Bab 20.

Seperti biasanya, kini Kaivan lebih banyak menyibukkan dirinya dengan pekerjaan. Bahkan dirinya sudah jarang pulang ke apartemen maupun mansion kedua orangtuanya.

Bahkan sudah beberapa hari dirinya tidak bertemu dengan Laraz, jika bertemu pun dirinya memilih menghindarinya. Perasaan yang Kaivan rasakan saat ini adalah mencoba membuktikan ucapannya kepada Laraz, jika dirinya tidak memiliki hubungan apapun dengan wanita lain selain Laraz.

"Huh! Kenapa jadinya seperti ini." Keluh Kaivan sambil menatap berkasnya di atas meja.

Pikirannya selalu tertuju pada sosok wanita yang membuatnya jatuh hati, namun untuk membuktikan semuanya itu. Kini Kaivan fokus mencari cara, bagaimana agar Laraz percaya padanya.

Pintu ruangannya terbuka begitu saja, terlihat seseorang memunculkan wajahnya namun tidak secara penuh.

"Hai!" Seorang wanita menyapa Kaivan dengan senyumannya.

Melihat ke arah tempat tersebut, Kaivan mengkerutkan keningnya. Dimana ia tidak begitu jelas melihat siapa yang membuka pintu ruangannya, disaat orang itu membuka dengan lebar pintu tersebut dan berjalan masuk ke arah Kaivan. Dan disaat bersamaan kedua bola mata Kaivan melebar seketika, sungguh ia tidak menyangka.

"Hai, apa kabar?"

Seorang wanita dengan menggunakan pakaian elegannya berjalan perlahan mendekati Kaivan, perlahan ingatan Kaivan mulai terang benderang.

"Hei, kenapa bengong? Kamu seperti melihat siapa saja, sudah lama tidak bertemu." Raisa, wanita dari masa lalu Kaivan yang tiba-tiba muncul kembali setelah sekian lama menghilang.

Tatapan Kaivan sangat tajam pada wanita itu, entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Tanpa menunggu lama, Kaivan menghubungi Thomas untuk segera ke ruangannya.

"Ada apa?" Ucap Kaivan dengan dingin.

"Huh, kamu masih seperti dulu. Selalu dingin dan tidak bisa ramah dengan wanita, tapi kalau di pancing langsung main sosor saja. Tapi aku suka, hahaha." Raisa begitu bahagianya bisa bertemu dengan pria yang ia inginkan dari dulu.

"Permisi, tuan." Thomas yang hadir tanpa menunggu lama.

"Masuklah, tolong singkirkan dia. Dan tolong kirim cleaning service untuk membersihkan ruangan ini, aku ingin beristirahat." Kaivan beranjak dari tempatnya dan berjalan masuk ke dalam ruang pribadinya.

Suara pintu tertutup begitu keras, menandakan jika orang tersebut merasa terganggu.

"Kaivan, tunggu. Kaivan!" Raisa memanggil dan mencoba mengejar langkah Kaivan yang begitu cepat.

"Silahkan keluar, nona. Maaf, saat ini tuan tidak mau di ganggu." Tubuh Thomas menjadi penghalang bagi Raisa yang mencoba mengejar Kaivan.

"Minggir! Kamu ini, sama saja seperti Noah. Merusak hubungan orang saja, Minggu saya bilang." Raisa meninggikan nada suaranya yang berharap dapat membuat Thomas menyingkir.

Namun apa yang ia ingin tidak dapat berjalan dengan harapan, Thomas berdiri dengan kokohnya sebagai tameng dari tuannya. Bahkan dengan mudahnya, tangan pria itu menggendong tubuh wanita itu seperti karung beras dan membawanya keluar dari ruangan.

"Bre****ek! Turunkan saya, turunkan." Raisa memberontak dan memukul punggung Thomas.

Meminta untuk di turunkan, Thomas pun melepaskan begitu saja tubuh Raisa dari pundaknya. Dan tubuh Raisa terhempas begitu saja ke lantai yang dingin, dengan meringis, Raisa menatap tajam Thomas.

"Dasar bre****ek! Ini sakit, akh!" Raisa begitu kesal atas perlakuan Thomas padanya.

"Silahkan anda pergi dari sini, jika kurang berkenan dengan saya. Maka saya sarankan untuk tidak lagi menginjakkan kaki anda disini, permisi." Thomas mengunci pintu ruangan Kaivan dan berjalan begitu saja melalui Raisa yang masih mengumpat dirinya dengan berbagai sebutan.

