Bab 17.

Setelah mengetahui kebenaran mengenai siapa Leo, Kaivan pun menceritakan akan apa yang dituduhkan Leo kepadanya. Mereka pun akhirnya mengetahui semuanya dan mencoba untuk memperbaiki kesalahpahaman yang ada, Kaivan benar-benar tidak menyangka semuanya akan menjadi seperti ini.

"Aku tidak menyangka jika dia adalah adikmu, kenapa tidak memberitahu dari awal. Kamu sengaja ya membuat saya cemburu?" Kaivan masih mengutamakan ego nya.

"Heh, lagian juga untuk apa saya menjelaskan semuanya pada tuan? Tuan saja tidak mau mendengarkan saya waktu itu, jadinya salah siapa." Laraz pun tidak ingin menjadi tertindas dengan tuduhan padanya.

"Ya salah kamu lah, sudah tahu aku cemburu. Ini juga, bukannya langsung bilang malah kerjasama." Kaivan menatap Leo.

Ketiganya masih saling menyalahkan satu sama lainnya, Kaivan pun menceritakan siapa wanita yang bersamanya itu. Awalnya, Kaivan seakan engan untuk menceritakannya, karena dirinya merasa malu akan hal tersebut.

"Namanya kucing garong, dikasih ikan asin ya disambar la. Mana mau melewatkan kesempatan, dasar kucing garong." Seringai Leo pada Kaivan yng berhasil membuat pria itu tidak berkutik.

"Sudah-sudah, semuanya kan sudah saling menjelaskan atas kesalahpahaman yang terjadi. Jadinya tidak perlu berdebat lagi, nah sekarang itu bibi mau mendengar mengenai kejelasan diantar kalian." Sorotan mata bi Ana tertuju pada Kaivan dan juga Laraz.

"Aish, jangan mau sama kucing garong bulukan kak. Aku tidak rela." Leo begitu sinis menatap Kaivan.

"Enak saja kucing garong, begini-begini nanti menjadi kakak iparmu. Sembarangan." Kaivan pun membalas ucapan Leo.

Perdebatan itu semakin tidak terkendali, membuat Laraz dan bi Ana menjadi pusing menyaksikannya.

"Berhenti!" Teriak Laraz dengan keras, sehingga membuat kedua pria itu terdiam.

Laraz menarik tangan Kaivan dan membawanya ke arah luar rumahnya, lalu disana ia menghela nafas berkali-kali.

"Sebaiknya tuan pulang saja, tidak baik jika berada dirumah saya berlama-lama. Apa kata tetangga yang tidak tahu apa-apa, silahkan tuan." Laraz meninggalkan Kaivan begitu saja dan masuk ke dalam rumahnya.

Menutup pintu tanpa menghiraukan keberadaan Kaivan disana, ia cukup lelah dengan apa yang ia alami hari ini.

Begitu pula dengan Kaivan, ia pun menyerah dan berakhir dengan pulang ke apartemen miliknya. Merenungi setiap apa yang telah terjadi, membuat pria itu terlelap dalam keadaan pakaian yang belum tergantikan.

Ke esokan harinya, dengan begitu banyak rintangan. Laraz akhirnya berangkat menuju apartemen Kaivan, awalnya Leo masih begitu menolak jika kakaknya bekerja disana. Namun, dengan berbagai pertimbangan yang pada akhirnya membuat Laraz biasa pergi.

Seperti biasanya, Laraz langsung memasuki apartemen itu dengan penuh hati-hati.

"Tuan, tuan Kaivan." Laraz mencari keberadaan pria itu.

Saat tidak mendapatkan respon apapun, Laraz pun melanjutkan pekerjaannya seperti biasanya. Namun yang membuat Laraz merasa heran, keranjang pakaian kotor itu kosong. Padahal jika Kaivan pulang, seharusnya ia mengganti pakaiannya yang basah.

Kaki itu membawanya menuju kamar pria yang ia cari, awalnya Laraz mengetuk pintu kamar tersebut. Akan tetapi, setelah berulang kali ia lakukan namun tidak mendapatkan respon apapun.

Ketika pintu itu perlahan terbuka, kepala Laraz berada diantara pintu tersebut. Lalu betapa kagetnya ia saat melihat pria yang dicarinya itu berada dilantai, dan tentunya masih dengan pakaian yang sama dengan sebelumnya dipakai saat kehujanan.

"Tuan, tuan Kaivan." Laraz menggoyangkan bahu pria itu.

