"Bun, katanya ada pengganti bi Ana ya? Mana?" Rasa penasaran Mecca dengan kabar tersebut.
"Kamu ini, pulang sekolah bukannya langsung bertukar pakaian. Namanya Laraz, usianya tidak jauh denganmu. Awas saja ya, jangan kamu isengin." Bunda mewanti-wanti putrinya yang suka usil.
"Kita lihat saja nanti." Seringai kecil diperlihatkan Mecca.
Dimana saat itu, Mecca baru selesai dari menyetrika pakaian di ruangan khusus laundry dan juga menyetrika. Bermaksud mau beristirahat sebentar sebelum melanjutkan pekerjaan yang lainnya, secara tiba-tiba Kara datang dan mengagetkan dirinya.
"Duer! Hayo, pasti mau istirahat ya. Sini Laraz, aku ada es uwut." Laraz pun melihat ditangan Kara ada sebuah gelas yang ukurannya cukup lumayan besar.
Mereka pun mencari tempat untuk menikmati segarnya es buatan Kara, dan benar saja. Ketika Laraz mencoba mencicipinya, rasa unik yang cukup membuat Laraz merasa ingin lagi.
"Ini namanya es kuwut, Kara. Kamu ini ada-ada saja, es uwut." Laraz menahan tawanya.
"Hahaha, lidahku kepeleset sedikit Raz. Oh ya, nanti katanya tuan muda mau datang. Nyonya meminta kita buat nyiapin makan malam, kamu ada ide masalah menunya?" Kara bingung untuk menentukan menu yang akan dihidangkan.
Karena waktu yang sudah semakin mepet, akhirnya Laraz mencoba membantu Kara untuk menyiapkan semuanya. Mereka tentunya saling bahu-membahu dalam pekerjaan, dibantu oleh yang lainnya juga tentunya.
Tak terasa waktunya pun tiba, pekerjaan selesai sebelum jam makan malam. Beberapa menu hidangan sederhana, namun ditata dengan sedemikian rupa. Hingga siapa pun yang melihatnya, terkesan seperti makanan dari restoran ternama.
"Mana abangmu?" Tanya bunda pada putrinya.
"Ngapain nanyain abang? Bukannya abang jarang pulang, bun." Jawab Mecca yang baru saja menarik kursinya.
Bunda hanya menghela nafasnya, percuma saja berdebat dengan putrinya itu dan tidak akan ada selesai-selesainya.
Tukh!
"Sakit!" Erang Mecca ketika kepalanya diketuk oleh orang yang sedang ia bicarakan.
"Lama-lama kepala adikmu itu benjol juga bang, sudah duduk. Ayo makan, perut ayah sudah lapar." Ayah menyudahi perdebatan yang selalu anaknya lakukan.
"Makanya, punya mulut itu dipakai buat yang baik-baik. Kualat baru tahu rasa, dasar bocah." Geram Kaivan yang mengetahui adiknya sedang mengumpatnya.
Akhirnya keluarga itu menikmati hidangan yang sungguh jauh berbeda dari sebelumnya, hidangan yang sederhana berubah menjadi luar biasanya.
"Wah, makanannya sangat enak. Ayah sampai nambah nih, bunda yang masak ya?" Ayah merasa perutnya sudah begitu padat, karena malam ini ia sampai nambah.
"Iya ya, rasanya berbeda banget." Mecca pun berkomentar.
Sedangkan Kaivan, ia hanya diam dan menyaksikan keluarganya saling melempar pendapat. Namun tidak dapat ia pungkiri jika masakan pada malam ini memang sangat berbeda, Kaivan merasakan jika masakan tersebut sangat cocok di lidahnya.
"Bunda tidak mungkin seenak ini masaknya, ini semuanya Laraz yang masak." Bunda mengatakan semuanya, hingga membuat rasa penasaran Mecca semakin besar.
Bertepatan pada saat itu, Laraz sedang menghantarkan air tambahan untuk mengisi gelas yang kosong.
"Ini Bun, ini yang menggantikan bi Ana?" Mecca menatap Laraz dengan begitu dalam.
Cukup kaget bagi Laraz, yang saat itu namanya disebut oleh majikannya. Ia takut jika melakukan kesalahan dan membuat majikannya tidak berkesan, akan tetapi semuanya tidak seperti itu.
Tukh!
"Aish!" Kaivan melirik Mecca.
"Kenapa bang? Tatapannya biasa aja kenapa, suka ya sama kak Laraz?" Goda Mecca saat melihat jika Kaivan menatap Laraz dengan tatapan yang berbeda.
"Mulut mulut." Tegas Kaivan yang ketahuan oleh sang adik, berusaha menutupi sikapnya.