"Hei! Tanggung jawab kamu, hei!" Raisa terus berteriak mengumpat Thomas yang sudah berjalan menjauh.

Atas kejadian itu, membuat Noah yang baru saja hendak menuju ke ruangan Kaivan menjadi terhenti. Ia melihat wanita yang sedang mengamuk di depan ruangan Kaivan, disaat wajah wanita itu terlihat begitu jelas dimatanya. Dengan cepat Noah bersembunyi, karena ia tahu wanita itu adalah sumber kekacauan baginya kelak.

"Kenapa wanita itu bisa ada disana? Sudah bosan rupanya bersembunyi, bencana ini. Pasti tuan akan memberikan tugas aneh untuk menghadapi wanita itu, agar tidak menemuinya. Lebih baik kabur." Noah memutar arah langkah kakinya dengan cepat menghilang.

Di lain tempat, dimana Laraz saat ini berada di apartemen Kaivan. Ia mengerjakan tugasnya untuk terakhir kalinya, dimana ia akan memenuhi perkataan sang adik untuk masalah pekerjaan.

"Huh, ternyata mendapatkan pekerjaan itu cukup sulit. Dimana kenyamanan sangat penting, pekerjaan ini cukup nyaman untukku. Tapi ternyata tidak untuk di sisi lainnya, maaf tuan." Laraz mantap semua sisi ruang apartemen tersebut dengan perasaan kalut, ia harus mengakhiri pekerjaannya disana.

Meletakkan sebuah amplop putih, yang berisikan mengenai jika dirinya mengundurkan diri dari pekerjaan yang ada. Lalu Laraz segera keluar dari apartemen tersebut, tidak ingin berlama-lama disana. Dirinya takut jika nantinya akan bertemu dengan Kaivan, karena pria itu selalu mempunyai jurus untuk membuatnya tertahan.

Sebelum bayangan bangunan tinggi itu menghilang, Laraz menatapnya kembali. Namun, ia segera menepis semua perasaan yang datang kala memandangi bangunan tersebut.

Berjalan dengan hati yang begitu bimbang, Laraz menatap setiap apa saja yang ia lihat dengan begitu dalam. Berhenti sejenak di sebuah kursi taman kota, dengan menikmati setiap hembusan angin yang menerpa. Tiba-tiba saja, seseorang ikut duduk di kursi yang berada di samping Laraz.

"Ketemu lagi." Ujar orang tersebut yang adalah seorang laki-laki.

Laraz sontak saja menolehkan wajahnya untuk melihat siapa orang tersebut, kedua matanya melebar saat mengetahui siapa.

"Reagan!" Beo Laraz yang kaget.

"Masih ingat rupanya, kirain sudah lupa." Reagan terkekeh mendengar ucapan Laraz.

"Ya ingat, sih. Lagi ngapain disini?" Tanya Laraz.

"Awalnya iseng saja, tapi kali ini isengnya berhadiah." Senyum Reagan yang begitu indah.

"Maksudnya?" Isi kepala Laraz sudah tidak bisa mencerna ucapan dari Reagan.

Reagan nampak tersenyum, ia begitu gemas melihat sikap Laraz yang seperti itu.

"Kamu ini, tidak perlu diartikan. Kamu sendiri disini kenapa? Galau? Putus cinta?" Tebak Reagan kepada Laraz.

"Apa-apaan, tuduhan yang tidak mendasar." Laraz mengalihkan pandangannya, terlihat jelas jika dirinya berusaha menghindar.

"Hahaha, kamu benar-benar lucu. Kamu ada kegiatan setelah dari sini?" Reagan berharap bisa mendapatkan jawaban yang ia inginkan.

"Sebenarnya si tidak ada, memangnya kenapa?" Laraz kembali menatap ke arah Reagan dengan penuh selidik.

"Temani aku makan, perutku sudah berbunyi dari tadi. Makan sendiri tidak enak, lebih menyenangkan jika ada teman yang menemani. Kamu mau kan?" Reagan menyakinkan Laraz.

Laraz nampak sedang berpikir mengenai ajakan dari Reagan, namun setelah mempertimbangkan dengan baik. Laraz mengiyakan ajakan itu, mereka pun segera berlalu dari taman tersebut dan menuju ke salah satu tempat makan yang cukup mewah.

"Apa tidak salah, kamu mau makan disini?" Laraz tercengang saat tahu Reagan mengajaknya ke tempat tersebut.

"Kenapa memangnya?" Reagan semakin merasa gemas dengan sikap Laraz.

"Ini kan tempat mahal, Reagan." Dengan berbisik, Laraz mengatakan pendapatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!