Thomas ikut bergabung dalam sebuah misi ke Filipina. Ia sedang berada di pesawat jet bersama Valery. Sepanjang perjalanan Ia tertidur karena kelelahan.
Tiba-tiba tubuhnya nampak bergerak dengan gelisah. Keringat mengucur di pelipisnya. Padahal kondisi AC di pesawat itu termasuk dingin.
"Sarah..." Teriak Thomas yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya dengan nafas yang memburu.
"Kenapa Thomas?" Tanya Valery saat mendengar Thomas berteriak.
Thomas masih nampak belum tenang. Ia coba mengatur nafasnya. "Aku mimpi buruk tentang Sarah."
Valery memutar bola mata malas. "Kamu terlalu memikirkannya Thomas. Itu terbawa hingga ke alam bawah sadarmu. Kamu bisa sakit jika terus begini. Cobalah untuk lebih merelakannya."
"Aku hanya takut sesuatu terjadi pada Sarah. Di mimpiku dia sedang menangis meminta tolong padaku."
"Kamu harus fokus pada misi ini Thomas. Jika kamu tidak sanggup, maka aku akan coba hubungi Charlie untuk minta Roni menggantikanmu."
"Tidak Valery. Aku masih sanggup. Jangan merepotkan Roni. Selama ini aku sudah sering cuti dari misi."
"Baiklah. Tapi tenangkan dirimu dulu. Setelah selesai dengan misi ini, saranku kamu pergi ke Singapura dan lihat kondisi istrimu dari jauh."
Thomas hanya mengangguk.
***
2 Hari kemudian.
Thomas dan Valery sudah kembali dari misi yang ditugaskan. Keduanya berhasil menggagalkan perdagangan obat terlarang berskala internasional. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat untuk kembali ke markas di Hongkong.
Thomas terlihat murung. Ia hanya menatap ke arah jendela sepanjang perjalanan.
"Thomas. Apakah kamu jadi melihat istrimu di Singapura?" Tanya Valery.
Lalu Thomas mengalihkan pandangannya pada Valery yang ada di bangku sebelahnya.
"Aku ingin sekali melihatnya. Tapi aku ragu Charlie akan mengizinkan aku karena aku baru kembali ke markas lagi."
Valery mengukir senyum di wajahnya.
"Tenang saja. Percayakan padaku."
Thomas tidak menggubris maksud ucapan Valery. Ia sudah putus harapan untuk bisa menemui Sarah di Singapura.
Setibanya di markas
Valery dan Thomas langsung menuju ke ruangan Charlie untuk melaporkan misi yang baru saja mereka selesaikan.
"Charlie, aku ingin tidak bisa menjalankan misi terkait Tuan Martin. Aku harus hadir diacara ulang tahun ibuku."
Charlie menatap tajam pada Valery. "Kenapa tiba-tiba kamu mundur dari misi demi ulang tahun ibumu. Bukankah kamu biasanya enggan hadir setiap tahunnya?"
"Oh ayolah Charlie, aku bukan tidak mau hadir. Selama 4 tahun ini aku tidak merayakan bersamanya. Kali ini dia memohon agar aku datang. Selain itu aku akan dikenalkan dengan pria muda yang tampan. Kau tau kan kelemahanku?"
Charlie hanya menggeleng. "Stop bermain dengan banyak pria Valery. Apa kau tidak takut terkena penyakit? Awas nanti kau terjebak dan jatuh cinta pada seorang pria."
Valery hanya tersenyum kecut. "Apa katamu? Aku? Jatuh cinta? Tidak akan pernah! Mereka hanya aku butuhkan saat hasratku sedang menggebu-gebu."
Charlie hanya menghela nafas melihat kelakuan Valery.
"Baiklah. Kali ini aku ijinkan. Aku akan hubungi Roni atau Edward untuk menggantikanmu."
"Tidak... Jangan mereka. Lebih baik Thomas saja. Thomas sudah pernah menangkap kaki tangan Tuan Martin sebelumya. Dia akan lebih paham taktik yang harus digunakan."
Thomas sejak tadi tidak memperhatikan obrolan antara Valery dan Charlie. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri tentang keadaan Sarah.
"Charlie, kau tidak lihat dia? Biarkan dia sekaligus menengok istrinya dari jauh. Setelahnya dia akan lebih semangat menjalankan misinya di sana." Pinta Valery.
Pandangan Charlie beralih menatap ke arah Thomas yang seperti tidak memiliki semangat hidup. Ia sangat paham bagaimana rasanya terpisah dari istri yang begitu dicintai.
"Baiklah. Thomas yang akan ikut misi ini. Kau siap kan Thomas?" Tanya Charlie.
Thomas masih diam saja ketika Charlie bertanya.
Tiba-tiba kepalanya di pukul oleh Valery.
"Hei cepat jawab iya, sebelum aku dan Charlie berubah pikiran."
Thomas tersentak dari lamunannya.
"Aww... Kenapa kamu memukulku?"
"Aku sudah meminta Charlie bertukar misi denganmu. Besok kamu berangkat untuk misi terkait jaringan Tuan Martin di singapura. Sekalian melihat keadaan istrimu dari jauh. Apa kamu tidak mau?"
Mendengar ucapan Valery. Mata Thomas langsung berbinar. Seketika Ia seperti mendapat energi tambahan dalam dirinya.
"Benarkah itu? Aku sangat mau. Terima kasih Valery. Terima kasih Charlie."
Charlie hanya mengulas senyum tipis. "Ya, aku bisa apalagi jika kalian sudah saling bantu dan melindungi begini. Sungguh persahabatan yang sejati."
"Tapi kau harus berjanji padaku Thomas. Selesaikan dulu misinya, baru pergi menemui istrimu. Aku minta kamu fokus pada misi ini. Mengingat Tuan Martin bukan lawan yang mudah. Jika kamu berhasil dalam misi ini. Aku berikan kamu waktu ekstra 1 hari untuk menguntit istrimu sampai kamu puas. Bagaimana?"
"Baiklah Charlie, aku setuju."
"Waktu misimu hanya 2x24 jam. Aku minta setidaknya 2 dari 5 titik berhasil di lumpuhkan.
"Baik Charlie, aku akan berusaha semaksimal mungkin. Terima kasih atas pengertianmu."
"Ingat pesanku Thomas. Tetap jaga jarak dengan istrimu demi keamanannya. Aku takut dia dalam bahaya jika Tuan Martin sampai tau dia berhubungan denganmu."
"Baik Charlie. Aku selalu mengingat nasehatmu."
***
Keesokan harinya, Thomas sudah berada dalam perjalanan menuju Singapura. Ia sudah sangat bersemangat dalam misi kali ini. Bayangan wajah Sarah semakin sering terlintas di benaknya.
"Sayang, aku tidak sabar melihatmu. Semoga kabarmu baik-baik saja ya." Lirih Thomas sambil menatap ponsel yang menampilkan potret Sarah yang sedang tersenyum.
Setelah tiba di Singapura, Thomas menepati janjinya pada Charlie. Ia menjalankan misinya dan berhasil melumpuhkan 4 titik sekaligus dalam waktu 2 hari saja.
Charlie sangat puas dengan kinerja Thomas. Ia pun langsung menghubungi Thomas.
"Kau luar biasa Thomas. Aku menambah waktu liburmu menjadi 2 hari. Nikmati waktu itu untuk melihat istrimu sampai puas. Tapi tetap ingat nasehatku kemarin.
"Baiklah Charlie. Terima kasih."
Thomas pun mengakhiri panggilannya dengan Charlie.
"Aww..."Thomas mengerang kesakitan pada bahunya yang sempat tertembak oleh anak buah Tuan Martin.
"Sebaiknya kau ke rumah sakit sekarang. Aku tau rumah sakit yang biasa menangani anggota kita saat terluka." Ucap Ruben, salah satu bawahan Thomas.
Thomas hanya mengangguk setuju sambil menahan rasa sakitnya.
Sekitar 10 menit mereka tiba di rumah sakit. Thomas mengenakan long coat dan memakai topi serta kacamata hitam untuk menyamarkan diri.
Ia diantar Ruben menuju ke salah satu ruangan dokter yang menjadi kepercayaan anggota mereka.
Langkah Thomas nampak tertatih, Ia menahan rasa sakit akibat peluru yang masih bersarang di bahunya.
Saat Ia melintas di sebuah ruangan, Ia melihat seorang wanita sedang bersandar di bed nya dan disuapi makan oleh seorang wanita paruh baya.
"Sarah." Ia pun menghentikan langkahnya.
Ia kembali berjalan mundur untuk mengecek wanita di dalam kamar itu.
Namun sayangnya, seketika itu juga pintunya sedang di tutup oleh salah seorang perawat yang masuk di ruangan itu.
...----------------...
Bersambung ke Bab Selanjutnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments