Bab 15.

Sebuah danau buatan dengan taman yang begitu indah, membuat siapapun yang berada disana menjadi bahagia. Banyak jenis bunga yang bermekaran dengan begitu indahnya, memanjakan setiap mata yang memandangnya.

Disinilah kini Laraz berada, menenangkan semua yang sedang berkecamuk dalam dirinya.

"Huh, jangan terlalu dalam untuk memahaminya Laraz." Gumamnya dengan menatap bunga nan indah dihadapannya.

Perasaan yang awalnya hanya biasa-biasa saja, seiring waktu dengan berbagai perhatian juga perlakuan yang diberikan oleh Kaivan padanya. Membuat Laraz sedikit menaruh harapan pada pria itu. Namun ternyata, semuanya yang baru saja hendak terbang harus terhempas begitu keras dan hancur.

"Sama-sama cantik dan indah."

Laraz mendadak kaget dengan suara yang terdengar begitu jelas di telinganya, ia mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang memiliki suara tersebut. Dan alangkah kagetnya saat ia mendapati seseorang yang sedang berada disampingnya, dia seorang pria yang sedang memandangi bunga seperti Laraz lakukan.

Merasa tidak mengenalnya, Laraz bermaksud menjauh dari tempat tersebut. Karena ia tidak ingin membuat suasana pemandangan yang indah itu tertutupi dirinya, dan ia merasa jika pria itu juga tidak berbicara padanya.

"Mau kemana?" Pria itu menatap Laraz.

"Apa? Anda berbicara dengan saya?" Laraz menunjuk dirinya pada pria itu.

Senyuman yang cukup indah terukir, ternyata pria itu sedang tersenyum padanya.

"Apa disini ada orang lain, selain kita berdua?" Tatapan itu semakin membuat Laraz mengkerutkan keningnya.

Kepala itu menggeleng, seakan membenarkan apa yang telah dikatakan oleh pria tersebut.

"Reagan, kamu?" Tangan besar itu melayang dihadapan Laraz.

"Aku?" Laraz begitu polos menjawab semuanya.

"Hahaha, kamu lucu sekali. Ya nama kamu, memangnya siapa lagi yang aku tanyakan." Tawa yang pecah itu semakin menambah ketampanan dan juga menjadi daya tarik sendiri untuk pria tersebut.

"Kenapa bengong? Aku hanya bertanya nama kamu, lebih baik kita duduk saja. Rasanya kurang pantas jika berbicara sambil berdiri seperti ini, bisa-bisa nanti kamu semakin tinggi melebihi tingginya aku." Reagan berjalan dan mempersilahkan Laraz untuk ikut duduk bersamanya.

Keduanya pun kini duduk bersama pada kursi taman yang telah tersedia, Laraz pun menjadi bingung mengapa dirinya seakan menjadi penurut seperti ini dengan pria yang baru saja ia lihat.

"Kamu belum menjawab pertanyaan aku tadi? Nama kamu." Reagan melirik Laraz dengan sudut matanya.

"Laraz, panggil saja Laraz." Sebelum tangan Reagan terulurkan, Laraz terlebih dahulu menyebutkan namanya.

"Nama yang cantik, sama cantik dengan orangnya. Sendirian?" Reagan tersenyum dan menarik kembali tangannya yang sempet ingin ia berikan kepada Laraz, lalu ia melemparkan pertanyaan kembali.

"Hhmm." Jawab Laraz singkat.

"Syukurlah kalau begitu, aku kira kamu bersama pasangan. Bisa kena hantam wajahku yang tampan ini, kan sayang kalau harus berubah bentuk." Tawa kecil yang Reagan perlihatkan, membuat Laraz menjadi terhibur.

"Ada-ada saja kamu, kamu sendiri disini ngapain? Apakah sedang mengintai pasanganmu?" Laraz pun sudah bisa menyamakan situasinya saat ini untuk berbicara dengan pria itu.

"Enak saja, tidaklah. Malah aku sedang mencari jodohku disini, siapa tahu kan Tuhan mengirimkannya ditempat ini." Semakin dalam perkataan yang Reagan ucapkan.

"Ya!" Laraz terperangah atas ucapan itu.

Reagan tersenyum dan akhirnya tawa itu meledak, ia pun menatap wajah Laraz yang benar-benar polos menghadapi dirinya.

