Maya tidak tahu akan dibawa kemana dirinya oleh perampok itu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa.
Wanita yang berpura-pura hamil tadi mengambil tas Maya, dan mengambil semua isinya, termasuk hp dan dompet Maya. Untung saja cincin pemberian bu Dina, tidak Maya simpan di tas nya. Kalau tidak, mungkin saja sekarang cincin itu sudah diambil oleh perampok.
"Sebaiknya kita apakan perempuan ini?. Apa kita bunuh saja?."Tanya perampok wanita.
"Tidak, aku punya rencana lain yang lebih bagus daripada harus mengotori tanganku, dengan membunuhnya."Jawab perampok lelaki.
"Rencana apa?." Tanya perampok perempuan.
"Kamu lihat perempuan ini?. Kelihatannya dia masih perawan dan sangat cantik. Aku akan menjual dia pada bos Alan. Dia pasti akan bersedia membayar mahal untuk perempuan ini."
"Hahaha...ternyata lo pinter juga."
"Makanya, lo jangan bikin perempuan ini terluka atau lecet sedikitpun. Semakin dia terlihat cantik, maka semakin mahal pula bos Alan membayar kita."
"Oke, gue nggak akan sentuh dia. Tapi, mau kita bawa kemana perempuan ini sekarang?."
"Kita sembunyikan saja dia digudang dengan mobil ini, sambil menunggu bos Alan datang."
Maya sangat takut mendengar pembicaraan kedua perampok itu, yang akan menjual dirinya kepada bos mereka. Dia menangis, menyebut kedua orang tuanya. Dia tak henti-hentinya berdoa dalam hatinya.
Aku harus bisa kabur dari mereka. Aku nggak mau kalau mereka sampai menjualku.Tapi bagaimana caranya?.Tanganku saja diikat, dan aku nggak tahu ada dimana sekarang. Tuhan ....tolong hambamu ini. Selamatkan lah hamba dari mereka yang hendak berbuat jahat kepada hamba. Do'a Maya dalam hatinya.
Maya memikirkan cara agar ia bisa kabur, dan akhirnya ia mendapatkan ide. Walau dia tidak yakin idenya akan berhasil, tapi ia harus mencobanya. Maya berteriak-teriak dengan mulut yang tertutup lakban.
Karena merasa terganggu dengan teriakan Maya yang tidak jelas, perampok pria itu membuka lakban penutup mulut Maya.
"Aww..."Suara Maya, saat pria itu membuka lakban di mulut Maya.
"Ada apa? Kenapa teriak-teriak?"
"Saya...saya.."
"Saya...saya apa?.Ngomong yang jelas."
"Saya mau ke toilet. Saya pengen pipis."
"Hah toilet? Kamu pikir ini di mall nona?. Kita ada dihutan, mana ada toilet. Pipis saja disitu.
Atau kamu mau jadi santapan hewan-hewan buas di hutan ini kalau kamu keluar dari mobil."Jawab perampok itu.
Maya kembali ketakutan mendengar ucapan pria itu.Tapi, karena tekadnya untuk kabur sudah sangat kuat, ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkan ucapan si perampok, tentang hewan buas yang ada di hutan itu.
"Saya mohon mas, saya sudah kebelet."
"Berhenti dulu lah sebentar, biarkan saja dia buang air di hutan. Toh dia juga nggak akan bisa kemana-mana. Kita ditengah hutan sekarang." Ucap sang perampok perempuan.
"Baiklah, tapi kamu jaga dia, jangan sampai dia kabur."
"Emangnya dia mau kabur kemana?." Sahut perampok wanita
Maya dan perampok perempuan itu keluar dari mobil, lalu berjalan mencari tempat yang dia pikir cukup aman. "Bisa tolong bukakan ikatan tangan saya sebentar?." Pinta Maya kepada perempuan itu
"Enak aja lo ngomong. Gue nggak mungkin buka ikatan tangan lo."
"Kalau gitu, tolong buka kan rok, dan celana dalam saya. Saya nggak mau pipis di celana."
"Lo berani merintah gue?."
"Maaf mbak, saya tidak bermaksud memerintah anda.Tapi saya nggak punya pilihan."
Walau sambil menggerutu, wanita itu membuka ikatan tangan Maya. Maya merasa ini adalah kesempatan yang baik untuknya. Dia berjongkok, berpura-pura sedang buang air kecil, padahal sebenarnya dia sedang mencari sesuatu yang akan ia gunakan untuk memukul sang perampok.
