Rezeki Tak Terduga

Gobed berjalan pulang dari sekolah dengan langkah pelan. Sepatu usangnya hampir jebol, solnya menganga di ujung kaki, dan tali sepatunya nyaris putus. Setiap kali ia mengangkat kakinya, sepatu itu menimbulkan bunyi ‘klek-klek’ yang semakin memperlihatkan betapa renta alas kaki itu. Tasnya yang sudah penuh tambalan bergoyang di punggungnya, berisi buku-buku yang sebagian besar sudah mulai robek karena sering terkena hujan.

Jalan yang dilalui Gobed bukan jalan yang ramai. Hanya ada beberapa rumah kecil yang berjajar di sepanjang jalan itu, sebagian besar tampak tua dan sudah usang, persis seperti kondisi keluarganya. Pikirannya melayang ke kejadian di rumahnya semalam. Pocongan itu memang menakutkan, tapi yang lebih menakutkan lagi bagi Gobed adalah kenyataan bahwa keluarganya sangat miskin. Mereka sering kali tidak punya cukup makanan untuk makan tiga kali sehari. Hari itu, mereka bahkan tidak sarapan sama sekali karena ayahnya, Jengkok, tidak berhasil menemukan barang bekas untuk dijual.

Gobed menghela napas panjang. Perutnya yang keroncongan semakin terasa nyeri. Ia mencoba mengabaikan rasa laparnya dengan melangkah lebih cepat, tapi kakinya mulai sakit karena sepatunya yang hampir tak berfungsi lagi.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di tepi jalan. Ia berhenti dan membungkuk, melihat lebih dekat apa yang baru saja ia temukan. Gobed terkejut, matanya membesar seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Di depan kakinya, tergeletak uang kertas. Dengan tangan gemetar, ia memungutnya.

"Astaga… lima puluh ribu!" bisiknya pelan, suaranya hampir tak terdengar. Matanya masih terpaku pada uang itu, seakan-akan ia tak berani mempercayainya. Ia memutar uang itu di tangannya, memastikan bahwa itu bukan mimpi.

Lima puluh ribu. Jumlah uang yang begitu besar bagi Gobed. Dengan uang sebanyak itu, keluarganya bisa membeli nasi dan lauk untuk beberapa hari. Gobed tidak bisa menahan perasaan harunya yang mulai membanjiri dadanya. Air matanya perlahan jatuh membasahi pipinya, dan tanpa bisa mengontrol dirinya, ia jatuh berlutut di tepi jalan.

"Sujud syukur…" bisiknya pelan, air matanya semakin deras mengalir. "Terima kasih, Tuhan. Terima kasih…"

Gobed menangis, tangisnya semakin lama semakin keras. Ia merasa seperti anak yang paling beruntung di dunia, tetapi di saat yang sama, ia juga merasa sangat sedih. Betapa sulitnya hidup mereka hingga menemukan uang lima puluh ribu saja sudah seperti menemukan harta karun yang tak ternilai harganya. Sambil memegang uang itu erat-erat di dadanya, ia terus menangis, rasa syukur dan kesedihan bercampur aduk dalam hatinya.

Ia teringat ibunya, Slumbat, yang tadi pagi terlihat sangat lemah karena tidak makan. Dan ayahnya, Jengkok, yang berjuang setiap hari mencari barang bekas untuk dijual, namun sering pulang dengan tangan kosong. Gobed ingin sekali memberikan uang itu kepada mereka, melihat senyum di wajah mereka setelah berhari-hari diliputi rasa putus asa.

“Ini seperti mukjizat, Tuhan…” ucap Gobed sambil terisak. Ia teringat cerita yang sering diceritakan ibunya tentang Tuhan yang selalu punya cara untuk membantu mereka yang kesulitan, dan hari ini, Gobed merasakan hal itu secara langsung.

Namun, di balik rasa syukurnya, ada perasaan sedih yang mendalam. Ia masih anak kecil, tapi sudah merasakan betapa beratnya hidup. Anak-anak seusianya mungkin sedang bermain atau menikmati jajanan, tapi Gobed memikirkan bagaimana keluarganya bisa makan hari ini.