Mecca menghampiri Laraz yang terdiam menyaksikan perdebatan keluarga tersebut, tidak tahu mengapa. Mecca merasa begitu tertarik saat melihat Laraz, mungkin saja karena usia mereka yang tidak jauh berbeda.
"Kak Laraz bener usianya dua puluh?" Mecca menatap Laraz seakan sedang di interogasi.
"Iya nona, benar." Jawab Laraz dengan nada bergetar.
"Kayaknya tidak mungkin deh, kita seperti seumuran kak. Ih, cantiknya." Tiba-tiba saja Mecca melontarkan ucapan tersebut.
Memang benar adanya, baik bunda dan ayah mengakui jika Laraz sangat cantik. Bahkan bunda juga merasa begitu dekat walaupun baru saja bertemu dengannya, jika saja anggota keluarga tersebut menyukai kehadiran Laraz. Bagaimana dengan Kaivan, pria itu pun sudah sangat tertarik pada wanita kecil yang baru ia temui.
Acara makan malam pun susah selesai, Laraz pun bersiap untuk pulang. Karena dirinya memang tidak menginap disana, itu tentunya sudah diketahui oleh pihak keluarga Lamont.
"Kar, aku pulang ya. Sampai bertemu besok." Pamit Laraz.
"Iya Raz, hati-hati ya. Jangan lupa kabarin kalu sudah sampai, adikmu sudah datang?" Kara tahu jika yang menjemput Laraz adalah adiknya.
"Iya, adikku sudah menunggu." Lalu mereka pun berpisah.
Dari balkon kamarnya, Kaivan yang saat itu sedang bersantai. Nampak memperhatikan seseorang yang sudah membuat dirinya kembali ke mansion utama. Laraz, wanita itu telah berhasil mendapatkan perhatiannya . Dan khususnya telah membuat seorang Kaivan rela pulang dan menghentikan pekerjaannya, hanya untuk melihat wajah teduh itu.
"Siapa pria yang bersamanya? Tidak mungkin, dia masih sangat muda. Mana mungkin memiliki pacar." Gumam Kaivan yang melihat saat Laraz hendak pulang.
Bayangan Laraz sudah menghilang dari pandangannya, namun dalam pikirannya. Wajah dan senyuman itu masih terekam jelas, dalam pikirannya. Tangan itu mengambil ponsel dari saku celananya dan menghubungi seseorang, dalam waktu yang singkat lalu terbitlah senyuman yang begitu dalam dari wajah dingin tersebut.
"Aku menyukainya." Kalimat tersebut keluar begitu saja dari mulut Kaivan yang dimana selama ini selalu bersikap dingin pada wanita, terkecuali bunda dan adiknya.
"Ciye ciye, bujang lapuk jatuh cinta. Ayah, bunda!!" Tidak tahu darimana, Mecca bisa-biaanya sudah berada dibelakang tubuh Kaivan.
"Bocah sialan! Tutup mulut kamu, Mecca! Aish, menyebalkan sekali anak ini." Geram Kaivan, karena ucapannya telah didengar oleh sang adik.
"Hahaha, tapi kak Laraz memang cantik kok bang. Aku juga kalau jadi pria, susah pasti akan terpesona dengan wajahnya." Mecca duduk dengan begitu santai di kursi balkon Kaivan.
Begitu juga Kaivan ikut mendaratkan tubuh jenjangnya disamping Mecca, untung saja teriakan Mecca tidak sampai membuat kedua orangtuanya ikut berada disana.
"Bang, Abang serius suka sama kak Laraz? Tapi, tadi dia dijemput sama cowok, ganteng lagi." Mecca melirik Kaivan.
Tukh!
"Aduh! Jangan ketuk, sakit kepalanya." Mecca mengerucutkan bibirnya karena Kaivan mengetuk kepalanya.
"Tu mulut bisa tidak di rem kalau ngomong, ganteng ganteng. Abangmu ini lebih ganteng dari pria mana pun, tanamkan itu dalam kepalamu ini. Jangan sukanya minta uang terus, dasar." Ketus Kaivan.
"Ya elah bang, gitu aja sewot. Makanya, kalau sudah suka itu ya langsung saja bilang. Nanti keduluan orang lain, baru tahu rasa." Mecca pun berlalu setelah berdebat dengan Kaivan yang akhirnya dirinya akan kalah.
Atas ucapan sang adik, membuat Kaivan berpikir dengan cukup keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
vj'z tri
🤭🤭🤭🤭🤭 cieee cieee prikitew
2025-01-26
1
Intan Wulandari
lanjut
2024-12-23
1