Daisy yang membawa tas forensiknya kemana-mana seperti kebiasaannya, langsung mengambil sarung tangan lateks serta penutup sepatu dari plastik dan mengikuti Dokter Wayan. Dokter forensik senior itu melirik ke arah Daisy yang berjalan berhati-hati untuk tidak menginjak jejak darah.
"Dokter Daisy dokter forensik dimana ?" tanya Dokter Wayan ke Daisy yang sedang memeriksa korban kedua.
"Di Turin Italia. Dokter Wayan, ini berapa korban ?" tanya Daisy sambil memeriksa korbannya.
"Satu keluarga. Ini ayahnya. Ibunya yang sedang anda periksa, lalu dua anaknya di dalam kamar lantai dua."
Daisy mengernyitkan dahinya. "Katanya ada korban selamat?"
"Anak yang paling besar."
Daisy mengangguk lalu memeriksa korbannya. "Pukulan di kepala." Daisy merasakan tulang tengkorak korban itu retak. "Apakah senjata pembunuhnya ditemukan Dok ?"
"Apa yang anda temukan dokter Daisy ?"
"Sepertinya korban dipukul dengan benda tumpul. Saya tahu di Indonesia jarang ada kasus pembunuhan dengan tongkat baseball ... Sepertinya kena pukulan palu..." Daisy menatap dokter berdarah Bali itu. "Tengkoraknya sampai retak."
Dokter Wayan tersenyum. "Ada palu bersimbah darah memang."
Daisy mengangguk. "Saya perkirakan ada empat sampai lima pukulan ..." Daisy melihat jumlah genangan darah dari luka kepala korban.
"Dokter Daisy, maukah anda membantu saya mengautopsi para korban? Saya butuh bantuan karena asisten saya kecelakaan gara-gara olah raga ekstrim." Dokter Wayan menatap gadis berdarah Italia itu.
"Dengan senang hati, Dokter Wayan," jawab Daisy manis.
***
Dokter Lucky berjibaku dengan petugas ambulance untuk menyelamatkan nyawa korban yang masih hidup. Setelah stabil, Dokter Lucky meminta ambulans segera membawa ke RS Bhayangkara untuk menemui dokter Rahmat, dokter senior disana.
Iptu Fariz yang sudah selesai melakukan canvasing ke para tetangga, lalu menghampiri dokter Lucky yang sedang melepaskan sarung tangan lateksnya.
"Bagaimana kondisi korban Dok?"
"Insyaallah, akan hidup. Ini bagaimana ceritanya ?" tanya Dokter Lucky.
"Yang utama dok, bagaimana bisa Dokter bawa istri cantik begitu ?" goda Iptu Fariz.
"Yaaaa... banyak beramal, rajin menabung dan selalu imut pada semua orang..." jawab Dokter Lucky. "Heh ! Kok malah tanya aku !"
Iptu Fariz cekikikan.
"Ini gimana ceritanya wahai Iptu Fariz bukan RM ?" tanya Dokter Lucky sebal.
"Jadi pagi ini tetangga dihebohkan dengan keluarnya si anak sulung itu dengan bersimbah darah dan langsung pak RT memanggil kami. Saat kami tiba bersamaan dengan ambulans, lalu menghubungi dokter. Sepertinya perampokan yang gagal ..." jawab Iptu Fariz.
Dokter Lucky melihat ke rumah dua lantai itu. Tidak terlihat keluarga kaya seperti keluarga nya Shea, Ryuga, Seiya atau Alfie. Apalagi keluarganya Jeng Daisy.
"Memang ayah korban bisnis apa?" tanya Dokter Lucky sambil mengenakan sarung sepatu khusus untuk masuk ke dalam TKP.
"Kabarnya sih bandar judi, dok ..." bisik Iptu Fariz yang melakukan hal sama sebelum masuk ke TKP.
Dokter Lucky melihat istrinya tampak sibuk memeriksa jenazah para korban dan memperbolehkan pihak koroner membawa dua jenazah yang tua ke mobil jenazah, sementara dokter Wayan tidak terlihat diantara Daisy dan petugas CSI yang sibuk mengumpulkan barang bukti.
"Dok Wayan kemana Jeng Daisy ?" tanya Dokter Lucky sambil berjalan hati-hati agar tidak merusak TKP.
"Di lantai atas. Ada dua korban lagi. Katanya anak-anak..." jawab Daisy.
Iptu Fariz melongo saat mendengar Dokter Lucky memanggil Daisy seperti itu.
"Jeng?"
Dokter Lucky dan Daisy menoleh ke polisi muda itu.
"Memang kenapa ?" balas Dokter Lucky judes.
"Nggak dok. Biasanya babe, atau yank, atau honey..."
"Babe ?! Babeh Sabeni atau Babe yang film babi itu?" tanya Dokter Lucky membuat Daisy tersenyum simpul.
Entah kenapa Dokter Lucky langsung bahagia melihat istrinya mau tersenyum.
"Dok Lucky jadul ih !"
"Bodo amat ! Sekarang dimana korbannya?" sungut Dokter Lucky.
"Di lantai atas Dok," jawab Daisy sambil berjalan menuju tangga.
"Lha kok Dokter Daisy manggil suaminya Dok?" protes Iptu Fariz.
"Menghormati profesi," jawab Daisy santai.
Dokter Lucky tampak manyun karena Daisy seolah tidak membaca kode darinya.
Duh, mbok ya panggil aku mas tho jeng Daisy ...
***
Dokter Lucky bersama Daisy hanya bisa menghela nafas panjang saat melihat dua anak laki-laki yang meninggal di atas tempat tidurnya.
"Blunt force trauma ( luka akibat pukulan beda tumpul ) juga dok ?" tanya Daisy.
"Yes, Dokter Daisy. Sepertinya menggunakan alat yang sama. Palu," jawab Dokter Wayan.
"Siapa yang tewas terlebih dahulu?" tanya Iptu Fariz.
"Berdasarkan dari suhu hati keempat korban tewas, hampir bersamaan tapi nanti bisa kita periksa lebih lanjut di ruang forensik."
Daisy mendekati korban yang diperkirakan masih berusia sepuluh dan dua belas tahun. Dokter forensik itu memeriksa dengan teliti termasuk dari pupil mata mereka.
"Dok, mereka sepertinya tidak sadar saat dipukul."
"Apa maksud anda Dokter Daisy ?" tanya Dokter Wayan.
"Pupilnya lihat dok. Traumanya tidak seperti saat sadar seperti kedua orangtuanya."
Dokter Wayan mendekat dan melihat dengan senternya. "Menurut anda ... Mereka dibius?"
Daisy menatap horor ke dokter senior itu. "Apa yang terjadi disini, Dok?"
Dokter Lucky dan Iptu Fariz saling berpandangan.
***
RS Bhayangkara Jakarta
Dokter Lucky duduk di kursi kerjanya sambil tercenung memikirkan kasus tadi. Bagaimana bisa satu keluarga dibunuh ? Apa motifnya ? Sayangnya ini bukan kasus dingin jadi tim rusuh itu tidak menghandlenya. Aaahhh... Kangen tim kasus dingin...
"Gak jadi cuti kamu ya, Dokter Lucky ?"
Dokter Lucky mendongakkan wajahnya dan melihat seniornya, Dokter Rahmat, masuk ke ruang kerja semua dokter umum.
"Gak jadi dok. Harusnya kan aku masuk shift sore... Eh masuk awal terus harus menunggu istriku selesai autopsi para korban..."
Dokter Rahmat melongo. "Wait... Istri ?"
"Eh?"
"Beneran kamu sudah menikah ?"
"Sudah dong dok. Sama anak Mafioso," jawab Dokter Lucky bangga.
Dokter Rahmat melongo. "Serius ?"
"Serius ... Keponakannya Pak Lachlan."
Dokter Rahmat menepuk jidatnya. "Gila lu bisa menjadi bagian keluarga Sultan itu."
Dokter Lucky hanya tersenyum namun tiba-tiba ponselnya berdering. "Sorry Dok..." Pria itu mengangkat ponselnya. "Ya Jeng Daisy? Ke ruang forensik Polda ? Oke ..." Dokter Lucky mematikan ponselnya.
"Istrimu?"
"Iya. Sorry Dok. Istriku membutuhkan aku." Dokter Lucky segera mengambil jasnya.
***
Gedung Autopsi Polda Metro Jaya
Dokter Lucky berdiri di depan ruang autopsi dan menunggu Daisy keluar dari sana. Mendengar suara istrinya itu, membuat Dokter Lucky cemas.
Dokter Lucky
Tak lama Daisy pun keluar dan wajahnya seperti hendak menangis.
"Jeng Daisy... Ada apa ?"
Daisy tidak menjawab namun langsung memeluk Dokter Lucky.
"Eh? Kok peluk aku kenapa?" tanya Dokter Lucky bingung tapi membalas pelukan Daisy.
Daisy hanya menangis di pelukan Dokter Lucky.
***
Yuhuuuu up Siang Yaaaaaaaa gaeeesss
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️ 🙂 ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Noey Aprilia
Naaahhh....
kl dpt plukan,bru lucky....kmrn2 mh apes....🤣🤣🤣....
Btw....ko criga sm anknya yg msih hdp,jgn2 dia plakunya....
2024-09-15
1
Sayem Sayem
Alhamdulillah GGL shif sore mlh dpt pelukan dr istri ny wes nikmati wae kpn d peluk istri ny d dpn umum... sedikit kemajuan lh
2024-09-15
1
Tri Yoga Pratiwi
sengsara membawa nikmat ini 🤭
2024-09-14
1