Ketertarikan pria itu kepada wanita yang memiliki paras cantik dan juga menyejukkan baginya, sangat tidak terduga. Bermaksud ingin menenangkan diri setelah pertengkaran hebat dengan salah satu keluarganya, kaki itu membawanya berada disana. Yang pada akhirnya, ia bertemu dengan apa yang membuatnya bahagian kala itu.

Pembicaraan mereka pun terus berlanjut, hingga tidak terasa waktu sudah semakin gelap.

"Aku harus pulang." Laraz bersiap dan segera beranjak dari tempatnya.

"Boleh aku antar? Itung-itung sebagai tanda awal pertemanan kita." Reagan pun bermaksud untuk mengetahui dimana tempat tinggal Laraz.

"Terima kasih, aku sudah terbiasa naik angkutan umum. Sebaiknya kamu langsung pulang saja, bekerja seharian tentunya membutuhkan istirahat." Tolak Laraz dengan baik.

"Sudah, jangan menolak. Ayo, nanti kamu beritahu saja alamatnya." Reagan menarik tangan Laraz menuju mobil miliknya.

Keduanya sudah berada di dalam mobil, dengan perlahan laju mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang. Selama di perjalanan menuju rumah Laraz, mereka banyak mengobrol satu sama lain. Terkesan seperti sudah menjadi teman yang cukup dekat, hingga tak terasa mobil itu telah tiba di alamat yang telah Laraz katakan.

"Sepertinya di rumahmu sedang ada tamu ya?" Reagan melihat ada sebuah mobil yang cukup mewah terparkir di halaman rumah sederhana itu.

Betapa tidak menyangkanya Laraz, dimana mobil yang Reagan katakan itu adalah mobil milik Kaivan. Benar adanya, disaat mobil Reagan berhenti, pria itu muncul dari balik pintu. Memberikan tatapan yang cukup tajam, membuat Laraz merasa situasi saat itu sangat tidak kondusif.

"Pacar kamu?" Perkataan Reagan membuat Laraz sangat kaget.

"Bukan! Dia majikan yang aku ceritakan, terima kasih ya sudah mengantarku. Sebaiknya kamu pulang saja dan beristirahat, Reagan." Laraz menatap pria itu, berharap agar ia menuruti ucapannya.

Cukup lama Reagan membalas tatapan itu, hingga terdengar helaan napas berat darinya.

"Baiklah, kamu juga beristirahat. Jika membutuhkan sesuatu, jangan pernah sungkan untuk menghubungi aku." Laraz menganggukkan kepalanya dan Reagan pun berlalu.

Dengan perlahan dan juga rasa malas, Laraz berjalan menuju pintu rumahnya. Tentunya disana sudah berdiri pria yang pada hari ini sudah membuat perasaannya seperti di aduk-aduk, baru saja merasa bahagia namun kembali di hadapkan dengan sumber keresahan.

"Darimana saja kamu? Siapa dia?" Kaivan langsung memberikan pertanyaan dan juga tatapan tajam kepada Laraz.

"Bukan urusan tuan, permisi. Saya mau masuk." Laraz engan menatap pria dihadapannya itu.

Tubuh kecil itu terhenti saat akan memasuki pintu rumah sederhana tersebut, sungguh sangat tidak terduga. Kaivan menarik lengan Laraz dan mencengkramnya dengan cukup kuat, hingga membuat Laraz meringis menahan rasa sakit.

"Jangan pernah mencoba mendekati pria manapun, aku tidak suka." Dengan begitu lantang, Kaivan menegaskan ucapannya.

"Apa hak tuan, hah?! Kita hanya sebatas pekerja dan majikan, saya harap anda bisa memahami batasannya." Laraz pun tak kalah tegas atas apa yang dilakukan Kaivan.

Laraz memberontak untuk melepaskan diri, rasa sakit pada lengannya sangat begitu terasa. Namun apa daya, kekuatan pria tentu lebih kuat.

Akan tetapi, tiba-tiba saja tubuh Kaivan terkena sebuah hantaman yang cukup keras dan itu mengenai wajahnya.

"Jangan pernah mendekati wanita ini, sebelum lu memperbaiki sikap yang tidak patut untuk dilihat oleh orang lain. Bre****ek!" Leo kembali memukul Kaivan dengan begitu keras.

"Leo! Hentikan.'" Laraz benar-benar kaget jika sang adik melakukan hal tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!