Vina tahu kalau Vano sedang memandanginya. Dia merasakan jantungnya berdebar kencang, tapi Vina juga merasakan kebahagian dalam hatinya. Vina tidak bisa tenang dan tidak bisa tidur nyenyak. Perasaanya campur aduk, jantungnya berdebar tak karuan malam itu.
Vina membalikkan badannya memunggungi Vano, yang sedang memandanginya, lalu membuka matanya, saat pandangan Vano sudah lepas dari wajahnya.
Sementara itu, Vano kembali berbalik, menghadap tungku api, dan memikirkan apa yang sudah terjadi. Dia memikirkan siapa wanita yang ia temui di kafe, yang mengaku sebagai Maya, dan siapa lelaki yang telah menemui Vina dan mengaku sebagai dirinya.
Vano tak habis pikir, mengapa kedua orang itu mengaku sebagai dirinya, dan Vina. Dia sangat yakin ada seseorang yang telah merencanakan semua itu, tapi ia tidak tahu siapa dalang dibalik semuanya.
Vina sudah memejamkan matanya berusaha untuk masuk ke alam mimpi, tapi dia tetap saja tidak bisa tidur. Dan sialnya Vina malah ingin pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Dia berusaha menahannya, karena dia sangat malas untuk pergi ke kamar mandi.
Selain karena hujan yang masih turun, keadaan saat itu juga sangat gelap, karena sedang mati lampu. Vina tidak bisa menahannya lagi. Dia bangun dari tidurnya, lalu duduk di kursi itu. Walau malu, dia akan meminta Vano untuk mengantarnya ke kamar mandi.
"Kak Vano. Kak.....kak Vano." Vina kembali memanggil Vano, dan akhirnya Vano menolehkan pandangannya kepada Vina.
"Vina, kamu kenapa bangun?."
"Saya kebelet kak, pengen ke kamar mandi."
"Ohh...ya udah yuk aku antar. Kamu pasti nggak berani sendirian kan?." Tanya Vano, Vina mengangguk, sambil tersenyum memperlihatkan barisan giginya. Dia senang karena ternyata tanpa diminta, Vano bersedia mengantarnya ke kamar mandi yang ada di belakang rumah mak Darsih.
Mereka keluar menuju kamar mandi. Dan suasana diluar sungguh sangat mencekam. Mereka berdua hampir tidak bisa melihat apapun, selain kegelapan.
Mereka membawa sisa lilin, yang mungkin hanya kurang dari dua senti. Vina masuk ke kamar mandi, dan Vano menunggunya diluar. Karena kamar mandi itu memang tidak memiliki atap, rambut Vina pun basah terkena air hujan yang masih turun. Walau saat itu hujan memang tak sederas tadi, tetap saja mampu membuat rambut, dan tubuhnya kebasahan.
Vina segera keluar begitu ia sudah selesai. Dia menghampiri Vano, yang menunggunya diluar. Lilin yang Vano pegang sudah semakin mengecil, dan hampir padam. Dia refleks melempar lilin yang sedang dipegangnya, saat tangannya terkena lelehan lilin yang terasa panas. Dan kini, mereka kehilangan satu-satunya alat penerang di kegelapan malam itu. Korek api yang Vano bawa, bahkan sudah habis, karena ia sudah menggunakannya dari tadi.
Karena merasa ketakutan, Vina memegang lengan Vano begitu erat. Dia tidak bisa melihat apapun, hanya tangan Vano yang ia bisa raih, ditengah gelapnya malam yang ditemani rintik hujan.
Mereka mulai melangkahkan kaki, hendak masuk ke rumah mak Darsih. Tiba-tiba, samar-samar Vina mendengar suara auman, tidak jauh dari tempatnya dan Vano berdiri saat ini. Ya, suara itu sepertinya dari dekat kamar mandi mak Darsih, dan Vano juga mendengarnya.
Vina spontan memeluk lengan Vano, karena terkejut dan takut. Vano bisa merasakan detak jantung Vina, tepat dibawah dadanya. Vano yang semula kaget, dengan apa yang dilakukan oleh Vina, lalu merangkul bahu Vina, sambil berjalan masuk ke rumah Mak Darsih.
Suara auman itu semakin jelas terdengar oleh mereka. Bahkan ketika mereka sudah mulai masuk ke rumah. Suara itu seperti mengikuti mereka. Vina masih memeluk lengan Vano. Ia tidak menyadari apa yang dilakukannya.
Suara auman itu kini terdengar sangat jelas, dan sepertinya suara itu dari depan pintu rumah.
Vina kembali memeluk Vano, dan pelukannya kali ini sangat erat. Sebuah senyuman terukir dibibir Vano. Dia sungguh menikmati momen indah ini. Vano bisa merasakan pelukan Vina yang begitu terasa hangat, di malam yang sangat dingin itu, membuat dia merasa nyaman, walau Vina hanya memeluk lengannya. Vano diam saja. Dia tidak ingin membuat Vina menyadari, apa yang dilakukannya pada Vano.