Dengan air mata masih membasahi wajahnya, Gobed akhirnya berdiri. Ia memandang uang di tangannya untuk terakhir kalinya sebelum memasukkannya ke dalam saku. Langkahnya terasa lebih ringan, meski sepatu yang dipakainya masih sama rusaknya. Di dalam hati, ia berjanji akan memberikan uang itu langsung kepada ibunya ketika sampai di rumah.

Langit semakin mendung saat Gobed melanjutkan perjalanan. Hujan mulai turun, tapi Gobed tidak peduli. Tidak ada yang bisa mengalahkan rasa bahagianya saat itu. Meski air hujan membuat seragamnya basah, tapi senyum di wajahnya tidak pudar.

Ketika Gobed sampai di rumah, ia melihat ibunya sedang duduk di depan pintu, dengan wajah yang tampak lesu. Ibunya tersenyum kecil ketika melihat anaknya pulang, tapi Gobed tahu senyum itu adalah upaya untuk menyembunyikan kesedihan yang sebenarnya.

"Ibu, lihat!" seru Gobed sambil berlari mendekat. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan uang lima puluh ribu itu. "Aku menemukan ini di jalan!"

Slumbat terdiam, matanya membesar saat melihat uang di tangan Gobed. "Astaga… Gobed, kamu… kamu dapat dari mana?"

“Di jalan, Bu! Ini rezeki kita. Sekarang kita bisa makan!” jawab Gobed dengan suara penuh semangat.

Air mata langsung menggenang di mata Slumbat. Ia memandang uang itu dengan tatapan penuh haru, lalu menarik Gobed ke dalam pelukan erat. "Terima kasih, Tuhan… Terima kasih," gumamnya dengan suara serak.

Mendengar suara ribut di luar, Jengkok keluar dari dalam rumah. Ketika melihat apa yang terjadi, ia terkejut melihat Slumbat menangis sambil memeluk Gobed, sementara uang lima puluh ribu tergeletak di tangan istrinya.

"Apa yang terjadi?" tanya Jengkok, bingung.

Gobed menoleh ke arah ayahnya dengan senyum lebar. “Pak, aku menemukan uang di jalan! Lima puluh ribu!”

Jengkok mendekat, dan saat ia melihat uang itu, wajahnya berubah dari bingung menjadi penuh syukur. Ia mengangguk perlahan, kemudian menunduk dan menepuk kepala Gobed dengan lembut. "Kamu hebat, Nak. Tuhan tahu kita butuh pertolongan.”

Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, keluarga kecil itu bisa makan dengan tenang. Mereka duduk di meja makan yang sederhana, berbagi nasi, lauk, dan mendoan yang dibeli dari warung terdekat. Meski hanya makanan sederhana, tapi bagi mereka itu adalah pesta besar. Gobed, Slumbat, dan Jengkok makan dengan perasaan syukur yang mendalam.

Gobed duduk di sana, memandangi kedua orang tuanya yang tersenyum untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama. Di dalam hatinya, Gobed tahu bahwa meski hidup mereka penuh kesulitan, selalu ada harapan, dan selalu ada mukjizat kecil yang datang di saat-saat paling tidak terduga.

Malam semakin larut. Suara jangkrik terdengar nyaring di luar rumah, sementara angin malam berhembus lembut melalui celah-celah dinding bambu yang sudah mulai rapuh. Di dalam rumah kecil itu, suasana terasa lebih tenang setelah makan malam yang sederhana namun berarti bagi keluarga Jengkok. Gobed, yang kelelahan setelah hari yang panjang, memutuskan untuk tidur lebih dulu. Dengan perut kenyang, ia merebahkan tubuh kecilnya di atas tikar tipis yang sudah lusuh. Hanya dalam beberapa menit, napasnya sudah terdengar teratur, tanda bahwa ia sudah tenggelam dalam tidur lelap.

