Vano hanya mendengarkan percakapan mereka, sambil sesekali mencuri pandang ke arah Vina. Begitupun dengan Vina. Dia tidak tahu harus bicara apa pada Vano yang telah menyelamatkannya. Vina ingin sekali menyapanya, tapi ia merasa ragu dan malu. Namun, satu hal yang harus ia lakukan, dan katakan pada Vano, yaitu ucapan terima kasih.
Vina akan menunggu saat yang tepat untuk mengatakan rasa terima kasihnya pada Vano.
Karena saat ini, mereka terlihat sama-sama canggung. Walau kemarin malam, Vano lebih banyak bicara kepada Vina, tapi hari ini setelah Vina benar-benar sadar, Vano merasa semua yang ingin ia katakan pada Vina, tiba-tiba seperti buyar entah kemana. Mulutnya terasa kaku. Bahkan untuk memandang Vina secara langsung, ia seperti kehilangan keberaniannya.
Paginya.
Vina bangun dari tempat tidur. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang berada di belakang rumah mak Darsih. Vina berjalan dengan langkah yang tertatih-tatih, karena masih merasakan sakit dan kaku di lututnya.
Vina harus turun dari rumah panggung itu,
untuk pergi mandi, karena dia merasa badannya sudah sangat lengket. Vina menurunkan sebelah kakinya terlebih dahulu, dari rumah panggung yang jarak antara rumah dengan tanah lumayan tinggi.
Ketika Vina ingin menurunkan kaki sebelahnya yang terluka, tiba-tiba saja ia kembali merasakan sakit dan kaku dikakinya, hingga ia tidak bisa menahan berat badannya, dan sepertinya Vina akan terjatuh. Tapi, untunglah Vano yang melihat dengan sigap menangkap tubuh Vina, hingga ia tidak terjatuh.
Vina tersentak, saat ia sadar Vano telah menolong dan menangkap tubuhnya, hingga kini tubuhnya berada dalam dekapan Vano. Mereka saling memandang, dari jarak yang cukup dekat. Maya merasa sangat nyaman berada didalam dekapan Vano. Tapi kemudian, Vina seperti mendengar suara sirine yang mengingatkannya untuk segera melepaskan diri dari pelukan Vano. Walau jauh di lubuk hatinya, ia sangat bahagia saat berada didalam pelukan Vano. Tapi Vina tidak boleh menunjukannya kepada Vano. Vina tidak ingin terlihat murahan di mata Vano. "Maaf!! Maksud saya terima kasih." Ucap Vina
"Tidak apa-apa. Kenapa bangun? Mau kemana?."Tanya Vano.
"Saya mau ke kamar mandi. Saya ingin mandi."Jawab Vina.
"Kalau gitu aku bantu." Ucap Vano.
"Tidak usah, terima kasih. Saya bisa sendiri."Jawab Vina. Baru saja Vina melangkah, tiba-tiba, ia kembali hendak terjatuh, dan Vano kembali menolongnya. "Aku akan bantu kamu ke kamar mandi. Sebaiknya, kamu jangan menolak." Ucap Vano.
Vina tidak bisa menolak, saat Vano membantunya berjalan ke kamar mandi, karena memang dia merasa kesulitan saat berjalan.
...
Vina termangu, ketika melihat kamar mandi yang ada dibelakang rumah mak Darsih. Disana ada sebuah pancuran berdinding anyaman bambu, yang tingginya hanya sampai bahu Vina. "Kenapa bengong?. Bukannya kamu mau mandi?." Tanya Vano.
"Apa ini kamar mandinya?." Tanya Vina.
"Iya." Jawab Vano.
Bagaimana mungkin aku mandi disini.
Kalau ada yang ngintip, gimana?.Dindingnya aja nerawang gitu?. Batin Vina.
Air pancuran di sana sangat jernih, karena berasal dari mata air pegunungan.Tapi yang membuat Vina ragu untuk mandi adalah karena dindingnya sangat transparan menurutnya. Ia takut, seseorang bisa saja mengintipnya saat sedang mandi.
"Kamu tenang saja, tidak akan ada yang ngintip pin kamu mandi kok. Aku akan jagain." Ucap Vano yang sepertinya tahu apa yang dipikirkan Vina.
"Apa?. Kakak jagain disini?. Bagaimana saya bisa mandi, kalau kakak ada disini?." Tanya Vina.
"Hehehe.....bercanda kok." Sahut Vano.
Vina akhirnya mandi, sambil terus mengawasi keadaan disekitar. Ia takut, ada orang yang mengintipnya saat mandi. Vina mempercepat ritual mandinya. Ia tidak ingin berlama-lama, mandi diruangan terbuka seperti sekarang.
