Kedatangan Pak Lurah

Keesokan harinya, warung Jengkok semakin ramai. Kabar tentang kelezatan makanan buatan Slumbat sudah menyebar ke seluruh kampung. Bahkan ada yang bilang, "Kalau mau ngerasain surga di lidah, ya datanglah ke warung Pak Jengkok." Tidak heran, pagi itu warung kecil di teras rumah mereka penuh dengan pembeli.

Di tengah kesibukan melayani para pelanggan, tiba-tiba terdengar suara sirine sepeda motor dari kejauhan. Semua mata tertuju ke arah jalan. Terlihat sebuah motor dinas dengan plat nomor desa berhenti di depan warung. Siapa lagi kalau bukan Pak Lurah!

Jengkok yang sedang mengaduk minuman langsung menegakkan badan. “Waduh, Mah! Pak Lurah datang, nih. Ada apaan ya? Jangan-jangan kita bikin masalah gara-gara rame terus warung ini.”

Slumbat yang tengah menata gorengan di piring malah tersenyum tenang. “Santai aja, Pak. Mungkin Pak Lurah penasaran sama masakan kita. Jangan salah, pejabat juga doyan gorengan!”

Pak Lurah turun dari motornya dengan gaya yang berwibawa, memakai baju dinas lengkap. Di belakangnya, ada dua orang staf desa yang ikut mendampinginya. Tanpa basa-basi, Pak Lurah melangkah ke arah warung dengan senyum lebar.

“Selamat pagi, Pak Jengkok, Bu Slumbat,” sapa Pak Lurah sambil melepas kacamata hitamnya. “Wah, saya dengar dari banyak warga, warung ini sudah terkenal seantero kampung. Katanya, gorengan sama rendangnya nggak ada tandingannya!”

Jengkok langsung menyambut dengan senyuman kaku, agak grogi juga disambangi pejabat. “Eh, pagi, Pak Lurah. Iya, Alhamdulillah, ini cuma warung kecil-kecilan, Pak. Masih belajar cari rezeki. Silakan duduk, Pak!”

Pak Lurah duduk di salah satu bangku kayu yang tersedia, diikuti stafnya. Dia melirik ke arah makanan yang ada di etalase warung. “Wah, ini nih yang katanya bikin lidah bergoyang! Saya penasaran, Bu Slumbat. Saya mau coba rendang sama mendoannya. Sekalian teh manis hangat, ya.”

Slumbat langsung sigap menyiapkan pesanan Pak Lurah. Sementara itu, Jengkok, yang belum terbiasa melayani pejabat, mencoba berbasa-basi. “Pak Lurah ini hebat, bisa atur waktu buat mampir ke warung kecil kami. Padahal pasti sibuk ya, Pak, urusin desa?”

Pak Lurah tertawa kecil sambil melipat tangan di depan dada. “Wah, sibuk sih, Pak Jengkok, tapi yang namanya perut kan nggak bisa diajak kompromi. Lagian, saya juga mau lihat langsung usaha warga saya yang katanya makin maju. Siapa tahu nanti bisa buka cabang di balai desa!”

Jengkok terkekeh. “Aduh, Pak, kami ini masih warung teras. Buka cabang? Waduh, saya malah takut kalau nanti malah nggak ada waktu buat ketemu pocongan lagi.”

Pak Lurah dan stafnya langsung tertawa mendengar itu. “Hahaha, pocong? Ini cerita apa lagi, Pak Jengkok?”

Jengkok langsung melanjutkan cerita dengan semangat. “Iya, Pak, dulu waktu masih mulung, saya pernah ketemu pocong usil di tengah jalan. Bayangin, Pak, tengah malam, saya lagi dorong gerobak, tiba-tiba pocong itu nongol! Untungnya, saya nggak takut sama dia, saya malah ajak ngobrol!”

Pak Lurah menahan tawa. “Dia jawab, Pak Jengkok?”

“Nah, itu dia yang bikin kaget, Pak. Ternyata jawab! Dia bilang, ‘Bang, mau mulung apa mau ketemu saya?’ Saya jawab aja, ‘Mulunglah, Mas. Kalau ketemu kamu terus nggak dapet uang, mending saya pulang!’ Eh, si pocong ketawa terus hilang gitu aja!” Jengkok bercerita sambil menggerakkan tangan seolah sedang berakting menghadapi pocong.

Pak Lurah dan stafnya tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita itu. “Aduh, Pak Jengkok, kalau begitu mendingan tetap jualan aja deh, daripada mulung ketemu pocong. Lagian, kayaknya usaha warung ini lebih menjanjikan.”

Slumbat datang dengan pesanan Pak Lurah, menyodorkan piring rendang dan mendoan. “Ini dia, Pak Lurah. Silakan dicicipi. Saya yakin, rendang ini lebih sedap daripada ketemu pocong di malam hari,” katanya sambil tertawa kecil.

Pak Lurah mencicipi rendangnya dengan penuh penasaran. Begitu potongan pertama masuk ke mulutnya, matanya langsung berbinar. “Wah! Bu Slumbat, ini rendang enak banget! Lembut, bumbu meresap sempurna, dan ada rasa gurih yang beda dari rendang-rendang lain yang pernah saya coba.”

Staf Pak Lurah juga ikut mencicipi mendoan. “Pak, mendoannya ini juga juara. Renyah di luar, lembut di dalam. Saya kira ini mendoan biasa, ternyata luar biasa!”

Jengkok yang melihat reaksi itu langsung tersenyum lebar. “Nah, Pak Lurah, makanya warung kami jadi rame. Makanan yang sederhana, tapi rasanya bikin orang balik lagi.”

Pak Lurah mengangguk-angguk sambil terus menikmati rendang di hadapannya. “Saya setuju, Pak Jengkok. Kalau begini terus, saya yakin usaha ini bisa makin besar. Nanti kalau ada event di balai desa, saya pasti pesan makanan dari sini!”

Jengkok dan Slumbat saling berpandangan dengan senyum puas. “Terima kasih banyak, Pak Lurah. Kami senang bisa melayani, apalagi kalau pelanggan puas.”

Setelah selesai makan, Pak Lurah berdiri dan mengeluarkan dompetnya. “Wah, saya nggak sabar nunggu event berikutnya. Bu Slumbat, rendang dan mendoannya bikin saya lupa kalau masih banyak urusan di kantor. Ini bayarannya, ya!”

Slumbat menolak dengan sopan. “Wah, nggak usah, Pak. Ini kan kehormatan buat kami, Pak Lurah sudah mau mampir ke warung kecil kami.”

Namun, Pak Lurah tersenyum dan tetap menyerahkan uangnya. “Nggak bisa, Bu. Justru ini apresiasi dari saya buat usaha keluarga kalian. Terus berkarya, ya. Siapa tahu nanti warung ini jadi kebanggaan kampung!”

Setelah Pak Lurah pergi, Jengkok dan Slumbat berdiri di depan warung, tersenyum lebar sambil memandangi jalanan yang kembali lengang.

“Pak,” kata Slumbat sambil menyandarkan bahunya ke Jengkok, “kayaknya kita beneran bisa sukses dari warung ini, ya?”

Jengkok mengangguk, “Bener, Mah. Kalau begini terus, kita nggak perlu lagi takut sama pocong di malam hari. Sekarang tinggal fokus masak rendang dan mendoan, udah jelas lebih aman—dan menguntungkan!”

Keduanya tertawa bersama, merasa bersyukur atas apa yang mereka capai sejauh ini. Warung sederhana di teras rumah mereka kini bukan sekadar tempat jualan, tapi juga menjadi tempat berbagi cerita, tawa, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Pak Lurah pulang dari warung Pak Jengkok dengan senyum tersungging di wajahnya. Di atas motornya, pikirannya terus terfokus pada satu hal: rendang buatan Bu Slumbat. Rasanya begitu lezat, seolah masih menempel di lidahnya. Pak Lurah, yang biasanya tenang dan penuh wibawa, sekarang seperti anak kecil yang baru menemukan mainan baru.

“Waduh, kok bisa ya rendang itu seenak itu? Kayak ada bumbu rahasia yang nggak pernah aku coba sebelumnya,” gumamnya dalam hati. "Bumbu rempahnya benar-benar bikin lidah nggak mau berhenti."

Setibanya di rumah, Pak Lurah disambut oleh istrinya, Bu Lurah.

“Pak, sudah pulang? Mau makan malam?” tanya Bu Lurah dengan senyum ramah.

Pak Lurah menelan ludah, mencoba menahan diri. “Eh, terima kasih, Bu. Tapi... aku masih kenyang. Baru aja makan di warung Pak Jengkok.”

Bu Lurah melirik curiga. “Warung Pak Jengkok? Dengar-dengar mereka baru buka warung kecil di teras rumah, ya? Kenapa kamu makan di sana?”

Pak Lurah tersipu. “Iya, Bu. Tadi mampir sebentar, lihat warga. Aku makan rendang buatan Bu Slumbat.”

“Rendang? Enak?” Bu Lurah merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Mendengar pertanyaan itu, Pak Lurah tersenyum lebar tanpa sadar. “Wah, enak banget! Kamu harus coba suatu hari. Rendangnya luar biasa!”

Mendengar itu, wajah Bu Lurah mulai berubah. “Jadi, masakan istrinya Pak Jengkok lebih enak daripada masakanku sendiri?”

Pak Lurah langsung panik. “Eh, bukan begitu, Bu. Maksudku, rendangnya beda aja. Kamu tahu kan, setiap orang punya cara masak yang beda. Masakanmu juga enak, tapi rendang Bu Slumbat ini... ya, unik gitu.”

Bu Lurah tidak mau kalah. “Baiklah. Besok kita ke warung Pak Jengkok. Aku mau coba rendangnya sendiri.”

Keesokan harinya, sebelum Pak Lurah sempat berangkat ke kantor, Bu Lurah sudah siap di depan pintu.

“Ayo, Pak! Kita ke warung Pak Jengkok sekarang!” ujar Bu Lurah penuh semangat.

Pak Lurah tak punya pilihan selain mengangguk dan mengikutinya. Setibanya di warung, suasananya tetap ramai seperti hari sebelumnya. Warga berdatangan untuk mencicipi masakan Slumbat yang kini makin terkenal. Begitu sampai, Bu Lurah langsung memesan seporsi rendang.

“Bu Slumbat, saya mau coba rendang yang katanya bikin suami saya nggak bisa berhenti memikirkan,” kata Bu Lurah dengan senyum tipis.

Slumbat, yang tak tahu apa-apa tentang drama di rumah Pak Lurah, tersenyum ramah. “Tentu, Bu. Semoga cocok ya dengan selera Ibu.”

Setelah rendang tersaji, Bu Lurah mulai mencicipinya. Pak Lurah yang duduk di sebelahnya, menahan napas.

Bu Lurah perlahan mengunyah, lalu matanya membesar. “Wah, ini enak banget!” serunya, meski masih menahan gengsi. “Tapi jangan salah, Pak. Aku juga bisa bikin rendang kayak gini. Nanti kita lihat di rumah!”

Pak Lurah mengangguk dengan senyum tipis, lega tapi juga cemas, tahu bahwa akan ada tantangan di dapur nanti.

Episodes
1 Kehidupan di Ujung Gang Serta Kisah Jengkok dan Keluarga
2 Gobed Berangkat Ke Sekolahnya
3 Di Tertawakan Teman-Teman
4 Bau Mulut Yang Menyengat
5 Pocongan Berada Di Dapur Yang Kumuh
6 Perlindungan Ketat
7 Curhatan Dan Ketegangan Bu Guru
8 Rezeki Tak Terduga
9 Pagi Nomplok Dan Pocongan Usil
10 Keceriaan Si Pengepul Dan Gobed
11 Hari Yang Indah
12 Mimpi Tai Dan Rejeki Nomplok
13 Minggu Happy
14 Permulaan Yang Bagus
15 Makin Laris Deh
16 Momen Seru
17 Si Udin Pembawa Berkah
18 Kedatangan Pak Lurah
19 Gengsi Bu Lurah Selangit
20 Pencapaian Luar Biasa Dan Renovasi
21 Alarm Jadul
22 Beli HP Android Baru
23 Bapak Ibu Ku Bingung Dengan Android
24 Jengkok Dan Slumbat Semakin Bisa Memakai HP Android
25 Makin Mahir
26 Melejit Drastis
27 Sujud Syukur Yang Mengharukan Dan Si Preman Udin
28 Si Udin Yang Membara
29 Selamat Tinggal Sekolah Dasar
30 Kabar Warung Pak Jengkok Menyebar Luas
31 Kedatangan Pak Bupati
32 Beli Mobil Fortuner
33 Media Sosial Menembus Surga Dunia
34 Proyek Besar
35 Moment Haru Bersama Pemulung Tua
36 Inspirasi Pak Mamat
37 Pondasi Awal Restoran
38 Hampir Selesai Restorannya
39 Interior Megah
40 Eh Pada Melongo
41 Grand Opening
42 Meledak !!
43 Kehadiran Presiden
44 Boss Sultan
45 Liburan Dulu Guys
46 Gobed Makin Gedhe Dan Pandangan Pertama
47 Cinta Pertama Gobed
48 Fortuner Is The Best
49 Tembak Dooor Hehehe
50 Mengajak Ke Restorannya
51 Malu Ah
52 Lulus Dan Naik Kelas Diselimuti Cemburu Hebat
53 Makin Lengket
54 Polosnya Si Gobed
55 Cengingiran
56 Ke Bukit Sodom Dan Hangatnya Tubuh Laila
57 Pagi Bahagia
58 Perkembangan Restoran
59 Dari Fortuner Ke Pajero 2024
60 Keluarga Laila Terkejut
61 Introgasi Malam Ayah Laila: Cinta vs Janji
62 Malam yang Tidak Tenang
63 Pagi yang Ceria dan Selipan Humor
64 Pipi yang Digosok Cemburu
65 Kembali Ke Rumah dan Video Call Penuh Hasrat
66 Kesempatan Emas Di Akhir Pekan
67 Beraksi
68 Makin Tegang
69 Malam Tak Terlupakan
70 Kebangkitan Pagi di Bawah Satu Selimut
71 Pertandingan Nafas Basi Dan Kepanikan Mereka Atas Kecerobohan Gobed
72 Pagi yang Panik: Petualangan Penuh Tawa dan Ketegangan
73 Pamit dengan Ciuman dan Canda - Menyambut Pulang
74 Pengakuan dan Ketegangan & Kisah Cinta dan Keluarga
75 Nanas dan Sprite - Percobaan Unik Menghadapi Kekhawatiran
76 Spaghetti, Canda, dan Kenangan Panik - Sebuah Malam Bersama
77 Perang Nafas di Pagi Hari - Romantis, Tapi Bau!
78 Cinta di Sekolah Baru - Gobed dan Laila Satu Sekolah Lagi
79 Malam Penuh Kejutan - Dari Game Board hingga Makanan Tak Terduga
80 Cinta di Tengah Cemburu dan Tawa
81 Rindu Masakan dan Kebahagiaan Keluarga
82 Kisah Cinta Laila dan Gobed - Di Antara Cinta dan Keluarga
83 Ciuman Terlarang di Perpustakaan
84 Ciuman di Alun-Alun
85 Kebangkitan Cinta
86 Petualangan di Pagi Hari
87 Sore Semakin Syahdu
88 Laila Menatapnya Penuh Minat
89 Ujian Cinta
90 Manja dalam Cinta
91 Laila dan Bahasa "Lu Gue"
92 Gobed Kebelet
93 Tepokan Gemas di Bokong Laila
94 Kembali ke Realitas
95 Video Jahil yang Menggemparkan
96 Cemburu Membara
97 Kecelakaan Pintu yang Bikin Malu
98 Gobed Mengajak Cipokan Laila
99 Godaan Nakal di Telinga Laila
100 Kenangan Manis
101 Percakapan Konyol di Malam Minggu
102 Bisik-Bisik di Sekolah
103 Malam yang Menegangkan
104 Pertengkaran Kecil di Pinggir Jalan
105 Kejutan Manis di Malam Hari
106 Serunya Main Sepeda Bersama
107 Pesona Leher Laila yang Menggoda
108 Malam yang Tak Terduga
109 Kejutan di Balik Harapan
110 Bab 110: Kejutan di Tengah Jalan
111 Bab 111: Petualangan Tak Terduga
112 Bab 112: Rencana Kecil yang Membesar
113 Bab 113: Ketegangan yang Tak Terduga
114 Bab 114: Berpikir di Antara Rasa
115 Bab 115: Sebuah Langkah Lebih Dekat
116 Bab 116: Keraguan dan Harapan Baru
117 Bab 117: Kejutan Tak Terduga
118 Bab 118: Keberanian Gobed
119 Bab 119: Hari Pertama Sebagai Pasangan
120 Bab 120: Rencana Penuh Kejutan
121 Bab 121: Pertemuan yang Tak Terduga
122 Bab 122: Pertemuan yang Membawa Kenangan
123 Bab 123: Janji di Tengah Malam
124 Bab 124: Ini Adalah Salah Satu Hari Terindah Dalam Hidupku
125 Bab 125: Percakapan dalam Diam
126 Bab 126: Harapan dan Tantangan di Depan Mata
127 Bab 127: Menghadapi Perubahan dan Rencana Besar
128 Bab 128: Lezatnya Dunia Ini
129 Bab 129: Langkah Baru Menuju Impian
130 Bab 130: Meraih Asa Baru
131 Bab 131: Dalang di Balik Badai
132 Bab 132: Carl Johnson dan Shotgun Misterius
133 Bab 133: Carl Johnson dan Aksi Kejar-kejaran di Jalanan
134 Bab 134: Carl Johnson, Buronan Impossible
135 Bab 135: Aksi Carl Johnson yang Tak Terhentikan
136 Bab 136: Penerbangan Terakhir
137 Bab 137: Persahabatan di Kalimantan
138 Bab 138: Uang Hasil Rampasan yang Memikat
139 Bab 139: Sifat Yang Sulit Hilang
140 Bab 140: Tertarik Mandau
141 Bab 141: Carl Johnson Melatih Mandau nya Lagi Agar Bisa Disuruh
142 Bab 142: Kejaran yang Tak Pernah Berakhir
143 Bab 143: Polisi Jengkel!
144 Bab 144: Carl Johnson dan Pijatan Tak Terduga
145 Bab 145: Carl Johnson Menjadi Rambo
146 Bab 146: Taktik Brutal Carl Johnson
147 Bab 147: Kejutan Kedua
148 Bab 148: "Kejar-Kejaran Lautan"
149 Bab 149: "Menembus Batas Lautan"
150 Bab 150: "Sang Arsenal Hidup"
151 Bab 151: "Tantangan Terbesar Carl Johnson"
152 Bab 152: "Pelarian Malam Carl Johnson"
153 Bab 153: "Dendam Manis Carl Johnson"
154 Bab 154: "Amarah Kepala Kapolres"
155 Bab 155: "Carl Johnson dan Aksi Nekatnya di Markas Militer"
156 Bab 156: Kekacauan di SMK
157 Bab 157: "Petualangan Tak Terduga di Rumah Kosong"
158 Bab 158: Polwan-Polwan Dalam Ketegangan
159 Bab 159: Kisruh di Asrama Putri
160 Bab 160: Mencari Jati Diri
161 Bab 161: Carl Johnson yang Tak Terhentikan
162 Bab 162: Tak Terhentikan
163 Bab 163: Uang yang Hilang Secara Misterius
164 Bab 164: Carl Johnson Menghadapi Pengepungan
165 Bab 165: Kejaran Tanpa Harapan
166 Bab 166: Ketertarikan di Tengah Toko Roti
167 Bab 167: Tersekat dalam Oven
168 Bab 168: Gadis Berpaha Putih Mulus Dan Seksi Membuat Carl Johnson Tak Tahan
169 Bab 169: "Murka Sang Bapak"
170 Bab 170: "Mengejar Kebebasan"
171 Bab 171: Deru Adrenalin
172 Bab 172: "Rampok ATM Mandiri"
173 Bab 173: "Perang Besar di Tengah Kota"
174 Bab 174: Gadis Di Ranjang
Episodes

Updated 174 Episodes

1
Kehidupan di Ujung Gang Serta Kisah Jengkok dan Keluarga
2
Gobed Berangkat Ke Sekolahnya
3
Di Tertawakan Teman-Teman
4
Bau Mulut Yang Menyengat
5
Pocongan Berada Di Dapur Yang Kumuh
6
Perlindungan Ketat
7
Curhatan Dan Ketegangan Bu Guru
8
Rezeki Tak Terduga
9
Pagi Nomplok Dan Pocongan Usil
10
Keceriaan Si Pengepul Dan Gobed
11
Hari Yang Indah
12
Mimpi Tai Dan Rejeki Nomplok
13
Minggu Happy
14
Permulaan Yang Bagus
15
Makin Laris Deh
16
Momen Seru
17
Si Udin Pembawa Berkah
18
Kedatangan Pak Lurah
19
Gengsi Bu Lurah Selangit
20
Pencapaian Luar Biasa Dan Renovasi
21
Alarm Jadul
22
Beli HP Android Baru
23
Bapak Ibu Ku Bingung Dengan Android
24
Jengkok Dan Slumbat Semakin Bisa Memakai HP Android
25
Makin Mahir
26
Melejit Drastis
27
Sujud Syukur Yang Mengharukan Dan Si Preman Udin
28
Si Udin Yang Membara
29
Selamat Tinggal Sekolah Dasar
30
Kabar Warung Pak Jengkok Menyebar Luas
31
Kedatangan Pak Bupati
32
Beli Mobil Fortuner
33
Media Sosial Menembus Surga Dunia
34
Proyek Besar
35
Moment Haru Bersama Pemulung Tua
36
Inspirasi Pak Mamat
37
Pondasi Awal Restoran
38
Hampir Selesai Restorannya
39
Interior Megah
40
Eh Pada Melongo
41
Grand Opening
42
Meledak !!
43
Kehadiran Presiden
44
Boss Sultan
45
Liburan Dulu Guys
46
Gobed Makin Gedhe Dan Pandangan Pertama
47
Cinta Pertama Gobed
48
Fortuner Is The Best
49
Tembak Dooor Hehehe
50
Mengajak Ke Restorannya
51
Malu Ah
52
Lulus Dan Naik Kelas Diselimuti Cemburu Hebat
53
Makin Lengket
54
Polosnya Si Gobed
55
Cengingiran
56
Ke Bukit Sodom Dan Hangatnya Tubuh Laila
57
Pagi Bahagia
58
Perkembangan Restoran
59
Dari Fortuner Ke Pajero 2024
60
Keluarga Laila Terkejut
61
Introgasi Malam Ayah Laila: Cinta vs Janji
62
Malam yang Tidak Tenang
63
Pagi yang Ceria dan Selipan Humor
64
Pipi yang Digosok Cemburu
65
Kembali Ke Rumah dan Video Call Penuh Hasrat
66
Kesempatan Emas Di Akhir Pekan
67
Beraksi
68
Makin Tegang
69
Malam Tak Terlupakan
70
Kebangkitan Pagi di Bawah Satu Selimut
71
Pertandingan Nafas Basi Dan Kepanikan Mereka Atas Kecerobohan Gobed
72
Pagi yang Panik: Petualangan Penuh Tawa dan Ketegangan
73
Pamit dengan Ciuman dan Canda - Menyambut Pulang
74
Pengakuan dan Ketegangan & Kisah Cinta dan Keluarga
75
Nanas dan Sprite - Percobaan Unik Menghadapi Kekhawatiran
76
Spaghetti, Canda, dan Kenangan Panik - Sebuah Malam Bersama
77
Perang Nafas di Pagi Hari - Romantis, Tapi Bau!
78
Cinta di Sekolah Baru - Gobed dan Laila Satu Sekolah Lagi
79
Malam Penuh Kejutan - Dari Game Board hingga Makanan Tak Terduga
80
Cinta di Tengah Cemburu dan Tawa
81
Rindu Masakan dan Kebahagiaan Keluarga
82
Kisah Cinta Laila dan Gobed - Di Antara Cinta dan Keluarga
83
Ciuman Terlarang di Perpustakaan
84
Ciuman di Alun-Alun
85
Kebangkitan Cinta
86
Petualangan di Pagi Hari
87
Sore Semakin Syahdu
88
Laila Menatapnya Penuh Minat
89
Ujian Cinta
90
Manja dalam Cinta
91
Laila dan Bahasa "Lu Gue"
92
Gobed Kebelet
93
Tepokan Gemas di Bokong Laila
94
Kembali ke Realitas
95
Video Jahil yang Menggemparkan
96
Cemburu Membara
97
Kecelakaan Pintu yang Bikin Malu
98
Gobed Mengajak Cipokan Laila