Di ruangan lain, Jengkok dan Slumbat masih duduk di meja makan. Sisa-sisa mendoan dan nasi yang mereka beli tadi masih tersisa sedikit di piring. Mereka berdua terdiam sejenak, hanya memandang piring-piring itu dengan tatapan yang penuh pikiran. Malam ini, berbeda dari malam-malam sebelumnya, ada sedikit kelegaan di hati mereka. Namun, di balik itu, perasaan yang tidak bisa dijelaskan juga muncul, campuran antara syukur, khawatir, dan sedih.

Slumbat akhirnya memecah keheningan. "Pak, aku masih gak percaya Gobed bisa nemuin uang sebanyak itu di jalan. Seperti mimpi aja rasanya."

Jengkok mengangguk pelan, wajahnya masih serius. "Iya, Bu. Aku juga. Anak kita memang beruntung. Kalau gak ada uang itu, kita mungkin masih kelaparan sekarang."

Slumbat menatap suaminya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Tapi, Pak, aku gak bisa nahan perasaan sedih ini. Cuma karena nemuin uang lima puluh ribu, kita semua bisa makan. Kita sampai harus nunggu mukjizat kaya gini buat bisa bertahan hidup."

Jengkok menarik napas panjang. Dalam diam, ia merasakan apa yang istrinya rasakan. Mereka telah berjuang begitu lama, mencoba bertahan dengan apa pun yang mereka bisa dapatkan, namun hidup mereka tetap terasa seperti berada di ujung tanduk setiap harinya.

"Aku ngerti, Bu. Aku ngerti," jawab Jengkok akhirnya, suaranya serak. "Kita sudah mencoba segala cara, tapi tetap aja susah. Aku juga merasa gagal sebagai kepala keluarga."

Slumbat menggelengkan kepalanya, mencoba menenangkan suaminya. "Pak, jangan bilang gitu. Kamu udah berusaha sebaik mungkin. Aku tahu itu. Setiap hari kamu keluar, ngumpulin barang bekas, bahkan kadang sampai gak tidur demi nyari apa aja yang bisa kita jual. Tapi hidup memang begini buat kita."

Jengkok menunduk, memandang kedua tangannya yang kasar dan penuh bekas luka. Tangan-tangan itulah yang telah berusaha keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga, namun tetap saja hasilnya seringkali jauh dari cukup. "Tapi, Bu... aku merasa Gobed gak seharusnya hidup seperti ini. Dia masih anak-anak, tapi dia udah tahu betapa beratnya hidup. Aku takut, Bu. Aku takut kalau dia terus hidup dalam kesulitan, dia gak akan punya masa depan yang lebih baik."

Air mata mulai mengalir di pipi Slumbat. Ia tahu betul bahwa suaminya selalu merasa bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada keluarga mereka. Tapi, di sisi lain, ia juga merasakan ketidakberdayaan yang sama. "Aku juga mikirin itu, Pak. Gobed masih kecil, tapi dia udah ngerasain lapar, ngerasain kesulitan yang mungkin gak dirasain sama anak-anak lain. Tapi kita gak punya pilihan lain, kan? Kita cuma bisa terus berusaha."

Jengkok menggenggam tangan Slumbat, mencoba menenangkan istrinya meski hatinya sendiri penuh dengan keraguan. "Iya, Bu. Kita harus kuat. Demi Gobed, demi masa depannya. Mungkin hari ini kita beruntung, tapi kita gak bisa terus berharap pada keberuntungan. Kita harus cari cara lain."

Slumbat menatap suaminya dengan mata yang masih basah, tapi ada sedikit harapan yang muncul di sana. "Apa kita harus coba hal lain, Pak? Mungkin... mungkin kita bisa mulai usaha kecil-kecilan. Apa aja, asal kita bisa nambah penghasilan."

Jengkok terdiam sejenak, merenungkan kata-kata istrinya. Pikiran untuk memulai sesuatu yang baru terasa menakutkan, tapi di sisi lain, itu juga mungkin satu-satunya jalan keluar dari kemiskinan yang membelenggu mereka.

"Aku akan coba pikirkan, Bu. Tapi kita harus realistis juga. Kita butuh modal, dan kita hampir gak punya apa-apa," jawab Jengkok dengan suara pelan, seolah tak ingin memadamkan secercah harapan yang baru saja muncul di mata istrinya.

