Si Udin Pembawa Berkah

Keesokan harinya, suasana di warung kecil keluarga Jengkok tampak lebih sibuk dari biasanya. Sejak pagi, Slumbat sudah sibuk di dapur, menggoreng mendoan dan membuat bumbu rendang dengan penuh semangat. Jengkok, seperti biasa, menata meja dan kursi di teras rumah. Mereka tahu bahwa warung mereka sedang naik daun, tapi pagi itu terasa ada sesuatu yang berbeda—semacam firasat bahwa hari ini akan lebih ramai dari biasanya.

Tak lama setelah itu, dari kejauhan terlihat rombongan besar mendekat. Jengkok mengernyitkan mata, mencoba mengenali siapa yang datang. Begitu mereka semakin dekat, Jengkok langsung tersenyum. Ternyata, itu adalah keluarga Udin!

Udin datang bersama bapak, ibu, dan adiknya yang masih kecil. Dengan gaya khasnya yang percaya diri, Udin melambaikan tangan dari kejauhan. "Pak Jengkok! Bu Slumbat! Ini gue datang bawa keluarga gue nih, mau nyobain warung terenak di kampung!"

Jengkok yang mendengar itu langsung tertawa kecil. "Ayo, ayo masuk, Din! Bawa keluargamu sini, duduk yang nyaman!"

Slumbat keluar dari dapur dengan tangan masih penuh dengan tepung mendoan. “Wah, rame amat! Ini pasti pada mau coba rendang lagi, ya?”

Ibu Udin, yang kelihatannya paling semangat, langsung menjawab, “Katanya rendangnya enak banget, Bu! Jadi penasaran. Saya penggemar rendang, lho!”

Udin, dengan gayanya yang sok serius, ikut menambahkan. “Bener, Ma. Ini rendang setara restoran bintang lima! Kemarin aja kita sampai berebutan sama teman-teman di sekolah. Warungnya kecil, tapi rasa makanannya gede!”

Jengkok dan Slumbat saling pandang dan tertawa. “Wah, bisa aja si Udin nih, seperti salesman dadakan!” canda Jengkok.

Mereka semua pun duduk di meja panjang. Bapak Udin, yang biasanya pendiam, kali ini terlihat penasaran. "Saya dengar rendang di sini bukan cuma enak, tapi juga murah. Itu benar?"

Jengkok mengangguk mantap. “Betul sekali, Pak. Kami memang nggak ambil untung banyak. Yang penting bisa jualan dan semua orang bisa makan enak tanpa mikirin harga.”

Tak lama kemudian, Slumbat menghidangkan sepiring besar rendang, ayam goreng, dan beberapa mendoan hangat. "Silakan dicoba, ya. Semoga cocok di lidah."

Tanpa basa-basi, keluarga Udin langsung menyendok makanan ke piring mereka. Ibu Udin mencicipi rendang pertama kali, dan begitu suapan pertama masuk ke mulutnya, matanya langsung melebar. “Astaga, ini enak banget! Pak, kamu mesti coba!”

Bapak Udin yang biasanya kalem, segera mencoba suapan kecil, lalu mengangguk pelan. "Hmm, ini luar biasa. Saya nggak bohong, Pak Jengkok. Rasa rendangnya mantap."

Udin, yang dari tadi sudah tak sabar, mengangguk-angguk dengan mulut penuh makanan. “Gue bilang apa! Bener kan, Ma? Ini warung terbaik se-kampung!”

Sambil makan, mereka terus bercanda. Si adik Udin yang kecil, yang bernama Nia, tiba-tiba bertanya dengan polos, “Bu, kalau kita beli semua rendangnya, boleh nggak?”

Semua orang tertawa mendengar pertanyaan polos Nia. Jengkok menjawab sambil tertawa, “Wah, boleh aja, Nia. Tapi nanti orang lain nggak kebagian lho!”

Udin tertawa terbahak-bahak, “Nia, lo mau jadi sultan rendang apa gimana?”

Ibu Udin pun tersenyum dan berkata, “Yah, kalau bisa beli semua, kenapa nggak? Tapi jangan lupa sisain buat orang lain, ya, Nia.”

Sementara itu, Bapak Udin terus menikmati makanannya dalam diam. Setelah beberapa saat, ia mendongak dan berkata, “Bu Slumbat, Pak Jengkok, saya kagum sama kalian. Masakannya bukan cuma enak, tapi juga bikin nyaman. Saya rasa, warung ini punya potensi besar. Kalau kalian terus kayak gini, saya yakin nggak lama lagi kalian bisa buka cabang di tempat lain.”

Jengkok yang mendengar itu hanya tersenyum lebar. “Amin, Pak. Doain aja ya, kita masih belajar. Baru mulai juga.”

Namun, Udin yang tak bisa diam, tiba-tiba menyeletuk, “Eh, gimana kalau kita bikin franchise warung ini? Warung Jengkok Internasional!”

Semua orang tertawa mendengar ide konyol Udin, termasuk bapaknya. “Udahlah, Din. Belum apa-apa udah mikirin internasional. Yang penting warung ini bisa rame terus, itu udah cukup.”

Setelah makan, keluarga Udin tampak sangat puas. Ibu Udin bahkan membungkus beberapa rendang untuk dibawa pulang. Sebelum pergi, Udin berbisik pada Gobed, “Eh, Gobed. Lo keren banget. Gue nggak nyangka lo bisa punya warung seenak ini. Lo kayak anak sultan yang nyamar jadi anak kampung, nih!”

Gobed hanya tersenyum malu. “Ah, lo ada-ada aja, Din.”

Udin mengedipkan mata dan berkata, “Besok-besok gue balik lagi, ya. Tapi kali ini gue bawa geng motor gue biar makin rame!” katanya sambil tertawa keras.

Saat keluarga Udin pulang, Jengkok dan Slumbat saling pandang sambil tertawa kecil. “Lihat tuh, Pak. Keluarga Udin sampai bungkus segala. Kalau begini terus, kita bisa buka warung lebih besar dari yang kita bayangin.”

Jengkok mengangguk, masih dengan senyum lebar. “Bener, Mah. Tapi yang paling penting, kita bisa bikin orang senang. Itu yang bikin kita merasa kaya beneran.”

Slumbat mengangguk setuju. “Ya, betul. Lagian, sekarang kita nggak perlu lagi keliling kampung cari barang bekas. Kita udah punya warung, udah punya masa depan yang lebih cerah.”

Jengkok menepuk bahu istrinya sambil berkata, “Dan nggak ada lagi pocong iseng yang nongol pas kita lagi mulung. Alhamdulillah!”

Mereka tertawa terbahak-bahak, mengingat kejadian-kejadian aneh yang pernah mereka alami saat masih hidup susah. Hari itu berakhir dengan penuh tawa dan harapan baru, karena mereka tahu bahwa warung kecil mereka kini membawa kebahagiaan, bukan hanya bagi mereka, tapi juga bagi semua orang yang datang mencicipi masakan mereka.

Keesokan harinya, suasana di warung kecil Jengkok dan Slumbat mulai ramai sejak pagi. Gobed sudah berangkat ke sekolah, dan seperti biasa, warung mereka mulai dipadati pelanggan yang ingin mencicipi rendang dan mendoan buatan Slumbat. Namun, hari ini ada sesuatu yang terasa agak aneh. Suara motor yang berderu-deru terdengar mendekat dari kejauhan.

Jengkok yang sedang menyapu halaman berhenti sejenak dan memasang telinga. "Eh, suara apaan itu ya, Mah?" tanyanya pada Slumbat yang sedang meracik sambal di dapur.

Slumbat keluar dari dapur, melongok ke arah jalan. "Wah, bener tuh Pak, kayaknya rame banget. Ada konvoi motor?"

Tak lama, rombongan motor benar-benar muncul di depan rumah mereka. Ternyata, itu adalah geng motor yang dipimpin oleh... Udin! Gobed baru kelas 3 SD, tapi Udin? Dia juga masih SD, tapi entah bagaimana caranya, bocah itu sudah bisa ngumpulin geng motor!