99
Godaan Nakal di Telinga Laila
100
Kenangan Manis
101
Percakapan Konyol di Malam Minggu
102
Bisik-Bisik di Sekolah
103
Malam yang Menegangkan
104
Pertengkaran Kecil di Pinggir Jalan
105
Kejutan Manis di Malam Hari
106
Serunya Main Sepeda Bersama
107
Pesona Leher Laila yang Menggoda
108
Malam yang Tak Terduga
109
Kejutan di Balik Harapan
110
Bab 110: Kejutan di Tengah Jalan
111
Bab 111: Petualangan Tak Terduga
112
Bab 112: Rencana Kecil yang Membesar
113
Bab 113: Ketegangan yang Tak Terduga
114
Bab 114: Berpikir di Antara Rasa
115
Bab 115: Sebuah Langkah Lebih Dekat
116
Bab 116: Keraguan dan Harapan Baru
117
Bab 117: Kejutan Tak Terduga
118
Bab 118: Keberanian Gobed
119
Bab 119: Hari Pertama Sebagai Pasangan
120
Bab 120: Rencana Penuh Kejutan
121
Bab 121: Pertemuan yang Tak Terduga
122
Bab 122: Pertemuan yang Membawa Kenangan
123
Bab 123: Janji di Tengah Malam
124
Bab 124: Ini Adalah Salah Satu Hari Terindah Dalam Hidupku
125
Bab 125: Percakapan dalam Diam
126
Bab 126: Harapan dan Tantangan di Depan Mata
127
Bab 127: Menghadapi Perubahan dan Rencana Besar
128
Bab 128: Lezatnya Dunia Ini
129
Bab 129: Langkah Baru Menuju Impian
130
Bab 130: Meraih Asa Baru
131
Bab 131: Dalang di Balik Badai
132
Bab 132: Carl Johnson dan Shotgun Misterius
133
Bab 133: Carl Johnson dan Aksi Kejar-kejaran di Jalanan
134
Bab 134: Carl Johnson, Buronan Impossible
135
Bab 135: Aksi Carl Johnson yang Tak Terhentikan
136
Bab 136: Penerbangan Terakhir
137
Bab 137: Persahabatan di Kalimantan
138
Bab 138: Uang Hasil Rampasan yang Memikat
139
Bab 139: Sifat Yang Sulit Hilang
140
Bab 140: Tertarik Mandau
141
Bab 141: Carl Johnson Melatih Mandau nya Lagi Agar Bisa Disuruh
142
Bab 142: Kejaran yang Tak Pernah Berakhir
143
Bab 143: Polisi Jengkel!
144
Bab 144: Carl Johnson dan Pijatan Tak Terduga
145
Bab 145: Carl Johnson Menjadi Rambo
146
Bab 146: Taktik Brutal Carl Johnson
147
Bab 147: Kejutan Kedua
148
Bab 148: "Kejar-Kejaran Lautan"
149
Bab 149: "Menembus Batas Lautan"
150
Bab 150: "Sang Arsenal Hidup"
151
Bab 151: "Tantangan Terbesar Carl Johnson"
152
Bab 152: "Pelarian Malam Carl Johnson"
153
Bab 153: "Dendam Manis Carl Johnson"
154
Bab 154: "Amarah Kepala Kapolres"
155
Bab 155: "Carl Johnson dan Aksi Nekatnya di Markas Militer"
156
Bab 156: Kekacauan di SMK
157
Bab 157: "Petualangan Tak Terduga di Rumah Kosong"
158
Bab 158: Polwan-Polwan Dalam Ketegangan
159
Bab 159: Kisruh di Asrama Putri
160
Bab 160: Mencari Jati Diri
161
Bab 161: Carl Johnson yang Tak Terhentikan
162
Bab 162: Tak Terhentikan
163
Bab 163: Uang yang Hilang Secara Misterius
164
Bab 164: Carl Johnson Menghadapi Pengepungan
165
Bab 165: Kejaran Tanpa Harapan
166
Bab 166: Ketertarikan di Tengah Toko Roti
167
Bab 167: Tersekat dalam Oven
168
Bab 168: Gadis Berpaha Putih Mulus Dan Seksi Membuat Carl Johnson Tak Tahan
169
Bab 169: "Murka Sang Bapak"
170
Bab 170: "Mengejar Kebebasan"
171
Bab 171: Deru Adrenalin
172
Bab 172: "Rampok ATM Mandiri"
173
Bab 173: "Perang Besar di Tengah Kota"
174
Bab 174: Gadis Di Ranjang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!