Sarah nampak gelisah selama dalam perjalanan menuju ke singapura.
Valery merasa iba melihat Sarah. Ia tidak tega membohongi Sarah. Tapi seperti yang sudah dijelaskan oleh Thomas sebelumnya, mau tidak mau Ia ikut dalam skenario ini.
Sarah mengalihkan pandangannya pada Valery yang duduk di kursi seberang.
"Valery..." Panggilnya lembut.
Valery langsung tersentak dari lamunannya dan mengalihkan pandangannya pada Sarah.
"Iya...Ada apa Sarah?" Jawab Valery.
Dengan ragu-ragu Sarah menanyakan pertanyaan yang masih mengganjal di hatinya.
"Hmmm... Aku cuma mau bertanya, kenapa Thomas tidak ikut ke pesawat ini dan naik di pesawat berbeda?"
Akhirnya pertanyaan yang sudah diduga Valery pun keluar dari mulut Sarah. Beruntung Sarah sudah menyiapkan jawaban sejak Ia dimintai tolong oleh Thomas sebelumnya.
Walaupun jawabannya ini terdengar sangat konyol.
Valery tersenyum.
"Apa kau lihat di pesawat ini ada laki-laki?"
Sarah mengamati sekitar, memang benar semua pengawal yang turut ikut disana adalah perempuan.
"Aku tidak bisa berada dekat dengan laki-laki. Aku alergi dan sedikit phobia. Bahkan pilot dan co pilot yang menerbangkan jet ini juga wanita."
Valery mencoba menahan tawanya. Wajahnya sampai memerah karenanya.
Sarah masih mencerna kata-kata Valery.
"Aku baru tau jika ada alergi dan phobia terhadap laki-laki. Apakah kamu sudah lama mengalaminya?" Tanya Sarah dengan wajah polos.
Valery hanya mengangguk. Ia tidak sanggup meladeni pertanyaan konyol Sarah.
Alergi dan phobia laki-laki. Tentu saja tidak, malah Valery mengalami sebaliknya. Hasratnya terhadap laki-laki sangat tinggi. Ia bahkan sampai menyewa beberapa laki-laki untuk menemaninya saat Ia butuh.
"Ini semua gara-gara Thomas. Aku sampai tidak kepikiran hal lain dan terpaksa mengatakan hal konyol ini. Semoga saja suatu saat nanti, Sarah tidak memergoki aku saat sedang bersama banyak laki-laki." Gumam Valery dalam hati.
Setelah mengudara selama hampir 2 jam, mereka mendarat di bandara di singapura.
Sarah terlihat sangat senang dan bersemangat karena akan segera bertemu dengan Thomas. Sepanjang perjalanan, Ia tidak bisa berhenti memikirkan Thomas. Ia segera menuruni tangga pesawat jet itu.
Pandangannya mengedar ke sekeliling mencari keberadaan pesawat jet lain yang membawa Thomas. Namun Ia tidak mendapati apapun. Ia kembali berjalan menghampiri Valery.
"Valery... Dimana pesawat jet yang tadi berangkat bersama kita? Apa belum sampai?" Tanya Sarah dengan wajah yang panik.
Valery segera merogoh ponsel di kantongnya.
"Sebentar biar aku hubungi orangku yang ada di bandara sana."
Sarah menunggu dengan sabar hingga Valery menyelesaikan pembicaraannya melalui ponsel.
"Bagaimana Valery?"
"Pesawat mereka tadi sempat rusak dan baru sekitar 15 menit berangkat menuju kesini dengan pesawat lain. Kita hanya bisa menunggu mereka tiba di singapura."
Wajah Sarah masih tampak muram. Ia belum bisa merasa tenang bila Thomas belum tiba disana.
Melihat hal itu, Valery turut merasa bersalah karena Ia sebenarnya mengetahui hal yang terjadi pada Thomas saat ini.
"Sarah. Tadi aku dititipi pesan dari Thomas untuk mengantarmu ke rumah sepupumu. Ia akan langsung menemuimu disana setelah tiba nanti."
"Tapi aku mau menunggunya disini saja Valery."
Valery menghela nafasnya.
"Kamu mau nunggu sampai besok pun dia tidak akan sini Sarah." Gumam Valery dalam hati.
"Jangan begini Sarah. Disini tidak ada yang mengawasimu. Dan Thomas akan marah padaku jika meninggalkanmu disini. Ayolah. Biar aku mengantarmu ke tempat sepupumu, agar aku juga bisa tenang meninggalkanmu disana."
Sarah memikirkan ucapan Valery. Ia terpaksa menyetujui usulan Valery.
Mobil mewah milik Valery akhirnya berjalan meninggalkan bandara. Sepanjang perjalanan, Sarah hanya mengarahkan pandangannya ke arah jendela dan diam.
Valery memotret Sarah secara diam-diam dan mengirimkannya pada Thomas.
"Lihatlah, belum sehari kamu meninggalkannya, tapi dia sudah hancur begini. Sejak tadi tidak berhenti menanyakanmu. Aku tidak tega lagi membohonginya."
Sementara itu.