Slumbat mengangguk, meski di dalam hatinya masih ada kekhawatiran. Mereka tahu bahwa tanpa modal, memulai usaha baru hampir mustahil. Tapi, mereka juga tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan. Meski sulit, mereka harus terus mencari cara untuk keluar dari lingkaran kemiskinan ini, demi masa depan Gobed.

Malam itu, setelah percakapan panjang yang penuh dengan perasaan campur aduk, Jengkok dan Slumbat akhirnya memutuskan untuk tidur. Namun, sebelum mereka masuk ke kamar, Jengkok mengambil satu keputusan penting dalam hatinya: esok hari, ia akan mencari cara, bagaimanapun caranya, untuk mengubah nasib keluarganya.

Mereka berdua berjalan pelan menuju kamar Gobed, di mana anak mereka sudah tertidur dengan tenang. Melihat wajah Gobed yang damai dalam tidurnya, Slumbat merasa seolah beban di pundaknya sedikit berkurang. Ia menunduk dan mencium kening anaknya dengan lembut, kemudian berbisik, "Tidur yang nyenyak, Nak. Ibu dan Bapak akan terus berjuang untukmu."

Jengkok memandang pemandangan itu dengan hati yang penuh haru. Di dalam kesunyian malam, ia merasakan kehangatan yang aneh, meski mereka tahu bahwa hari esok mungkin akan kembali membawa kesulitan. Tapi malam ini, mereka merasa lebih kuat, lebih siap untuk menghadapi apapun yang datang.

Dengan perasaan sedikit lebih ringan, Jengkok dan Slumbat berbaring di samping Gobed, dan meski pikiran mereka masih dipenuhi berbagai kekhawatiran, mereka akhirnya bisa tidur dengan sedikit lebih tenang, berharap esok hari akan membawa angin perubahan bagi keluarga kecil mereka.

Terpopuler

Comments

RJ 💜🐑

RJ 💜🐑

semoga rezekinya mereka lancar ya

2024-12-01

0

lihat semua
Episodes
1 Kehidupan di Ujung Gang Serta Kisah Jengkok dan Keluarga
2 Gobed Berangkat Ke Sekolahnya
3 Di Tertawakan Teman-Teman
4 Bau Mulut Yang Menyengat
5 Pocongan Berada Di Dapur Yang Kumuh
6 Perlindungan Ketat
7 Curhatan Dan Ketegangan Bu Guru
8 Rezeki Tak Terduga
9 Pagi Nomplok Dan Pocongan Usil
10 Keceriaan Si Pengepul Dan Gobed
11 Hari Yang Indah
12 Mimpi Tai Dan Rejeki Nomplok
13 Minggu Happy
14 Permulaan Yang Bagus
15 Makin Laris Deh
16 Momen Seru
17 Si Udin Pembawa Berkah
18 Kedatangan Pak Lurah
19 Gengsi Bu Lurah Selangit
20 Pencapaian Luar Biasa Dan Renovasi
21 Alarm Jadul
22 Beli HP Android Baru
23 Bapak Ibu Ku Bingung Dengan Android
24 Jengkok Dan Slumbat Semakin Bisa Memakai HP Android
25 Makin Mahir
26 Melejit Drastis
27 Sujud Syukur Yang Mengharukan Dan Si Preman Udin
28 Si Udin Yang Membara
29 Selamat Tinggal Sekolah Dasar
30 Kabar Warung Pak Jengkok Menyebar Luas
31 Kedatangan Pak Bupati
32 Beli Mobil Fortuner
33 Media Sosial Menembus Surga Dunia
34 Proyek Besar
35 Moment Haru Bersama Pemulung Tua
36 Inspirasi Pak Mamat
37 Pondasi Awal Restoran
38 Hampir Selesai Restorannya
39 Interior Megah
40 Eh Pada Melongo
41 Grand Opening
42 Meledak !!
43 Kehadiran Presiden
44 Boss Sultan
45 Liburan Dulu Guys
46 Gobed Makin Gedhe Dan Pandangan Pertama
47 Cinta Pertama Gobed
48 Fortuner Is The Best
49 Tembak Dooor Hehehe
50 Mengajak Ke Restorannya
51 Malu Ah
52 Lulus Dan Naik Kelas Diselimuti Cemburu Hebat
53 Makin Lengket
54 Polosnya Si Gobed
55 Cengingiran
56 Ke Bukit Sodom Dan Hangatnya Tubuh Laila
57 Pagi Bahagia
58 Perkembangan Restoran
59 Dari Fortuner Ke Pajero 2024
60 Keluarga Laila Terkejut
61 Introgasi Malam Ayah Laila: Cinta vs Janji
62 Malam yang Tidak Tenang
63 Pagi yang Ceria dan Selipan Humor
64 Pipi yang Digosok Cemburu
65 Kembali Ke Rumah dan Video Call Penuh Hasrat
66 Kesempatan Emas Di Akhir Pekan
67 Beraksi
68 Makin Tegang
69 Malam Tak Terlupakan
70 Kebangkitan Pagi di Bawah Satu Selimut
71 Pertandingan Nafas Basi Dan Kepanikan Mereka Atas Kecerobohan Gobed
72 Pagi yang Panik: Petualangan Penuh Tawa dan Ketegangan
73 Pamit dengan Ciuman dan Canda - Menyambut Pulang
74 Pengakuan dan Ketegangan & Kisah Cinta dan Keluarga
75 Nanas dan Sprite - Percobaan Unik Menghadapi Kekhawatiran
76 Spaghetti, Canda, dan Kenangan Panik - Sebuah Malam Bersama
77 Perang Nafas di Pagi Hari - Romantis, Tapi Bau!
78 Cinta di Sekolah Baru - Gobed dan Laila Satu Sekolah Lagi
79 Malam Penuh Kejutan - Dari Game Board hingga Makanan Tak Terduga
80 Cinta di Tengah Cemburu dan Tawa
81 Rindu Masakan dan Kebahagiaan Keluarga
82 Kisah Cinta Laila dan Gobed - Di Antara Cinta dan Keluarga
83 Ciuman Terlarang di Perpustakaan
84 Ciuman di Alun-Alun
85 Kebangkitan Cinta
86 Petualangan di Pagi Hari
87 Sore Semakin Syahdu
88 Laila Menatapnya Penuh Minat
89 Ujian Cinta
90 Manja dalam Cinta
91 Laila dan Bahasa "Lu Gue"
92 Gobed Kebelet
93 Tepokan Gemas di Bokong Laila
94 Kembali ke Realitas
95 Video Jahil yang Menggemparkan
96 Cemburu Membara
97 Kecelakaan Pintu yang Bikin Malu
98 Gobed Mengajak Cipokan Laila
99 Godaan Nakal di Telinga Laila
100 Kenangan Manis
101 Percakapan Konyol di Malam Minggu
102 Bisik-Bisik di Sekolah
103 Malam yang Menegangkan
104 Pertengkaran Kecil di Pinggir Jalan
105 Kejutan Manis di Malam Hari
106 Serunya Main Sepeda Bersama
107 Pesona Leher Laila yang Menggoda
108 Malam yang Tak Terduga
109 Kejutan di Balik Harapan
110 Bab 110: Kejutan di Tengah Jalan
111 Bab 111: Petualangan Tak Terduga
112 Bab 112: Rencana Kecil yang Membesar
113 Bab 113: Ketegangan yang Tak Terduga
114 Bab 114: Berpikir di Antara Rasa
115 Bab 115: Sebuah Langkah Lebih Dekat
116 Bab 116: Keraguan dan Harapan Baru
117 Bab 117: Kejutan Tak Terduga
118 Bab 118: Keberanian Gobed
119 Bab 119: Hari Pertama Sebagai Pasangan
120 Bab 120: Rencana Penuh Kejutan
121 Bab 121: Pertemuan yang Tak Terduga
122 Bab 122: Pertemuan yang Membawa Kenangan
123 Bab 123: Janji di Tengah Malam
124 Bab 124: Ini Adalah Salah Satu Hari Terindah Dalam Hidupku
125 Bab 125: Percakapan dalam Diam
126 Bab 126: Harapan dan Tantangan di Depan Mata
127 Bab 127: Menghadapi Perubahan dan Rencana Besar
128 Bab 128: Lezatnya Dunia Ini
129 Bab 129: Langkah Baru Menuju Impian
130 Bab 130: Meraih Asa Baru
131 Bab 131: Dalang di Balik Badai
132 Bab 132: Carl Johnson dan Shotgun Misterius
133 Bab 133: Carl Johnson dan Aksi Kejar-kejaran di Jalanan
134 Bab 134: Carl Johnson, Buronan Impossible
135 Bab 135: Aksi Carl Johnson yang Tak Terhentikan
136 Bab 136: Penerbangan Terakhir
137 Bab 137: Persahabatan di Kalimantan
138 Bab 138: Uang Hasil Rampasan yang Memikat
139 Bab 139: Sifat Yang Sulit Hilang
140 Bab 140: Tertarik Mandau
141 Bab 141: Carl Johnson Melatih Mandau nya Lagi Agar Bisa Disuruh
142 Bab 142: Kejaran yang Tak Pernah Berakhir
143 Bab 143: Polisi Jengkel!
144 Bab 144: Carl Johnson dan Pijatan Tak Terduga
145 Bab 145: Carl Johnson Menjadi Rambo
146 Bab 146: Taktik Brutal Carl Johnson
147 Bab 147: Kejutan Kedua
148 Bab 148: "Kejar-Kejaran Lautan"
149 Bab 149: "Menembus Batas Lautan"
150 Bab 150: "Sang Arsenal Hidup"
151 Bab 151: "Tantangan Terbesar Carl Johnson"
152 Bab 152: "Pelarian Malam Carl Johnson"
153 Bab 153: "Dendam Manis Carl Johnson"
154 Bab 154: "Amarah Kepala Kapolres"
155 Bab 155: "Carl Johnson dan Aksi Nekatnya di Markas Militer"
156 Bab 156: Kekacauan di SMK
157 Bab 157: "Petualangan Tak Terduga di Rumah Kosong"
158 Bab 158: Polwan-Polwan Dalam Ketegangan
159 Bab 159: Kisruh di Asrama Putri
160 Bab 160: Mencari Jati Diri
161 Bab 161: Carl Johnson yang Tak Terhentikan
162 Bab 162: Tak Terhentikan
163 Bab 163: Uang yang Hilang Secara Misterius
164 Bab 164: Carl Johnson Menghadapi Pengepungan
165 Bab 165: Kejaran Tanpa Harapan
166 Bab 166: Ketertarikan di Tengah Toko Roti
167 Bab 167: Tersekat dalam Oven
168 Bab 168: Gadis Berpaha Putih Mulus Dan Seksi Membuat Carl Johnson Tak Tahan
169 Bab 169: "Murka Sang Bapak"
170 Bab 170: "Mengejar Kebebasan"
171 Bab 171: Deru Adrenalin
172 Bab 172: "Rampok ATM Mandiri"
173 Bab 173: "Perang Besar di Tengah Kota"
174 Bab 174: Gadis Di Ranjang
Episodes

Updated 174 Episodes

1
Kehidupan di Ujung Gang Serta Kisah Jengkok dan Keluarga
2
Gobed Berangkat Ke Sekolahnya
3
Di Tertawakan Teman-Teman
4
Bau Mulut Yang Menyengat
5
Pocongan Berada Di Dapur Yang Kumuh
6
Perlindungan Ketat
7
Curhatan Dan Ketegangan Bu Guru
8
Rezeki Tak Terduga
9
Pagi Nomplok Dan Pocongan Usil
10
Keceriaan Si Pengepul Dan Gobed
11
Hari Yang Indah
12
Mimpi Tai Dan Rejeki Nomplok
13
Minggu Happy
14
Permulaan Yang Bagus
15
Makin Laris Deh
16
Momen Seru
17
Si Udin Pembawa Berkah
18
Kedatangan Pak Lurah
19
Gengsi Bu Lurah Selangit
20
Pencapaian Luar Biasa Dan Renovasi
21
Alarm Jadul
22
Beli HP Android Baru
23
Bapak Ibu Ku Bingung Dengan Android
24
Jengkok Dan Slumbat Semakin Bisa Memakai HP Android
25
Makin Mahir
26
Melejit Drastis
27
Sujud Syukur Yang Mengharukan Dan Si Preman Udin
28
Si Udin Yang Membara
29
Selamat Tinggal Sekolah Dasar
30
Kabar Warung Pak Jengkok Menyebar Luas
31
Kedatangan Pak Bupati
32
Beli Mobil Fortuner
33
Media Sosial Menembus Surga Dunia
34
Proyek Besar
35
Moment Haru Bersama Pemulung Tua
36
Inspirasi Pak Mamat
37
Pondasi Awal Restoran
38
Hampir Selesai Restorannya
39
Interior Megah
40
Eh Pada Melongo
41
Grand Opening
42
Meledak !!
43
Kehadiran Presiden
44
Boss Sultan
45
Liburan Dulu Guys
46
Gobed Makin Gedhe Dan Pandangan Pertama
47
Cinta Pertama Gobed
48
Fortuner Is The Best
49
Tembak Dooor Hehehe
50
Mengajak Ke Restorannya
51
Malu Ah
52
Lulus Dan Naik Kelas Diselimuti Cemburu Hebat
53
Makin Lengket
54
Polosnya Si Gobed
55
Cengingiran
56
Ke Bukit Sodom Dan Hangatnya Tubuh Laila
57
Pagi Bahagia
58
Perkembangan Restoran
59
Dari Fortuner Ke Pajero 2024
60
Keluarga Laila Terkejut
61
Introgasi Malam Ayah Laila: Cinta vs Janji
62
Malam yang Tidak Tenang
63
Pagi yang Ceria dan Selipan Humor
64
Pipi yang Digosok Cemburu
65
Kembali Ke Rumah dan Video Call Penuh Hasrat
66
Kesempatan Emas Di Akhir Pekan
67
Beraksi
68
Makin Tegang
69
Malam Tak Terlupakan
70
Kebangkitan Pagi di Bawah Satu Selimut
71
Pertandingan Nafas Basi Dan Kepanikan Mereka Atas Kecerobohan Gobed
72
Pagi yang Panik: Petualangan Penuh Tawa dan Ketegangan
73
Pamit dengan Ciuman dan Canda - Menyambut Pulang
74
Pengakuan dan Ketegangan & Kisah Cinta dan Keluarga
75
Nanas dan Sprite - Percobaan Unik Menghadapi Kekhawatiran
76
Spaghetti, Canda, dan Kenangan Panik - Sebuah Malam Bersama
77
Perang Nafas di Pagi Hari - Romantis, Tapi Bau!
78
Cinta di Sekolah Baru - Gobed dan Laila Satu Sekolah Lagi
79
Malam Penuh Kejutan - Dari Game Board hingga Makanan Tak Terduga
80
Cinta di Tengah Cemburu dan Tawa
81
Rindu Masakan dan Kebahagiaan Keluarga
82
Kisah Cinta Laila dan Gobed - Di Antara Cinta dan Keluarga
83
Ciuman Terlarang di Perpustakaan
84
Ciuman di Alun-Alun
85
Kebangkitan Cinta
86
Petualangan di Pagi Hari
87
Sore Semakin Syahdu
88
Laila Menatapnya Penuh Minat
89
Ujian Cinta
90
Manja dalam Cinta
91
Laila dan Bahasa "Lu Gue"
92
Gobed Kebelet
93
Tepokan Gemas di Bokong Laila
94
Kembali ke Realitas
95
Video Jahil yang Menggemparkan
96
Cemburu Membara
97
Kecelakaan Pintu yang Bikin Malu
98
Gobed Mengajak Cipokan Laila