Walaupun acara mandi yang dilakukan Vina kurang maksimal menurutnya, tapi Vina sekarang merasa jauh lebih segar dan lebih bugar.
Vina akan kembali ke rumah mak Darsih. Dia melihat Vano ada di depan pintu masuk. Rupanya Vano sengaja menunggu Vina, untuk membantu Vina masuk ke rumah.
Vano terkesima, melihat Vina yang kelihatan sangat cantik, dan terlihat sangat segar ketika ia selesai mandi. Wajah cantiknya terlihat begitu alami, tanpa polesan make up sama sekali. Ditambah rambutnya yang sedikit basah, membuatnya semakin terlihat sangat cantik dimata Vano.
"Biar aku bantu." Ucap Vano, saat Vina hendak naik ke rumah panggung itu.
"Terima kasih." Sahut Vina, sambil merasakan tangan Vano yang hangat, memegang tangannya yang dingin.
"Kenapa sepi?. Kemana nenek dan kakek?." Tanya Vina.
"Mereka pergi ke ladang sebentar. Kenapa? Apa kamu perlu sesuatu?. Atau kamu mau sarapan?. Aku bisa buatkan." Tawar Vano.
"Tidak usah. Saya tidak butuh apa-apa. Saya hanya penasaran saja, karena tidak melihat nenek dan kakek."Jawab Vina.
Hening, tidak ada yang berbicara diantara mereka. Vina atau Maya, merasa tidak nyaman dengan situasi ini.
Kalau kami saling diam seperti ini, kapan aku bisa berterima kasih padanya?. Batin Vina ( Maya)
"Oh ya..." Ucap mereka bersamaan. Vina dan Vano saling pandang, saat mereka berdua berbicara dengan perkataan yang sama, dan bersamaan. Lalu mereka tertawa kecil.
"Kamu aja dulu." Ucap Vano.
"Tidak, kakak saja dulu." Sahut Vina.
"Kamu saja." Ucap Vano.
"Baiklah. Apa kakak dan aku satu universitas?. Apa kakak orang yang sama, yang sering aku lihat dikampus?." Tanya Vina.
"Iya...itu memang aku. Aku juga tidak menyangka bisa bertemu kamu disini. Awalnya aku tidak yakin, kalau orang yang aku tolong itu, benar-benar kamu." Ujar Vano yang dibalas senyum oleh Vina.
"Vano." Ucap Vano, sambil mengulurkan tangannya kepada Vina.
"Vina" Balas Vina. Mereka saling memperkenalkan diri, walau sebenarnya, mereka sudah saling mengetahui nama masing-masing. Tapi mereka tidak tahu nama lengkap masing-masing.
Vina lalu mengucapkan rasa terima kasihnya, kepada Vano, karena telah menolongnya saat ia ditepi sungai. Lalu mereka mengobrol.
"Kak Vano, lagi ngapain disini?. Emangnya kakak nggak kuliah?." Tanya Vina.
"Aku hanya ingin menenangkan diri disini. Aku sudah mengambil cuti satu semester."Jawab Vano.
"Kamu sendiri, gimana kuliah kamu?.Dan kapan akan mengabari keluargamu?." Tanya Vano.
"Aku nggak tahu kak. Tapi keluarga dan teman-teman pasti sangat khawatir dan kebingungan, karena aku yang tiba-tiba menghilang. Oh iya kak, kakak punya handphone?." Tanya Vina, dan Devano mengangguk.
"Apa aku boleh pinjem hp kak Vano?. Aku ingin memberi kabar kepada papa dan mama." Ucap Vina.
"Ini, kamu bisa pakai, kalau memang ada sinyal di hp ini." Jawab Vano, sembari menyerahkan hpnya kepada Vina.
Vina menatap layar hp itu, dan memang ternyata tidak ada jaringan sama sekali di ponsel Vano. Vina sadar dimana mereka sekarang.
Mereka berada disebuah pedalaman yang sangat terpencil. Hanya ada sekitar 20 rumah disana, dan jarak masing-masing rumah sangat berjauhan. Tidak ada sinyal sama sekali, hanya ada kabut tebal yang selalu menyelimuti dusun itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
@InunAnwar
sinyal nya ga bisa menebus kabut yg selalu menyelimuti desa itu😅😅
2022-04-12
2
Anisatul Azizah
ayo... anterin pulang Vinanya donk.. gemesssss aku g kebongkar² kl Maya n Vina orang yg sama, n sebaliknya Vano n Dev jg sama
2021-12-17
1
Sofhia Aina
Best yaaa hidup di pedesaan yg udaranya tak tercemar 😍😍😍😍😍
2021-03-12
2