Maya perlahan membuka penutup matanya.
Dia melihat ada ranting kayu, di depannya.
Sementara tangan satunya, mengambil segenggam tanah kering. Dia lalu berdiri, menghadap perampok itu.
"Lo udah selesai?" Tanya perampok wanita, Maya mengangguk.
"Mana tangan lo?. Gue mau ikat lagi tangan."Kata si perampok.
Maya memberikan satu tangannya kepada sang perampok. Lalu dengan cepat, dia menyemburkan tanah yang ia genggam ke wajah sang perampok, hingga perampok wanita itu spontan mengucek kedua matanya, karena merasakan perih akibat tanah itu masuk ke matanya.
Melihat sang perampok lengah, Maya kemudian mengambil ranting kayu dan memukul perampok itu beberapa kali. Tapi pertahanan perampok itu tidak juga roboh.
Maya mulai panik dan takut, kalau perampok itu malah akan berbalik menyerangnya.
Ia melihat ada dua buah batu seukuran kepalan tangannya. Dia mengambil batu itu, lalu melemparkannya ke arah dahi sang perampok, hingga akhirnya perampok itu terjatuh, karena merasakan sakit di kepalanya, akibat hantaman dua buah batu yang lumayan besar.
Maya segera berlari masuk kedalam hutan. Dia tidak tahu akan kemana.Yang ada dipikirannya saat ini hanya kabur, melarikan dirinya dari kedua perampok itu.
Hutan itu benar-benar seperti belum terjamah oleh manusia. Pohon-pohon besar, dan juga tumbuhan semak belukar yang tinggi, ditambah suara hewan disana, membuat suasana di hutan itu semakin menakutkan.
Sinar matahari pun, hanya bisa menembus, di celah-celah dedaunan. Tapi Maya tidak mempedulikannya. Dia terus berlari, menjauh dari tempat itu. Sampai akhirnya, ia merasa lelah karena sudah cukup lama berlari.
Maya memutuskan untuk beristirahat sebentar, di bawah pohon besar yang tidak terlalu gelap, karena disana sinar matahari masih bisa meneranginya.
Maya merasa sudah cukup aman dari sang perampok. Ia mengatur nafasnya, yang ngos-ngosan karena capek. Sekarang rasa takut Maya bukan kepada perampok, tapi suasana di hutan itu. Walau ia berusaha untuk melawan rasa takutnya, tetap saja rasa takut itu ada dalam dirinya.
Ia takut bertemu binatang buas seperti apa yang dikatakan perampok tadi. Dia sadar, dirinya memang sedang berada di hutan belantara, sangatlah mungkin baginya bertemu binatang buas itu.
Belum hilang pikirannya tentang binatang buas di hutan itu, tiba-tiba saja Maya melihat seekor hewan berwarna hitam legam, dengan mata bulat menyala seperti lampu ada didepan matanya. Jarak mereka hanya beberapa meter. Maya sangat ketakutan melihat hewan itu. Sepertinya hewan itu adalah seekor macan kumbang, dengan ukuran yang sangat besar, bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan macan kumbang yang ia lihat di kebun binatang.
Kedua mata macan itu seperti sedang menyoroti Maya, membuat Maya semakin ketakutan, badannya gemetar, kaki, tangan bahkan mulutnya terasa kaku. Ia ingin pergi dari sana, tapi kakinya seperti terkunci.
Maya terus berdoa sebisanya. Ia membaca surat-surat yang ia hafal dari Al-Qur'an. Air matanya semakin deras mengalir, ketika ia mengingat kedua orang tua dan juga adiknya.
Mah, pah, Maya sayang kalian, juga kamu Helmy, kakak sayang kamu. Aku sayang kalian semua. Tuhan, jika aku harus pergi sekarang, aku hanya berharap keluargaku nanti bisa menemukan jasadku, sehingga aku bisa dikuburkan dengan layak.
Mah, pah, jika Maya memang harus pergi, Maya harap kalian semua bisa merelakan kepergian Maya, dan selalu mendoakan Maya. Ucapnya dalam hati, dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
.
.
.
Bersambung🔆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Sofhia Aina
Jadi ikutan takut nie thor 😭😭😭😭😭
2021-03-12
1
Eni
hhmmmm....
2020-10-06
1
Marlyn
mom.. koq blm lanjut yaaa 😁😁😁
2020-08-23
1