"Sepertinya suara itu sudah tidak ada." Ucap Vano, membuat Vina tersadar, dengan apa yang dilakukannya. Vina segera melepaskan pelukannya.
"Maaf." Hanya itu kata yang keluar dari mulut Vina. Ia sungguh merasa malu dengan apa yang sudah ia lakukan. Vina merasa kalau dia sudah mempermalukan dirinya sendiri, dihadapan Vano.
Vina...apa yang sudah lo lakuin,? Bisa-bisanya lo meluk kak Vano. Lo sadar nggak sih, kalo lo sudah mempermalukan diri lo sendiri. Gimana kalau dia menganggap lo cewek murahan atau tukang ngambil kesempatan. Batin Vina.
Vano hanya tersenyum, tapi Vina tidak bisa melihat senyum Vano, karena memang dalam kondisi gelap. Dan...Suara itu kembali terdengar.
Karena penasaran, Vano mengintip dari balik kaca jendela. Dia membuka sedikit tirai yang menutupi kaca jendela. Vano mencoba melihat suara apa sebenarnya yang ia dengar, namun ia tidak melihat apa-apa diluar.
Vina ikut mengintip. Lain halnya dengan Vano, Vina sangat terkejut ketika matanya melihat sesuatu di depan rumah. Vina melihat kembali sosok macan hitam sedang berdiri disana. Dan Vina sangat yakin sosok macan hitam itu, adalah macan yang sama, yang ia jumpai di hutan, beberapa waktu lalu.
Vina langsung menutup tirai, ketika ia melihat sepertinya macan itu tahu, kalau dia sedang mengintipnya.
"Ada apa?." Tanya Vano.
"Apa kak Vano tidak melihat ada apa diluar sana?." Bisik Vina ditelinga Vano.
"Memangnya ada apa?."
"Coba kak Vano lihat sendiri."
Vano kembali mengintip ke luar. Ia ingin tahu, sebenarnya ada apa diluar. Dan kali ini, dia pun melihat sosok macan hitam itu, saat cahaya kilat muncul sedikit menyilaukan matanya, hingga mata Vano bisa melihat jelas, sosok macan hitam itu walau cuma sesaat.
Macan itu seperti tahu, kalau mereka memperhatikannya. Dia menoleh ke arah jendela, dimana Vina dan Vano sedang mengintipnya. Vina kembali melihat macan itu, dan macan itu pun tiba-tiba menghilang dari pandangan mereka. Vina ataupun Vano, tidak melihat ke arah mana macan itu pergi. Mungkin karena keadaan sangat gelap malam itu. Pikir mereka berdua.
Mereka lalu kembali ke dapur, dan duduk didepan tungku api. Rasa ngantuk yang mereka rasakan tiba-tiba hilang begitu saja, apalagi setelah apa yang mereka lihat barusan. "Kak Vano, apa tadi kakak melihatnya?."
"Iya...aku melihatnya."
"Kenapa hewan itu bisa sampai kesini?."
"Pemukiman ini dikelilingi hutan, jadi wajar saja kalau hewan dari sana bisa sampai ke sini."Jawab Vano.
"Tapi saya sangat yakin, macan yang kita lihat tadi, adalah macan yang saya temui di hutan waktu itu. Bukankah jarak hutan itu kesini lumayan jauh?."
"Mungkin saja dia followers kamu. Makanya dia ngikutin kamu sampai ke sini."
"ihh....kak Vano malah bercanda. Saya serius kak."
"Aku juga serius Vina. Sepertinya macan itu, benar-benar ngefans sama kamu. Jangan-jangan dia tahu, besok kamu akan meninggalkan tempat ini. Jadi dia kesini sengaja ingin menjumpai kamu. Atau mungkin dia ingin ikut kerumah kamu?."
"Ahh...kak Vano. Jangan nakut-nakutin dong kak ah" Ucap Vina, sembari menggeser kan badannya mendekati Vano.
"hahaaa....tenang Vin, kalau kamu takut, nanti kamu tinggal sebut saja namaku tiga kali.
"iihh....kak Vano bercanda terus." Ucap Vina.
Selain cantik, kamu juga sangat lucu dan menggemaskan Vina. Saat ini rasanya aku ingin sekali memeluk, dan mencubit pipi kamu.Tapi aku tidak mungkin melakukannya.
Walaupun begitu, aku sangat bahagia bisa bersama kamu seminggu ini, terutama malam ini. Aku harap suatu hari nanti, kita bisa menghabiskan malam berdua seperti ini lagi, tapi sebagai sepasang kekasih. Ucap Vano dalam hati, sambil memandang Vina.
.
.
.
Bersambung 🔆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Sofhia Aina
Hahahaha......Vano boleh I ikut peluk juga 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2021-03-12
1
Afseen
kekasih halal tntunya eeaa
2021-03-01
1
Darnishdd Nis Hdd
serem ceritanya 😠😡
2020-10-27
1