Seperti yang sudah diputuskan sebelumnya, kini Laraz berangkat menuju tempat dimana bibinya bekerja. Sebelumnya, Laraz sudah dibekali pengetahuan mengenai apa saja pekerjaan yang harus dilakukan.
"Apa benar ini alamatnya? Besar sekali rumahnya." Laraz menatapi bangunan mewah dihadapannya saat ini, sungguh menakjubkan baginya.
Terlepas dari lamunannya, Laraz menghampiri seorang penjaga yang ada di pos terdekatnya.
"Pak, maaf permisi. Apakah alamat ini benar?" Laraz menunjukkan alamat yang tertera pada selembar kertas yang ia bawa kepada penjaga tersebut.
"Iya benar neng, ini alamatnya. Neng ada keperluan apa ya?" Penjaga tersebut melihat ke arah Laraz yang cukup asing.
Laraz pun menjelaskan maksud dan tujuannya datang kesana, penjaga tersebut pun segera menghantarkannya untuk masuk dan menemui majikannya.
Kini Laraz menunggu dan duduk dikursi taman yang cukup sejuk, Laraz pun terlena akan keindahan yang ia lihat.
"Kamu keponakannya Ana?" Suara yang indah membuat Laraz tersadar.
"Ah iya nyonya, saya Laraz." Laraz pun memperkenalkan dirinya.
Maudy memperhatikan sikap yang Laraz tunjukkan, tidak tahu mengapa. Dirinya seakan-akan langsung tertarik dengan apa yang Laraz perlihatkan padanya, dengan sopan Laraz juga menjaga sikapnya ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua usianya.
"Sepertinya kamu masih sangat muda sekali, berapa umurmu?" Maudy cukup tertarik saat berbicara pada Laraz.
"Umur saya baru genap dua puluh tahun nyonya."
"Benarkah? Kamu masih sangat muda sekali sayang, anak saya yang kecil saja usianya sudah delapan belas tahun. Tidak jauh berbeda, tapi kamu cantik sekali nak. Kamu yakin mau kerja disini?" Maudy merasa jika Laraz masih sangat muda dan bisa menggapai cita-citanya yang tinggi.
"Semuanya itu adalah rahasia jalan kehidupan untuk saya, nyonya." Dengan merendah, Laraz tidak bermaksud untuk membandingkan kisah hidupnya dengan orang lain.
Mendengar ucapan yang Laraz katakan, membuat Maudy sangat tersentuh dan juga bangga. Tidak semua orang dapat menerima takdir kehidupan yang mereka dapatkan, apalagi pada usia yang seharusnya masih sedang fokus menata masa depan.
"Ya sudah, kalau kamu sudah yakin. Kamu saya terima, mulai sekarang. Kamu bisa langsung kerja, setidak banyaknya Ana sudah bercerita kepada kamu tentang pekerjaan disini. Siap?" Maudy tersenyum.
"Saya siap nyonya."Jawab Laraz dengan sangat yakin.
Lalu Maudy meminta kepada Rosa untuk mengarahkan Laraz pada pekerjaannya, dimana hari itu. Laraz sudah mulai bekerja menggantikan sang bibi yang sudah beristirahat, dengan menguatkan hatinya untuk menerima semua jalan kehidupan yang telah ditakdirkan untuknya.
................
Keadaan di perusahaan D'Lamont, dimana perusahaan tersebut adalah milik Kaivan pribadi. Namun ia menggunakan nama besar keluarganya, agar nama tersebut tidak hilang sepanjang masa.
"Van, berkas untuk proyek Angkasa kamu bawa nggak?" Noah, sekretaris yang juga merupakan sahabat dan sepupu Kaivan.
Kaivan tidak langsung menjawab pertanyaan Noah padanya, dirinya nampak sedikit berpikir mengenai keberadaan berkas tersebut.
Lalu Kaivan mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang, yang ternyata itu adalah bundanya.
"Bun, bisa liatin dikamar Abang. Apa ada berkas dalam map biru disana? Abang lupa dimananya, apa dimansion utama atau di apartemen Abang."
"Dasar pelupa, makanya cari pasangan. Biar ada yang ngingetin dan ngurusin keseharian kamu, ya sudah bunda liat dulu." Pembicaraan terhentikan, Maudy meminta kepada Laraz yang saat itu berada didekatnya.
"Iya nyonya, ada yang bisa saya bantu?" Ucap Laraz.
"Laraz, tolong kamu lihat dikamar anak saya. Apakah ada map berwarna biru, kamu cari saja ya. Saya juga tidak tahu ada dimana, dasar anak itu. Tolong ya Laraz." Maudy menunjuk kamar mana yang mereka bicarakan.
