MISTERI PUSTU TUA
Dini tersenyum menatap bangunan sederhana yang akan menjadi tempat tinggalnya selama ia mendapatkan tugas di daerah itu.
Ia melangkahkan kakinya mendekati pintu bercat putih yang sepertinya baru di perbarui karena masih tercium aroma cat.
Dini membuka pintu itu dan masuk ke dalam, ia memindai ruang tamu yang tidak besar, hanya ada kursi bambu dan juga meja yang juga terbuat dari bambu, ia masuk ke dalam kamar yang berada di samping ruang tamu itu.
Cukup nyaman meskipun ranjangnya menggunakan ranjang usang dan kasur kapuk yang sudah tidak empuk. Ia membuka jendela dan menghirup udara yang masih terlihat asri. Di sebelah kamar nya terdapat kebun kopi milik warga kampung.
Tempat tinggalnya berada di tengah kebun kopi yang bertetangga dengan 4 orang rumah lainnya.
Mayoritas warga di kampung di desa Kenanga ini memang merupakan petani kopi. Desa ini berada di puncak bukit sehingga udara nya masih terlihat sejuk dan dingin.
Dini membuka lemari kayu dan menata pakaian nya yang ia bawa ke dalam lemari itu. setelah itu Dini bersiap untuk menuju ke rumah warga yang menjadi tetangganya untuk berkenalan. Kebetulan ia membawa beberapa makanan khas dari daerahnya yang sengaja akan ia bagikan pada tetangganya.
"Permisi!" Dini mengetuk salah satu rumah yang berada tepan di sebelahnya.
"Iya!" seorang wanita berumur 30 an membuka kan pintu.
"Mbak kenalkan, saya Dini. Dokter baru yang bertugas di Pustu Kenanga!" Dini mengulurkan tangannya mengenalkan dirinya.
Wanita itu menyambut ramah sapaan Dini. Ia membalas uluran tangan Dini dan membawa Dini agar masuk ke dalam rumah nya.
Wanita itu bernama Rita, ia merupakan warga asli yang memiliki seorang suami dan 2 orang anak berusia 6 dan 3 tahun.
Mereka mengobrol selama kurang lebih satu jam, beberapa warga juga ikut menimbrung di rumah Rita hingga Dini tidak perlu mendatangi rumah mereka satu persatu.
.
Malam harinya sekitar pukul 7 malam, Dini bersiap menuju ke Pustu yang jaraknya sekitar 100 meter dari tempat tinggalnya. Ia menuju ke Pustu tersebut dengan berjalan kaki karena memang dekat.
Dini merasakan kampung Kenanga ini lumayan terang meskipun sepi. PLN sudah mulai masuk ke kampung ini namun penduduk nya masih terbilang sepi.
Saat musim panen kopi tiba biasanya kampung ini menjadi ramai karena mereka yang berada di luar kampung akan datang untuk memanen kopi di kebun mereka, setelah musim panen selesai mereka akan kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing.
Sesampainya di Pustu Dini sudah melihat seorang bidan bernama Kanaya yang sudah datang.
"Sudah dari tadi Nay?" tanya Dini dan meletakkan tas diatas meja.
"Baru aja over sip sama dokter Rinto kak." jawab Kanaya.
Dini mengangguk dan mulai mempersiapkan keperluan yang perlu di siapkan.
Ada atau tidak adanya pasien malam ini, semua keperluan alat medis harus di persiapkan.
Saat sedang mengeluarkan beberapa alat medis dari dalam tempat sterilisasi, mereka mendengar ada andong yang berhenti di depan Pustu.
Mereka berdua keluar dan melihat ada seorang pasien hamil yang sepertinya akan melahirkan.
"Kanaya, ambil kursi roda." Titah Dini.
"Baik kak!" Kanaya sigap mengambil kursi roda lalu membawanya ke hadapan andong.
Pasien wanita yang memakai pakaian khas kerajaan itu merintih kesakitan sambil memegangi perutnya.
Ada 3 orang lainnya yang mengantarkan pasien tersebut, mereka semua memakai pakaian seperti pada jaman kerajaan.
Dini dan Kanaya tak banyak bertanya dan langsung membawa pasiennya menuju ke ruang bersalin.
