ini aku terbangun lebih siang dari biasanya, Aku baru terjaga saat Adzan subuh telah berkumandang, "Astaghfirulloh," Ucapku sambil mengusap wajahku dan langsung terduduk, aku bangkit dari tempat tidur setelah mengucapkan Do'a. Ada penyesalan dalam diri ini, karena hari ini satu amalan yang paling utama telah terlewatkan olehku.

Aku bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air Wudhu dan melaksanakan Sholat Subuh di kamarku serta berdo'a kepada Sang Pemilik Segalanya. Karena tak satupun hal yang akan terjadi di dunia ini tanpa kehendaknya. Sempat ku lihat pintu kamar Ibu sudah terbuka, menandakan Beliau sudah terjaga. Perlahan Aku menghampiri kamar ibu dan melihatnya dari celah pintu. Nampak Beliau sedang bersimpuh di atas sajadah sambil memeluk erat sesuatu seperti pas photo, kepalanya tertunduk, kulihat punggungnya berguncang.

Rasa bersalahku kembali muncul, rasa ragu untuk berangkat ke Jogja mulai menggoyahkan pendirianku, namun ku ingat kembali nasihat dan harapan Bapak yang begitu besar terhadapku.

Pagi ini, Paman Arif pergi menemui Ibu mertuanya ke kecamatan sebelah, dan nanti sore, Paman akan kembali menjemput ku kemari.

Waktu terus berjalan seiring persiapanku membereskan barang-barang ku. Pakaian, Buku-buku, ijazahku, surat-surat persyaratan masuk perguruan tinggi dan semua keperluan pribadiku sudah ku siapkan dalam dua buah tas besar yang ku simpan di samping meja belajarku.

pukul 13:30, aku bergegas menuju tempat di mana aku akan bertemu dengan anak-anak les ku. Hari ini adalah hari terakhirku belajar bersama mereka, sekaligus pamitan karena besok aku sudah berangkat ke Jogja.

"Adik-adik! Hari ini Teteh mau pamitan sama kalian, mulai besok Teteh gak bisa belajar bareng kalian lagi," Ucapku setelah kami selesai belajar, anak-anak itu duduk melingkar di hadapanku.

"Kenapa?" tanya salah satu dari mereka.

"Karena besok Teteh mau berangkat ke Jogja untuk melanjutkan belajar."

"Waaaah..., Terus siapa dong yang ngajarin kita?" tanya anak laki-laki bertubuh gempal dengan wajah sedihnya.

"Mungkin nanti Teh Rifa atau Teh Sulis yang bantu kalian. Teteh tanya mereka dulu ya."

"Tapi kami maunya sama Teh Ola," timpal seorang anak perempuan dengan memelas.

"Maafkan Teteh ya, Teteh benar-benar harus berangkat besok, Teteh harus kuliah biar masa depan Teteh cerah, cita-cita Teteh tercapai, Kalian harus tetap belajar dengan rajin ya! biar nanti kalian pun bisa mengejar cita-cita kalian dan bisa kuliah seperti Teteh."

"Iya, Teh! kita akan tetap belajar kok, Teh Ola tetap ingat dengan kita kan?"

"Tentu saja, Suatu saat nanti, Teteh juga akan kembali ke sini. Ini kan kampung halaman Teteh," Aku tersenyum untuk meyakinkan mereka.

"Baik lah Teh Ola hati-hati ya, semoga cita-cita Teteh tercapai."

"Aamiin..., Ayo sekarang Berdo'a dulu, sebentar lagi Adzan Ashar."

Mereka pun bersalaman denganku setelah menyelesaikan do'a kami. Satu persatu dari mereka meninggalkanku yang masih membereskan buku-buku.

"Kamu berangkat ke Jogja besok, La?" Tiba-tiba suara seseorang yang ku kenal muncul dari balik pos ronda.

"Kak Galih? ngapain kemari?" tanyaku heran.

"Apa benar kamu berangkat besok?" tanyanya lagi dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya.

"Bukan urusanmu!" ucapku sambil memasukan buku ke dalam ransel dan segera menggendongnya, lantas berdiri dan keluar dari ruangan itu.

"La! tolong jangan biarkan aku tersiksa dengan sikapmu yang seperti ini! Aku benar-benar minta maaf atas kekhilafanku kemarin," ucapnya lagi hendak meraih tanganku, namun aku segera menepisnya, "Kamu tau benar perasaanku kan, La? dan aku juga tau perasaanmu."

"Cukup!" ucapku, aku merasakan panas di sekujur tubuhku mendengar kata-katanya yang kembali mengingatkanku akan kebodohan yang aku lakukan dengannya 4 hari yang lalu. ku rasakan cairan panas di mataku yang memaksa untuk segera keluar. Aku pun tertunduk untuk mencari keberadaan sandal jepitku dan segera memasukan kedua kakiku.

Saat aku mendongak kulihat sosok seorang gadis yang berdiri dari jauh menatap tajam ke arah keberadaan kami berdua, gadis itu membuang pandangannya saat aku melihatnya, dan dia melangkah dengan tergesa tanpa menoleh lagi ke arah kami.

"Teh Rifa?" tanyaku kaget. Aku pun segera berlari mengejar Kakakku meninggalkan Kak galih yang terus saja memanggil namaku.

Aku terus membuntuti Kakakku setelah kami sampai di halaman rumah, "Teh Rifa tunggu!" ucapku sambil menghalangi langkahnya.

Kakakku menghentikan langkahnya karena terhalang olehku, aku tersentak saat melihat wajah putihnya dan mata beningnya memerah menyorot tajam penuh kemarahan ke arahku tanpa bicara.

"Teh, itu...itu tidak seperti yang Teteh lihat," jelas ku.

"Minggirlah!" Ucap Kakakku dingin.

"Teh..., aku tidak melakukan apapun, tadi aku baru selesai belajar deng..."

"Aku bilang minggir!" bentaknya dengan suara agak tinggi membuat Ibu yang berada di dalam rumah keluar menghampiri kami yang sedang berdebat di halaman rumah.

"Ada apa? kenapa kalian ribut di luar?" tanya Ibu.

Kami berdua terdiam, Kakakku langsung masuk ke dalam rumah dengan wajah yang masih tampak marah. Ibu segera menyusulnya, dan aku hanya berdiri mematung membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Perlahan aku melangkahkan kakiku dengan lemas dan masuk ke dalam rumah, dan kulihat Ibu baru keluar dari kamar Kakakku. "Ola!" bentak Ibu, Aku menoleh ke arahnya, sorot mata kasih sayang yang semalam ku lihat darinya seakan sirna terganti dengan sorot kemarahan.

Tubuhku bergetar mendapat tatapan membunuh dari Ibuku, "I...Ibu...," ucapku gelagapan.

"Tidak cukupkah kau membuat Bapakmu meninggal? apa kamu ingin Ibumu juga menyusul Bapakmu ke Akhirat, hah?" kemarahan Ibuku terus memuncak.

"O...Ola tidak melakukan apapun, Bu! Ola hanya kebetulan bertemu dengannya di pos ronda," jelas ku.

"Jadi setelah kamu tidak bisa melakukannya di rumah, kamu melakukannya di pos ronda?" tanya ibu lagi.

"Tidak, Bu! Ola tidak melakukan apapun, Ola baru selesai belajar tadi." Aku mulai terisak.

"Alasan! Kamu ke rumahnya dan Pemuda itu datang ke rumah ini juga alasannya cuman belajar kan? nyatanya apa? Kamu benar-benar tidak bisa menjaga kepercayaan Ibu. Masih di kampung saja sudah berani seperti ini, apalagi di kota besar! Ibu tidak bisa membayangkan pergaulanmu nanti seperti apa?"

"Ibu..., tolong percayalah pada Ola..., Ola tidak melakukan apa pun, Bu...!" Aku memelas dengan air mata yang mulai mengalir di kedua pipiku.

"Batalkan saja rencanamu untuk berangkat ke Jogja besok!" ucap Ibu tegas sambil mendudukkan dirinya dengan kesal ke atas kursi.

"Tapi, Bu! Itu cita-cita Ola sejak kecil, Ola mohon jangan larang Ola untuk pergi, Bu...," Aku terus terisak dan bersimpuh di depannya.

Tiba-tiba aku mendengar suara ibu berubah, seakan menahan tangis, "Sebenarnya ibu ingin sekali meyakinkan kalau kepergian Bapakmu adalah sebuah takdir, tapi saat Ibu melihatmu dan mengingat apa yang sudah kau lakukan dengan Pemuda itu, rasanya ibu tidak bisa terima bahwa kalianlah yang menyebabkan Bapak sakit dan pergi meninggalkan kita untuk selamanya," Ucap Ibu dengan nafas cepat sambil memalingkan pandangannya dariku untuk menyembunyikan air yang mulai keluar dari kedua matanya.

"Maafkan Ola, Bu! Ola tau, itu adalah kesalahan Ola, penyesalan ini akan terus tertanam dalam hati Ola dan tak akan pernah Ola lupakan sampai kapanpun, tapi Ola mohon maafkan Ola, Bu! Apa yang harus Ola lakukan agar Ibu memaafkan Ola?" tanyaku di sela isakanku.

Ibu tidak menjawab, Beliau hanya menarik nafas panjang dan terus mengerjap agar air matanya berhenti. Tangan kanannya mengusap wajahnya beberapa kali. "Mengapa semua ini terjadi?" ucapnya kemudian, dan kini air matanya benar-benar mengalir tak mampu lagi ia tahan.

Aku tak sanggup menatap wajahnya yang menunjukan kesedihan amat mendalam, aku hanya tertunduk menyadari semua kesalahanku.

"Bu! Maafkan Ola, percayalah! Ola tidak akan membuat Ibu kecewa lagi, Ola berjanji, Ola akan membuat Ibu bangga, kalau perlu, Ola tidak akan pulang sebelum membuat Ibu bangga kepada Ola," Ucapku sambil menatap wajah Ibuku yang sudah berderai air mata tanpa memandangku.

"Teteh! jangan bilang begitu! Ini kan rumah kita, memangnya Teteh akan pulang kemana dalam waktu selama itu?" tanya Sulis yang tiba-tiba datang, dan ternyata sejak tadi dia memperhatikan kami berdua.

Aku menoleh ke arah Sulis. Lalu berdiri dan menghampirinya. "Kamu tenang saja, Dek! Teteh janji akan segera pulang dan membuat Ibu bangga." Ucapku dengan yakin. Meski sesungguhnya hatiku saat ini benar-benar kacau, setelah mendengar ucapan ibu yang penuh kemarahan dan kekecewaan kepadaku.

Kali ini aku hanya bisa berdo'a dan terus berusaha sekuat tenaga, agar semua yang Bapak dan Ibu harapkan kepadaku segera tercapai.

Kira-kira seperti inilah visual Sulis Khoirun Mahmudah (Adik Ola) yang ada dalam bayangan Author, gadis imut menggemaskan yang selalu ceria dan sayang dengan Kakaknya.

******************

Bersambung...❤❤❤⚘⚘⚘

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Tetap like, vote dan komentar positif ya Readers...😊

I LOVE YOU ALL... 😘😘😘❤❤❤⚘⚘⚘

By : Rahma Husnul

Terpopuler

Comments

🅛➊🅝⸙ᵍᵏ

🅛➊🅝⸙ᵍᵏ

semangat ola
kamu harus kuat dan harus bangkit dari keterpurukan

2021-04-01

1

Khadijah ija

Khadijah ija

suka sangat

2021-03-13

1

Nadira Lee

Nadira Lee

ceritanya seru

2021-03-10

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog...
2 Mau Sholat...
3 Harapan Bapak...
4 Perasaan Wajar...
5 Diary...
6 Cari Kesempatan...
7 Tentang Rasa...
8 Manusia Tak Berhak Menghakimi...
9 Bisikan Syetan...
10 Maaf...
11 Olla???...
12 Bapak...
13 Kehilangan...
14 Rencana Kuliah...
15 Isi Hati Ibu...
16 Selamat Tinggal Kenangan...
17 Apapun Kulakukan Untukmu...
18 Kenangan Manis...
19 Takut dengan Rasaku...
20 Galih POV...
21 Selamat Datang di Yogyakarta...
22 Kampus Baru...
23 Faiz Khoirul Azzam...
24 Kehidupanku di Kota Gudeg...
25 PENGUMUMAN
26 Perjuanganku...
27 Kebaikan Seorang Teman...
28 Wisuda Mas Azzam...
29 Hadiah Untuk Mas Azzam...
30 Cukuplah Jaga Hatimu Untukku...
31 Hadiah dari Mas Azzam...
32 Aku Tau Siapa Diriku...
33 Bimbang...
34 Mencoba Untuk Membuka Hati...
35 Olimpiade Matematika...
36 Kekasihku Hebat...
37 Saat Mendebarkan...
38 Bersyukur...
39 Siapa Dia???...
40 Galih POV...
41 Keahlian Terpendam...
42 Pulang ke Kampung Halaman...
43 Kehangatan Keluarga...
44 Berangkat Umroh...
45 Jabal Rahmah...
46 Aku Tetap Menunggumu...
47 Galih POV...
48 Candu Bagiku...
49 Diary Galih...
50 Seandainya Aku Bisa Memilih...
51 Mencarinya...
52 Seminar...
53 Seminar part 2...
54 Isi Hatiku...
55 Wisuda...
56 Cincin...
57 Pertemuan (Part 1)...
58 Pertemuan (Part 2)...
59 Pulang Kampung...
60 Perjalanan Panjang...
61 Suasana Rumah...
62 Pesan...
63 Khitbah...
64 Bukan Untuk Menikungnya di Sepertiga Malam...
65 Menjaga Kesucian Hubungan Kita...
66 Melangkah Menyongsong Masa Depan...
67 Perjuangan di Negri Kincir Angin...
68 Tesis...
69 Tiba di Tanah Air ...
70 Menjelang Pernikahan ...
71 Hari Terakhir Masa Lajangku...
72 Aqad (Part 1)...
73 POV Azzam...
74 Aqad (part 2) ...
75 Resepsi...
76 Suasana yang Berbeda...
77 Kamar Pengantin Kedua...
78 Ibadah Terindah...
79 Hakikat Cinta... (Musim ke-1 End)...
80 Musim Ke-Dua...
81 Kejutan...
82 Istri Manjaku...
83 Mas Azzam-Keysha?...
84 Oll-Ga ...
85 Siapa Mereka? ...
86 Sampai di Ibukota...
87 Gang Panjang ...
88 Demi Keselamatanmu...
89 Parangtritis...
90 Memahami Makna Sunset....
91 Kepergian Dia...
92 PENGUMUMAN ...
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Prolog...
2
Mau Sholat...
3
Harapan Bapak...
4
Perasaan Wajar...
5
Diary...
6
Cari Kesempatan...
7
Tentang Rasa...
8
Manusia Tak Berhak Menghakimi...
9
Bisikan Syetan...
10
Maaf...
11
Olla???...
12
Bapak...
13
Kehilangan...
14
Rencana Kuliah...
15
Isi Hati Ibu...
16
Selamat Tinggal Kenangan...
17
Apapun Kulakukan Untukmu...
18
Kenangan Manis...
19
Takut dengan Rasaku...
20
Galih POV...
21
Selamat Datang di Yogyakarta...
22
Kampus Baru...
23
Faiz Khoirul Azzam...
24
Kehidupanku di Kota Gudeg...
25
PENGUMUMAN
26
Perjuanganku...
27
Kebaikan Seorang Teman...
28
Wisuda Mas Azzam...
29
Hadiah Untuk Mas Azzam...
30
Cukuplah Jaga Hatimu Untukku...
31
Hadiah dari Mas Azzam...
32
Aku Tau Siapa Diriku...
33
Bimbang...
34
Mencoba Untuk Membuka Hati...
35
Olimpiade Matematika...
36
Kekasihku Hebat...
37
Saat Mendebarkan...
38
Bersyukur...
39
Siapa Dia???...
40
Galih POV...
41
Keahlian Terpendam...
42
Pulang ke Kampung Halaman...
43
Kehangatan Keluarga...
44
Berangkat Umroh...
45
Jabal Rahmah...
46
Aku Tetap Menunggumu...
47
Galih POV...
48
Candu Bagiku...
49
Diary Galih...
50
Seandainya Aku Bisa Memilih...
51
Mencarinya...
52
Seminar...
53
Seminar part 2...
54
Isi Hatiku...
55
Wisuda...
56
Cincin...
57
Pertemuan (Part 1)...
58
Pertemuan (Part 2)...
59
Pulang Kampung...
60
Perjalanan Panjang...
61
Suasana Rumah...
62
Pesan...
63
Khitbah...
64
Bukan Untuk Menikungnya di Sepertiga Malam...
65
Menjaga Kesucian Hubungan Kita...
66
Melangkah Menyongsong Masa Depan...
67
Perjuangan di Negri Kincir Angin...
68
Tesis...
69
Tiba di Tanah Air ...
70
Menjelang Pernikahan ...
71
Hari Terakhir Masa Lajangku...
72
Aqad (Part 1)...
73
POV Azzam...
74
Aqad (part 2) ...
75
Resepsi...
76
Suasana yang Berbeda...
77
Kamar Pengantin Kedua...
78
Ibadah Terindah...
79
Hakikat Cinta... (Musim ke-1 End)...
80
Musim Ke-Dua...
81
Kejutan...
82
Istri Manjaku...
83
Mas Azzam-Keysha?...
84
Oll-Ga ...
85
Siapa Mereka? ...
86
Sampai di Ibukota...
87
Gang Panjang ...
88
Demi Keselamatanmu...
89
Parangtritis...
90
Memahami Makna Sunset....
91
Kepergian Dia...
92
PENGUMUMAN ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!