99
Godaan Nakal di Telinga Laila
100
Kenangan Manis
101
Percakapan Konyol di Malam Minggu
102
Bisik-Bisik di Sekolah
103
Malam yang Menegangkan
104
Pertengkaran Kecil di Pinggir Jalan
105
Kejutan Manis di Malam Hari
106
Serunya Main Sepeda Bersama
107
Pesona Leher Laila yang Menggoda
108
Malam yang Tak Terduga
109
Kejutan di Balik Harapan
110
Bab 110: Kejutan di Tengah Jalan
111
Bab 111: Petualangan Tak Terduga
112
Bab 112: Rencana Kecil yang Membesar
113
Bab 113: Ketegangan yang Tak Terduga
114
Bab 114: Berpikir di Antara Rasa
115
Bab 115: Sebuah Langkah Lebih Dekat
116
Bab 116: Keraguan dan Harapan Baru
117
Bab 117: Kejutan Tak Terduga
118
Bab 118: Keberanian Gobed
119
Bab 119: Hari Pertama Sebagai Pasangan
120
Bab 120: Rencana Penuh Kejutan
121
Bab 121: Pertemuan yang Tak Terduga
122
Bab 122: Pertemuan yang Membawa Kenangan
123
Bab 123: Janji di Tengah Malam
124
Bab 124: Ini Adalah Salah Satu Hari Terindah Dalam Hidupku
125
Bab 125: Percakapan dalam Diam
126
Bab 126: Harapan dan Tantangan di Depan Mata
127
Bab 127: Menghadapi Perubahan dan Rencana Besar
128
Bab 128: Lezatnya Dunia Ini
129
Bab 129: Langkah Baru Menuju Impian
130
Bab 130: Meraih Asa Baru
131
Bab 131: Dalang di Balik Badai
132
Bab 132: Carl Johnson dan Shotgun Misterius
133
Bab 133: Carl Johnson dan Aksi Kejar-kejaran di Jalanan
134
Bab 134: Carl Johnson, Buronan Impossible
135
Bab 135: Aksi Carl Johnson yang Tak Terhentikan
136
Bab 136: Penerbangan Terakhir
137
Bab 137: Persahabatan di Kalimantan
138
Bab 138: Uang Hasil Rampasan yang Memikat
139
Bab 139: Sifat Yang Sulit Hilang
140
Bab 140: Tertarik Mandau
141
Bab 141: Carl Johnson Melatih Mandau nya Lagi Agar Bisa Disuruh
142
Bab 142: Kejaran yang Tak Pernah Berakhir
143
Bab 143: Polisi Jengkel!
144
Bab 144: Carl Johnson dan Pijatan Tak Terduga
145
Bab 145: Carl Johnson Menjadi Rambo
146
Bab 146: Taktik Brutal Carl Johnson
147
Bab 147: Kejutan Kedua
148
Bab 148: "Kejar-Kejaran Lautan"
149
Bab 149: "Menembus Batas Lautan"
150
Bab 150: "Sang Arsenal Hidup"
151
Bab 151: "Tantangan Terbesar Carl Johnson"
152
Bab 152: "Pelarian Malam Carl Johnson"
153
Bab 153: "Dendam Manis Carl Johnson"
154
Bab 154: "Amarah Kepala Kapolres"
155
Bab 155: "Carl Johnson dan Aksi Nekatnya di Markas Militer"
156
Bab 156: Kekacauan di SMK
157
Bab 157: "Petualangan Tak Terduga di Rumah Kosong"
158
Bab 158: Polwan-Polwan Dalam Ketegangan
159
Bab 159: Kisruh di Asrama Putri
160
Bab 160: Mencari Jati Diri
161
Bab 161: Carl Johnson yang Tak Terhentikan
162
Bab 162: Tak Terhentikan
163
Bab 163: Uang yang Hilang Secara Misterius
164
Bab 164: Carl Johnson Menghadapi Pengepungan
165
Bab 165: Kejaran Tanpa Harapan
166
Bab 166: Ketertarikan di Tengah Toko Roti
167
Bab 167: Tersekat dalam Oven
168
Bab 168: Gadis Berpaha Putih Mulus Dan Seksi Membuat Carl Johnson Tak Tahan
169
Bab 169: "Murka Sang Bapak"
170
Bab 170: "Mengejar Kebebasan"
171
Bab 171: Deru Adrenalin
172
Bab 172: "Rampok ATM Mandiri"
173
Bab 173: "Perang Besar di Tengah Kota"
174
Bab 174: Gadis Di Ranjang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!