Tidak ada pergerakan, terdengar suara nafas yang sangat berat di telinga Laraz. Spontan saja tangannya ia letakkan pada kening Kaivan, dan hasilnya pun sangat membuat Laraz kaget.

"Panas! Tuan, badan anda panas sekali. Bagaimana ini?" Laraz pun merasa kebingungan akan melakukan apa.

Bermaksud untuk memindahkan tubuh Kaivan ke atas tempat tidur, namun apa daya tenaganya tidak sebanding dengan berat badan Kaivan.

"Kamu cepat kemari ya, kakak butuh bantuan. Cepetan." Dengan bernadakan kepanikan, Leo yang dihubungi pun tanpa bertanya lagi langsung menuju apartemen.

Langkah awal untuk mengatasi keadaan Kaivan, Laraz hanya bisa memberikan kompres air hangat pada tubuhnya. Hingga Leo tiba, mereka langsung memindahkan Kaivan ke tempat tidur.

"Kami bantuin kakak gih, tolong gantiin pakaiannya tuan Kaivan. Kasihan, nanti malah semakin buruk keadaannya." Laraz menjadi merasa bersalah.

"Apa? Kenapa harus aku kak?" Leo tidak menyangkan jika Laraz memintanya melakukan hal itu.

"aya, terus kakak harus meminta bantuan siapa? Apa harus kakak yang menggantikannya?" Laraz pun berdebat dengan sang adik.

"Huh, dasar pria menyebalkan. Ya sudah, mana pakaiannya? Pingsan pun masih menyebalkan ni orang." Gerutu Leo yang mulai menggantikan pakaian Kaivan.

Sebelumnya, Laraz juga menghubungi mansion utama dan memberikan kabar mengenai Kaivan saat itu. Disaat Leo dan Laraz menggantikan pakaian Kaivan, seseorang wanita masuk ke dalam apartemen dengan langkah yang cukup cepat.

"Bang Kai!" Suara merdu yang begitu menyakitkan telinga terdengar.

"Hei! Apa yang kalian lakukan dengan abangku?!" Mecca yang baru saja tiba di apartemen Kaivan, kaget ketika melihat abangnya sedang diperlakukan seperti itu.

Saat Leo membalikkan wajahnya, baik Leo maupun Mecca sama-sama tidak menyangka.

"Nona, jangan salah duga. Ini, tuan Kaivan sedang demam. Kami hanya mau menggantikan pakaian tuan saja, tidak lebih kok." Laraz merasa kaget dengan kedatangan Mecca dan takut jika mempunyai pemikiran yang tidak-tidak.

"Demam? Tumben ni orang bisa demam? Bang, Abang." Mecca menggoyangkan tubuh Kaivan.

Leo memilih menjauh saat Mecca menghampiri Kaivan, saat ia akan keluar dari kamar itu.

"Hei kamu! Tunggu. Kak Laraz, titip bang Kai ya." Mecca langsung mengejar Leo.

"Ada apa?" Leo yang sudah begitu malas berhadapan dengan Mecca.

"Kamu kenapa bisa ada disini? Ah iya, terima kasih waktu itu sudah nolongin. Mecca." Mecca menyalurkan tangannya untuk berkenalan.

"Perlu?" Leo begitu dingin.

"Heh?! Idih nyebelin banget, ngapain kamua dan disini? Jangan-jangan kamu yang nyelakain Abang aku?" Tuduh Mecca.

"Mulut sama otak tidak jalan, ngapain juga kemari? Kalau bukan karena kak Laraz yang minta, sorry banget." Ketus Leo.

Mendengar hal itu, Mecca mengalihkan tatapannya kepada Laraz.

"Maaf nona, benar yang dikatakan Leo. Tadi tuan saat saya datang sudah pingsan di lantai. Saya tidak sanggup untuk memindahkannya, makanya saya meminta bantuan adik saya kemari." Ujar Laraz dengan melihat ke arah Leo.

"Adik?! Ini adik kak Laraz?" Kedua mata Mecca melebar seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Iya nona, Leo adik kandung saya."

"Kenapa? Tidak percaya? lu juga kan adiknya pria menyebalkan ini, ternyata sama-sama menyebalkan." Leo menyeringai pada Mecca yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Suasana pun menjadi semakin lebih dingin, dimana baik Leo maupun Mecca bertemu dan mereka pun tidak menduga jika Laraz maupun Kaivan adalah kakak dan abangnya mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!