"Baik nyonya." Laraz segera melaksanakan perintah dari Maudy.
Awalnya Laraz sempat bingung serta khawatir mengenai kamar tersebut, ia takut jika ada apa-apanya dan juga itu adalah kamar orang.
Tiba di pintu kamar dimaksud, Laraz membukanya dengan perlahan. Kedua matanya mencari keberadaan benda yang dimaksud oleh Maudy, namun ketika berada didalam kamar tersebut. Laraz menjadi terpana akan kerapian dan juga mengenai interior dari kamar tersebut. Sangat elegan, khas milik dari seorang pria begitu jelas.
"Itu dia, mungkin ini yang nyonya maksud." Laras segera membawa berkas tersebut setelah menemukannya.
Disaat itu, Maudy malah meminta Laraz untuk menghantarkannya langsung kepada putranya dan ditemani satu pegawai lagi.
"Kamu saja ya Kar, aku tunggu disini saja." Laras menyerahkan berkas itu kepada Kara.
"Yah! Sama saja antar nyawa sendiri ini namanya, kita berdua la Laraz." Kara bergidik.
"Sama-sama takut ya kita." Laraz dan Kara saling menganggukkan kepalanya.
Mereka berdua meminta izin pada resepsionis yang ada untuk menghantarkan berkas tersebut langsung kepada Kaivan, karena pesan dari Maudy seperti itu. Dengan arahan dan petunjuk dari sang resepsionis, keduanya bergegas menuju tempat yang dimaksud.
"Pak, pak Noah." Tiba-tiba saja Kara berteriak memanggil seseorang yang ia kenal.
"Loh kamu, ada apa?" Noah melihat keberadaan Kara di depan ruangan bos perusahaan.
"Ini pak, kami berdua diperintahin sama nyonya nganterin ni berkas." Kara menyenggol lengan Laraz untuk menyerahkan berkas tersebut kepada Noah.
Tangan Laraz bergetar saat menyerahkan berkas itu, Noah menerimanya namun menatap ke arah Laraz dengan begitu dalam.
"Ada apa ini?" Pintu ruangan terbuka, Kaivan menatap orang-orang didepan ruangannya.
"Nih, berkas yang kamu minta. Kamu, siapa?" Noah berasa asing dengan wajah Laraz.
"Saya, saya pekerja baru tuan." Laraz menjadi sedikit bergetar.
"Dia menggantikan bi Ana, tuan." Kara membantu menjawab.
Nampak Kaivan hanya mengamati mereka yang sedang berbicara, tanpa berniat untuk ikut serta. Akan tetapi, tatapan yang ia lemparkan kepada Laraz. Membuat keduanya saling bertatapan, seketika detak jantung Kaivan berdetak dengan sangat cepat.
Langsung saja Laraz menghentikan tatapan itu, namun apa yang harus ia lakukan ditempat tersebut. Memberikan kode kepada Kara agar mereka bisa lekas pergi, kara pun juga menyadari hal tersebut. Akhirnya mereka memutuskan untuk berpamitan, disaat akan melangkah menjauh.
"Siapa yang menyuruh pulang? Kamu!" Kaivan menunjuk Laraz.
"Saya?!" Laraz menjadi bingung dan kaget.
Kaivan menganggukkan kepalanya, lalu Noah menyuruh Kara untuk pulang sendiri. Sedangkan Laraz, ia harus tetap berada disana.
"Duduk disana saja, tunggu saja jika dia memberikan perintah. Kamu kenapa menggantikan bi Ana?" Tanya Noah yang cukup mengenal bi Ana.
"Ah iya tuan, terima kasih. Saya keponakannya bi Ana, bibi sudah sering sakit-sakitan." Jawab Laraz singkat.
"Noah, keluarlah. Dan kamu, kemari." Kaivan menatap Laraz.
Dengan langkah ragu, Laraz berjalan menghampiri Kaivan.
Tukh!
"Aduh! Sakit." Ringis Laraz karena keningnya disentil oleh Kaivan.
"Siapa yang menyuruhmu kemari?" Lirikan mata Kaivan, membuat Laraz semakin tidak mengerti.
"Kenapa tuan?"
"Jangan terlalu dekat dengan pria tadi, dia banyak virusnya. Aku tidak suka, dengar." Ucap Kaivan tegas.
"Hah? Apa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
vj'z tri
ohooooho ada yang langsung siaga 1 🫣🫣🫣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2025-01-26
1
merry jen
lngsng bucinn si kai
2024-12-19
1