Udin, dengan helm yang kebesaran untuk kepalanya, berhenti tepat di depan warung sambil mengangkat tangan seperti bos besar. "Yo, stop di sini, kita mau jajan di warung Pak Jengkok!" teriak Udin dengan penuh percaya diri. Di belakangnya, beberapa bocah lain juga ikut berhenti dengan motor-motor yang entah milik siapa—semuanya tampak pinjaman, bahkan ada yang masih pakai roda bantu!

Jengkok yang melihat itu langsung menggeleng-gelengkan kepala. "Astagfirullah, Din. Baru kelas 3 SD udah ikut geng motor. Ini motor dari mana, Din? Kalian minjem dari siapa?"

Udin turun dari motornya dengan gaya sok jagoan. “Ah, Pak Jengkok, ini kan buat seru-seruan aja! Biar kelihatan keren di depan anak-anak lain. Lagian, kita cuma keliling kampung doang, nggak balap liar kok!”

Slumbat yang ikut mendengar itu hanya tertawa kecil sambil membawa keluar piring-piring berisi makanan. “Din, Din... Belum ada kumis udah kayak preman aja gaya lo. Nanti dimarahin sama guru-guru sekolah baru tau rasa!”

Salah satu anak dalam geng Udin, yang tampaknya lebih kecil dari Udin, dengan berani ikut nimbrung. “Bu Slumbat, kita kan nggak balapan beneran, cuma main-main aja. Yang penting habis ini kita makan rendang, kan?”

Slumbat hanya tersenyum sambil menaruh piring-piring di meja. "Ya udah, kalau gitu duduk dulu. Tapi jangan bikin keributan di sini ya, kalau sampai ada yang jatuh dari motor, nanti saya nggak tanggung jawab!"

Anak-anak itu langsung duduk dengan penuh semangat, bercanda satu sama lain tentang siapa yang paling jago naik motor. Salah satu anak, yang duduk di pojokan, tiba-tiba nyeletuk, "Eh, tadi gue hampir nabrak kambing, lho!"

Udin yang duduk di sebelahnya tertawa keras. “Masa kambing aja nggak bisa lo hindarin, sih? Makanya, belajar dulu naik sepeda sebelum nyoba motor!”

Suasana semakin ramai dengan obrolan mereka yang konyol. Jengkok dan Slumbat hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat ulah bocah-bocah kecil yang sudah bergaya seperti geng motor profesional.

Sementara itu, salah satu anak di geng Udin tiba-tiba angkat tangan, “Pak Jengkok, Bu Slumbat, ini warungnya enak banget, bisa nggak nanti gue sama keluarga gue sering makan di sini juga?”

Jengkok tertawa mendengar itu, “Ya boleh aja, Nak. Asal jangan bawa motor ke sini tiap kali makan, nanti tetangga pada komplain, bilang warung kita jadi tempat balapan liar!”

Anak-anak itu tertawa terbahak-bahak mendengar guyonan Jengkok. Mereka makan dengan lahap, terutama rendang buatan Slumbat yang sudah terkenal di kampung itu. Setiap suapan diiringi dengan pujian dari geng motor cilik ini. “Wah, rendangnya kaya rasa, tapi harganya nggak kaya!” kata salah satu anak sambil terbahak.

Setelah makan, Udin berdiri sambil menepuk perutnya yang kenyang. “Pak Jengkok, Bu Slumbat, terima kasih ya! Nanti kita datang lagi, tapi bawa motor yang lebih keren!”

Slumbat hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum, “Hadeh, Din. Yang penting jangan bikin keributan, ya. Kalian ini masih kecil, fokus dulu sama sekolah. Nggak usah ikut-ikutan jadi geng motor!”

Namun, Udin dengan wajah sok serius berkata, “Tenang, Bu. Kita ini geng motor yang beretika. Kita nggak bikin rusuh, cuma bikin kenyang!” Setelah berkata begitu, Udin dan geng motornya mulai beranjak pulang, tapi sebelum mereka benar-benar pergi, tiba-tiba terdengar suara motor yang nggak mau nyala.

Salah satu anak terlihat panik karena motornya mogok. “Eh, motor gue nggak mau nyala, gimana nih?”

Udin yang merasa jadi pemimpin geng langsung beraksi. “Sini, biar gue yang urus.” Dia mencoba menyalakan motor temannya itu, tapi tetap saja nggak mau menyala. Akhirnya Udin menyerah dan berkata, “Yah, kayaknya lo harus dorong nih, motor lo mogok.”

Anak itu terlihat kecewa, tapi akhirnya dia dan temannya benar-benar mendorong motor sambil diiringi tawa yang meledak dari anggota geng lainnya. “Hahaha! Geng motor yang harus dorong motor sendiri, lucu banget!”

Semua orang yang melihat pemandangan itu, termasuk Jengkok dan Slumbat, tak bisa menahan tawa. “Aduh, Din, Din... Katanya geng motor keren, tapi ujung-ujungnya dorong motor juga!” ujar Jengkok sambil tertawa keras.

Mereka semua tertawa bersama, dan meskipun anak itu harus mendorong motornya, suasana tetap penuh keceriaan. Geng motor cilik Udin memang bukan geng motor biasa—mereka adalah geng motor yang membawa tawa dan kebahagiaan ke mana pun mereka pergi, termasuk di warung sederhana keluarga Jengkok.

Episodes
1 Kehidupan di Ujung Gang Serta Kisah Jengkok dan Keluarga
2 Gobed Berangkat Ke Sekolahnya
3 Di Tertawakan Teman-Teman
4 Bau Mulut Yang Menyengat
5 Pocongan Berada Di Dapur Yang Kumuh
6 Perlindungan Ketat
7 Curhatan Dan Ketegangan Bu Guru
8 Rezeki Tak Terduga
9 Pagi Nomplok Dan Pocongan Usil
10 Keceriaan Si Pengepul Dan Gobed
11 Hari Yang Indah
12 Mimpi Tai Dan Rejeki Nomplok
13 Minggu Happy
14 Permulaan Yang Bagus
15 Makin Laris Deh
16 Momen Seru
17 Si Udin Pembawa Berkah
18 Kedatangan Pak Lurah
19 Gengsi Bu Lurah Selangit
20 Pencapaian Luar Biasa Dan Renovasi
21 Alarm Jadul
22 Beli HP Android Baru
23 Bapak Ibu Ku Bingung Dengan Android
24 Jengkok Dan Slumbat Semakin Bisa Memakai HP Android
25 Makin Mahir
26 Melejit Drastis
27 Sujud Syukur Yang Mengharukan Dan Si Preman Udin
28 Si Udin Yang Membara
29 Selamat Tinggal Sekolah Dasar
30 Kabar Warung Pak Jengkok Menyebar Luas
31 Kedatangan Pak Bupati
32 Beli Mobil Fortuner
33 Media Sosial Menembus Surga Dunia
34 Proyek Besar
35 Moment Haru Bersama Pemulung Tua
36 Inspirasi Pak Mamat
37 Pondasi Awal Restoran
38 Hampir Selesai Restorannya
39 Interior Megah
40 Eh Pada Melongo
41 Grand Opening
42 Meledak !!
43 Kehadiran Presiden
44 Boss Sultan
45 Liburan Dulu Guys
46 Gobed Makin Gedhe Dan Pandangan Pertama
47 Cinta Pertama Gobed
48 Fortuner Is The Best
49 Tembak Dooor Hehehe
50 Mengajak Ke Restorannya
51 Malu Ah
52 Lulus Dan Naik Kelas Diselimuti Cemburu Hebat
53 Makin Lengket
54 Polosnya Si Gobed
55 Cengingiran
56 Ke Bukit Sodom Dan Hangatnya Tubuh Laila
57 Pagi Bahagia
58 Perkembangan Restoran
59 Dari Fortuner Ke Pajero 2024
60 Keluarga Laila Terkejut
61 Introgasi Malam Ayah Laila: Cinta vs Janji
62 Malam yang Tidak Tenang
63 Pagi yang Ceria dan Selipan Humor
64 Pipi yang Digosok Cemburu
65 Kembali Ke Rumah dan Video Call Penuh Hasrat
66 Kesempatan Emas Di Akhir Pekan
67 Beraksi
68 Makin Tegang
69 Malam Tak Terlupakan
70 Kebangkitan Pagi di Bawah Satu Selimut
71 Pertandingan Nafas Basi Dan Kepanikan Mereka Atas Kecerobohan Gobed
72 Pagi yang Panik: Petualangan Penuh Tawa dan Ketegangan
73 Pamit dengan Ciuman dan Canda - Menyambut Pulang
74 Pengakuan dan Ketegangan & Kisah Cinta dan Keluarga
75 Nanas dan Sprite - Percobaan Unik Menghadapi Kekhawatiran
76 Spaghetti, Canda, dan Kenangan Panik - Sebuah Malam Bersama
77 Perang Nafas di Pagi Hari - Romantis, Tapi Bau!
78 Cinta di Sekolah Baru - Gobed dan Laila Satu Sekolah Lagi
79 Malam Penuh Kejutan - Dari Game Board hingga Makanan Tak Terduga
80 Cinta di Tengah Cemburu dan Tawa
81 Rindu Masakan dan Kebahagiaan Keluarga
82 Kisah Cinta Laila dan Gobed - Di Antara Cinta dan Keluarga
83 Ciuman Terlarang di Perpustakaan
84 Ciuman di Alun-Alun
85 Kebangkitan Cinta
86 Petualangan di Pagi Hari
87 Sore Semakin Syahdu
88 Laila Menatapnya Penuh Minat
89 Ujian Cinta
90 Manja dalam Cinta
91 Laila dan Bahasa "Lu Gue"
92 Gobed Kebelet
93 Tepokan Gemas di Bokong Laila
94 Kembali ke Realitas
95 Video Jahil yang Menggemparkan
96 Cemburu Membara
97 Kecelakaan Pintu yang Bikin Malu
98 Gobed Mengajak Cipokan Laila
99 Godaan Nakal di Telinga Laila
100 Kenangan Manis
101 Percakapan Konyol di Malam Minggu
102 Bisik-Bisik di Sekolah
103 Malam yang Menegangkan
104 Pertengkaran Kecil di Pinggir Jalan
105 Kejutan Manis di Malam Hari
106 Serunya Main Sepeda Bersama
107 Pesona Leher Laila yang Menggoda
108 Malam yang Tak Terduga
109 Kejutan di Balik Harapan
110 Bab 110: Kejutan di Tengah Jalan
111 Bab 111: Petualangan Tak Terduga
112 Bab 112: Rencana Kecil yang Membesar
113 Bab 113: Ketegangan yang Tak Terduga
114 Bab 114: Berpikir di Antara Rasa
115 Bab 115: Sebuah Langkah Lebih Dekat
116 Bab 116: Keraguan dan Harapan Baru
117 Bab 117: Kejutan Tak Terduga
118 Bab 118: Keberanian Gobed
119 Bab 119: Hari Pertama Sebagai Pasangan
120 Bab 120: Rencana Penuh Kejutan
121 Bab 121: Pertemuan yang Tak Terduga
122 Bab 122: Pertemuan yang Membawa Kenangan
123 Bab 123: Janji di Tengah Malam
124 Bab 124: Ini Adalah Salah Satu Hari Terindah Dalam Hidupku
125 Bab 125: Percakapan dalam Diam
126 Bab 126: Harapan dan Tantangan di Depan Mata
127 Bab 127: Menghadapi Perubahan dan Rencana Besar
128 Bab 128: Lezatnya Dunia Ini
129 Bab 129: Langkah Baru Menuju Impian
130 Bab 130: Meraih Asa Baru
131 Bab 131: Dalang di Balik Badai
132 Bab 132: Carl Johnson dan Shotgun Misterius
133 Bab 133: Carl Johnson dan Aksi Kejar-kejaran di Jalanan
134 Bab 134: Carl Johnson, Buronan Impossible
135 Bab 135: Aksi Carl Johnson yang Tak Terhentikan
136 Bab 136: Penerbangan Terakhir
137 Bab 137: Persahabatan di Kalimantan
138 Bab 138: Uang Hasil Rampasan yang Memikat
139 Bab 139: Sifat Yang Sulit Hilang
140 Bab 140: Tertarik Mandau
141 Bab 141: Carl Johnson Melatih Mandau nya Lagi Agar Bisa Disuruh
142 Bab 142: Kejaran yang Tak Pernah Berakhir
143 Bab 143: Polisi Jengkel!
144 Bab 144: Carl Johnson dan Pijatan Tak Terduga
145 Bab 145: Carl Johnson Menjadi Rambo
146 Bab 146: Taktik Brutal Carl Johnson
147 Bab 147: Kejutan Kedua
148 Bab 148: "Kejar-Kejaran Lautan"
149 Bab 149: "Menembus Batas Lautan"
150 Bab 150: "Sang Arsenal Hidup"
151 Bab 151: "Tantangan Terbesar Carl Johnson"
152 Bab 152: "Pelarian Malam Carl Johnson"
153 Bab 153: "Dendam Manis Carl Johnson"
154 Bab 154: "Amarah Kepala Kapolres"
155 Bab 155: "Carl Johnson dan Aksi Nekatnya di Markas Militer"
156 Bab 156: Kekacauan di SMK
157 Bab 157: "Petualangan Tak Terduga di Rumah Kosong"
158 Bab 158: Polwan-Polwan Dalam Ketegangan
159 Bab 159: Kisruh di Asrama Putri
160 Bab 160: Mencari Jati Diri
161 Bab 161: Carl Johnson yang Tak Terhentikan
162 Bab 162: Tak Terhentikan
163 Bab 163: Uang yang Hilang Secara Misterius
164 Bab 164: Carl Johnson Menghadapi Pengepungan
165 Bab 165: Kejaran Tanpa Harapan
166 Bab 166: Ketertarikan di Tengah Toko Roti
167 Bab 167: Tersekat dalam Oven
168 Bab 168: Gadis Berpaha Putih Mulus Dan Seksi Membuat Carl Johnson Tak Tahan
169 Bab 169: "Murka Sang Bapak"
170 Bab 170: "Mengejar Kebebasan"
171 Bab 171: Deru Adrenalin
172 Bab 172: "Rampok ATM Mandiri"
173 Bab 173: "Perang Besar di Tengah Kota"
174 Bab 174: Gadis Di Ranjang
Episodes

Updated 174 Episodes

1
Kehidupan di Ujung Gang Serta Kisah Jengkok dan Keluarga
2
Gobed Berangkat Ke Sekolahnya
3
Di Tertawakan Teman-Teman
4
Bau Mulut Yang Menyengat
5
Pocongan Berada Di Dapur Yang Kumuh
6
Perlindungan Ketat
7
Curhatan Dan Ketegangan Bu Guru
8
Rezeki Tak Terduga
9
Pagi Nomplok Dan Pocongan Usil
10
Keceriaan Si Pengepul Dan Gobed
11
Hari Yang Indah
12
Mimpi Tai Dan Rejeki Nomplok
13
Minggu Happy
14
Permulaan Yang Bagus
15
Makin Laris Deh
16
Momen Seru
17
Si Udin Pembawa Berkah
18
Kedatangan Pak Lurah
19
Gengsi Bu Lurah Selangit
20
Pencapaian Luar Biasa Dan Renovasi
21
Alarm Jadul
22
Beli HP Android Baru
23
Bapak Ibu Ku Bingung Dengan Android
24
Jengkok Dan Slumbat Semakin Bisa Memakai HP Android
25
Makin Mahir
26
Melejit Drastis
27
Sujud Syukur Yang Mengharukan Dan Si Preman Udin
28
Si Udin Yang Membara
29
Selamat Tinggal Sekolah Dasar
30
Kabar Warung Pak Jengkok Menyebar Luas
31
Kedatangan Pak Bupati
32
Beli Mobil Fortuner
33
Media Sosial Menembus Surga Dunia
34
Proyek Besar
35
Moment Haru Bersama Pemulung Tua
36
Inspirasi Pak Mamat
37
Pondasi Awal Restoran
38
Hampir Selesai Restorannya
39
Interior Megah
40
Eh Pada Melongo
41
Grand Opening
42
Meledak !!
43
Kehadiran Presiden
44
Boss Sultan
45
Liburan Dulu Guys
46
Gobed Makin Gedhe Dan Pandangan Pertama
47
Cinta Pertama Gobed
48
Fortuner Is The Best
49
Tembak Dooor Hehehe
50
Mengajak Ke Restorannya
51
Malu Ah
52
Lulus Dan Naik Kelas Diselimuti Cemburu Hebat
53
Makin Lengket
54
Polosnya Si Gobed
55
Cengingiran
56
Ke Bukit Sodom Dan Hangatnya Tubuh Laila
57
Pagi Bahagia
58
Perkembangan Restoran
59
Dari Fortuner Ke Pajero 2024
60
Keluarga Laila Terkejut
61
Introgasi Malam Ayah Laila: Cinta vs Janji
62
Malam yang Tidak Tenang
63
Pagi yang Ceria dan Selipan Humor
64
Pipi yang Digosok Cemburu
65
Kembali Ke Rumah dan Video Call Penuh Hasrat
66
Kesempatan Emas Di Akhir Pekan
67
Beraksi
68
Makin Tegang
69
Malam Tak Terlupakan
70
Kebangkitan Pagi di Bawah Satu Selimut
71
Pertandingan Nafas Basi Dan Kepanikan Mereka Atas Kecerobohan Gobed
72
Pagi yang Panik: Petualangan Penuh Tawa dan Ketegangan
73
Pamit dengan Ciuman dan Canda - Menyambut Pulang
74
Pengakuan dan Ketegangan & Kisah Cinta dan Keluarga
75
Nanas dan Sprite - Percobaan Unik Menghadapi Kekhawatiran
76
Spaghetti, Canda, dan Kenangan Panik - Sebuah Malam Bersama
77
Perang Nafas di Pagi Hari - Romantis, Tapi Bau!
78
Cinta di Sekolah Baru - Gobed dan Laila Satu Sekolah Lagi
79
Malam Penuh Kejutan - Dari Game Board hingga Makanan Tak Terduga
80
Cinta di Tengah Cemburu dan Tawa
81
Rindu Masakan dan Kebahagiaan Keluarga
82
Kisah Cinta Laila dan Gobed - Di Antara Cinta dan Keluarga
83
Ciuman Terlarang di Perpustakaan
84
Ciuman di Alun-Alun
85
Kebangkitan Cinta
86
Petualangan di Pagi Hari
87
Sore Semakin Syahdu
88
Laila Menatapnya Penuh Minat
89
Ujian Cinta
90
Manja dalam Cinta
91
Laila dan Bahasa "Lu Gue"
92
Gobed Kebelet
93
Tepokan Gemas di Bokong Laila
94
Kembali ke Realitas
95
Video Jahil yang Menggemparkan
96
Cemburu Membara
97
Kecelakaan Pintu yang Bikin Malu
98
Gobed Mengajak Cipokan Laila
99
Godaan Nakal di Telinga Laila
100
Kenangan Manis
101
Percakapan Konyol di Malam Minggu
102
Bisik-Bisik di Sekolah
103
Malam yang Menegangkan
104
Pertengkaran Kecil di Pinggir Jalan
105
Kejutan Manis di Malam Hari
106
Serunya Main Sepeda Bersama
107
Pesona Leher Laila yang Menggoda
108
Malam yang Tak Terduga
109
Kejutan di Balik Harapan
110
Bab 110: Kejutan di Tengah Jalan
111
Bab 111: Petualangan Tak Terduga
112
Bab 112: Rencana Kecil yang Membesar
113
Bab 113: Ketegangan yang Tak Terduga
114
Bab 114: Berpikir di Antara Rasa
115
Bab 115: Sebuah Langkah Lebih Dekat
116
Bab 116: Keraguan dan Harapan Baru
117
Bab 117: Kejutan Tak Terduga
118
Bab 118: Keberanian Gobed
119
Bab 119: Hari Pertama Sebagai Pasangan
120
Bab 120: Rencana Penuh Kejutan
121
Bab 121: Pertemuan yang Tak Terduga
122
Bab 122: Pertemuan yang Membawa Kenangan
123
Bab 123: Janji di Tengah Malam
124
Bab 124: Ini Adalah Salah Satu Hari Terindah Dalam Hidupku
125
Bab 125: Percakapan dalam Diam
126
Bab 126: Harapan dan Tantangan di Depan Mata
127
Bab 127: Menghadapi Perubahan dan Rencana Besar
128
Bab 128: Lezatnya Dunia Ini
129
Bab 129: Langkah Baru Menuju Impian
130
Bab 130: Meraih Asa Baru
131
Bab 131: Dalang di Balik Badai
132
Bab 132: Carl Johnson dan Shotgun Misterius
133
Bab 133: Carl Johnson dan Aksi Kejar-kejaran di Jalanan
134
Bab 134: Carl Johnson, Buronan Impossible
135
Bab 135: Aksi Carl Johnson yang Tak Terhentikan
136
Bab 136: Penerbangan Terakhir
137
Bab 137: Persahabatan di Kalimantan
138
Bab 138: Uang Hasil Rampasan yang Memikat
139
Bab 139: Sifat Yang Sulit Hilang
140
Bab 140: Tertarik Mandau
141
Bab 141: Carl Johnson Melatih Mandau nya Lagi Agar Bisa Disuruh
142
Bab 142: Kejaran yang Tak Pernah Berakhir
143
Bab 143: Polisi Jengkel!
144
Bab 144: Carl Johnson dan Pijatan Tak Terduga
145
Bab 145: Carl Johnson Menjadi Rambo
146
Bab 146: Taktik Brutal Carl Johnson
147
Bab 147: Kejutan Kedua
148
Bab 148: "Kejar-Kejaran Lautan"
149
Bab 149: "Menembus Batas Lautan"
150
Bab 150: "Sang Arsenal Hidup"
151
Bab 151: "Tantangan Terbesar Carl Johnson"
152
Bab 152: "Pelarian Malam Carl Johnson"
153
Bab 153: "Dendam Manis Carl Johnson"
154
Bab 154: "Amarah Kepala Kapolres"
155
Bab 155: "Carl Johnson dan Aksi Nekatnya di Markas Militer"
156
Bab 156: Kekacauan di SMK
157
Bab 157: "Petualangan Tak Terduga di Rumah Kosong"
158
Bab 158: Polwan-Polwan Dalam Ketegangan
159
Bab 159: Kisruh di Asrama Putri
160
Bab 160: Mencari Jati Diri
161
Bab 161: Carl Johnson yang Tak Terhentikan
162
Bab 162: Tak Terhentikan
163
Bab 163: Uang yang Hilang Secara Misterius
164
Bab 164: Carl Johnson Menghadapi Pengepungan
165
Bab 165: Kejaran Tanpa Harapan
166
Bab 166: Ketertarikan di Tengah Toko Roti
167
Bab 167: Tersekat dalam Oven
168
Bab 168: Gadis Berpaha Putih Mulus Dan Seksi Membuat Carl Johnson Tak Tahan
169
Bab 169: "Murka Sang Bapak"
170
Bab 170: "Mengejar Kebebasan"
171
Bab 171: Deru Adrenalin
172
Bab 172: "Rampok ATM Mandiri"
173
Bab 173: "Perang Besar di Tengah Kota"
174
Bab 174: Gadis Di Ranjang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!