Saat sedang mempersiapkan keperluan untuk bersalin. Dini melihat ekspresi kedua orang yang mengantarkan pasien wanita itu yang diam tak mengatakan apapun. Tak ada raut cemas atau bahagia karena akan menyambut kelahiran bayi.
Tak mau ambil pusing Dini langsung kembali ke ruang bersalin disana Kanaya sudah membimbing pasiennya untuk mengejan karena pembukaan sudah lengkap.
Setelah beberapa saat kemudian, bayi itu telah lahir.
Dini dan Kanaya melihat keanehan pada pasiennya karena pasien itu memakan kembang setaman yang di bawakan oleh ibu mertuanya. Sementara pria yang menjadi suaminya menimang bayi mereka tanpa ekspresi, ekspresi mereka bertiga sama-sama datar dan tidak menandakan adanya raut bahagia karena bayi mereka telah lahir.
Karena lelah telah membantu pasien melahirkan Dini dan Kanaya memutuskan untuk tidur karena hari sudah menunjukan pukul 1 dini hari.
"Mas, kami ada di ruangan sebelah sana ya. nanti kalo butuh apa-apa ketuk aja pintunya." kata Dini. Ia harus izin karena tidak ingin keluarga pasiennya mencarinya saat nanti mereka membutuhkan Dini dan Kanaya.
Pria itu mengalihkan atensinya pada Kanaya dan Dini lalu memberikan beberapa lembar uang pada mereka berdua.
"Terimakasih karena sudah membantu persalinan istri saya dengan selamat. Ini uang untuk membayar tenaga kalian. Kami akan pulang malam ini juga." kata pria itu dengan nada datar dan ekspresi yang juga datar.
Dini dan Kanaya merasa heran melihat mereka bertiga pergi dari ruang perawatan, pasiennya yang baru melahirkan juga tidak ada ekspresi kesakitan seperti wanita yang baru melahirkan pada umumnya.
Karena merasa heran mereka berdua hanya terdiam melihat pasiennya pergi setelah melahirkan sebelum melalui fase observasi selama 2 jam pasca melahirkan. Saat pasiennya telah menaiki andong, barulah Dini dan Kanaya tersadar kembali dan mereka berlari mengejar andong yang sudah berjalan.
Dan saat sampai di kegelapan malam, Andong tersebut menghilang seperti di telan kegelapan.
Tiba-tiba angin berhembus meniup wajah mereka hingga rambut mereka berterbangan dan membuat bulu kuduk mereka merinding.
"Mereka itu manusia kan kak?" tanya Kanaya yang ketakutan.
Dini masih menatap ke jalanan tempat andong itu pergi dan menggendik kan bahunya.
"Entah, kalo emang manusia Alhamdulillah. Kalo demit ya mudah-mudahan nggak ganggu kita, kita kan niatnya baik, bantu persalinan wanita itu. Sudah tidak perlu di ambil pusing sebaiknya kita masuk ke dalam.
Mereka berdua masuk ke dalam Pustu dan menempati ruangan khusus petugas medis beristirahat.
Mereka berdua tidur di lantai dengan menggunakan kasur lantai yang telah di sediakan.
Dini mengeluarkan uang pemberian suami wanita tadi dari dalam kantong almamaternya dan terkejut melihat uang uang itu berubah menjadi daun kering.
"Astaghfirullah, Kanaya. Kamu liat kan tadi pria itu memberikan kita uang asli berwarna merah?" tanya Dini tak percaya.
"Liat kok kak, gimana ceritanya bisa jadi daun?" tanya Rita penasaran.
"Entahlah, yang jelan pasien tadi memang agak misterius banget." Kata Dini dah membuang daun itu ke tempat sampaih.
"Sudah lah nay, sebaiknya kita tidur lagi aja ya. Kamu ngantuk kan pastinya. besok kita bahas tanya sama pak RT masalah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
░▒▓█►─═HeSideMySelf ═─◄█▓▒░
mo baca tapi horror /Facepalm//Grin/nanti paranoid ku kumat
2024-11-13
1
Imaz Ajjah
belum apa" sudah d pertemukan dengan hantu....😨😱😱
2024-11-26
0
kuaci
aku mampir thor
2024-11-01
0