Di Hongkong
Thomas masih berada di markas tempatnya bekerja. Ia membuka pesan dari Valery. Matanya tidak mampu menahan air mata saat melihat potret Sarah yang dikirim Valery.
Pimpinan yang berjalan di depan ruangan, tidak sengaja melihat Thomas menangis pun segera menghampirinya.
"Are you okay?" Tanya Charlie pada Thomas.
Namun Thomas hanya menggelengkan kepalanya.
"Charlie, bisakah aku mengundurkan diri? Aku hanya ingin hidup normal seperti yang lain dan hidup bahagia dengan istriku."
Charlie mengambil posisi duduk di sebelah Thomas.
"Aku juga pernah ada di posisimu. Apa kau tidak ingat, jika dulu aku pernah mengundurkan diri dari sini? Lalu aku kehilangan istriku dan aku tetap terpaksa kembali ke sini." Ucap Charlie sambil tertunduk.
"Dengarkan aku Thomas. Bergabung disini adalah kontrak seumur hidupmu. Kamu tidak akan bisa hidup tenang bahkan saat kamu keluar dari sini. Hanya kematian yang bisa membuatmu tidur dengan nyaman. Aku tau jika kamu sangat mencintai istrimu. Dan tindakan meninggalkannya sudah tepat. Biarkan dia hidup dengan tenang dan bahagia. Kamu masih bisa bersyukur nanti saat masih bisa melihatnya dari jauh. Tidak seperti aku yang sudah tidak dapat berjumpa dengan istriku. Kalau saja dulu aku tidak egois dan melepaskannya, mungkin sekarang aku masih bisa melihatnya dari jauh. Walaupun dia mungkin akan bahagia dengan laki-laki lain." Sambung Charlie.
Thomas menyeka air matanya. Ucapan Charlie memang benar sepenuhnya. Ia tidak dapat egois, Ia juga harus memikirkan keselamatan Sarah. Biarlah nanti Ia sesekali akan menegok Sarah dari jauh untuk melepas rindunya. Tapi bagian terberatnya adalah Ia tidak mungkin bisa rela jika Sarah dimiliki laki-laki lain.
*
Setelah 40 menit perjalanan, mobil sedan mewah milik Valery tiba di depan sebuah rumah sederhana bernuansa klasik.
"Apa benar ini rumahnya, Sarah?" Tanya Valery memastikan.
"Benar Valery, terima kasih sudah mengantarku kemari."
"Tidak masalah Sarah, kau istri dari temanku. Jadi kau juga menjadi temanku."
Sarah tersenyum dan keluar dari mobil itu.
Valery ikut turun. Ia memeluk erat Sarah.
Sarah yang mendapat pelukan tiba-tiba menjadi bingung. Namun Ia membalas pelukan Valery.
"Jadilah kuat Sarah. Semoga nanti kita bertemu lagi."
Belum sempat Sarah menjawab, Valery buru-buru berlari menuju mobilnya sambil melambaikan tangan pada Sarah.
Di dalam mobil Ia langsung meneteskan air mata.
"Thomas bodoh. Sudah kubilang sebelumnya, jangan jatuh cinta. Pekerjaan kita akan membahayakan nyawa orang yang kita sayang." Maki Valery.
Sarah membunyikan bel yang ada di samping pintu.
Seorang wanita seumuran dengannya membuka pintu. Ia kaget melihat Sarah.
"Sarah? Kau kah itu? Kemana saja kau? Aku sangat frustasi mencarimu!" Ucap wanita bertubuh berisi dan berwajah blasteran itu.
Sarah langsung memeluknya.
"Ya ini aku Kelly. Aku juga rindu padamu, makanya aku datang ke sini."
Keduanya cukup lama berpelukan melepas rindu.
"Masuklah dan mari kita bercerita sambil makan siang. Kebetulan aku baru selesai memasak." Ajak Kelly.
Sepanjang menyantap hidangan yang di sajikan Kelly, keduanya asik bercerita.
"Apa? Kau sudah menikah? Kenapa tidak mengabariku? Aku akan datang dimanapun itu." Ucap Kelly kaget.
"Maafkan aku Kelly, Semua terjadi begitu saja. Aku bahkan tidak sempat untuk mengabari. Tapi sebentar lagi suamiku akan ke sini. Dia sedang dalam perjalanan di pesawat."
Sarah tetap menunggu Thomas. Berkali-kali pesan alamat rumah sepupunya agar Thomas bisa segera menghampirinya.
Hingga hampir tengah malam juga belum ada kabar dari Thomas dan akhirnya Sarah terlelap.
Keesokan paginya, Sarah kembali gelisah. Ia menghubungi Thomas berkali-kali dan tetap tidak ada jawaban. Ia ingin mencari Thomas, tapi Ia tidak tau harus kemana. Ia juga tidak memiliki satupun kontak teman Thomas. Bahkan Ia lupa minta kontak Valery kemarin.
Ia hanya bisa menangis sejadi-jadinya.
"Kamu dimana sayang? Apa kamu baik-baik saja? Tidak mungkin kamu meninggalkanku kan?" Lirih Sarah dalam hati.
...----------------...
Bersambung ke Bab Selanjutnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments