"Bun, kayaknya abang itu suka deh sama kak Laraz." Mecca menceritakan semua yang ia lihat kepada bundanya.
"Bunda juga berpikir begitu, tapi. Kenapa abangmu itu masih seperti dingin tidak karuan?" Bunda juga merasakan perubahan sikap dari putranya itu.
Mecca menggerakkan bahunya karena ia tidak tahu, bagi keluar tersebut. Status sosial bukanlah suatu hal yang menjadi pertimbangan untuk mencari pasangan hidup, yang paling utama adalah cara mereka dalam bersikap dan tentunya bisa menyesuaikan dengan kehidupan sekitarnya.
"Bun, tuh orang yang kita bicarakan datang."
Benar apa yang Mecca katakan, Kaivan dengan menggunakan pakaian yang biasa ia kenakan saat bekerja dan bahkan hari pun baru menunjukkan pukul enam pagi.
"Bun, Laraz sudah datang?" Kaivan mengambil makanan yang berada ditangan Mecca.
Dengan muka cemberutnya, Mecca menatap Kaivan dengan sangat geram. Bunda juga sudah terbiasa dengan tingkah laku kedua anaknya itu, tidak akan pernah akur dalam waktu yang lama.
"Belum kayaknya, tumben abang nanyain?"
"Laraz kerja di apartemen abang ya, abang perlu buat beres-beres dan masak. Oke Bun, nanti abang langsung bawa Laraznya."
"Apa-apaan bang, enak saja. Bunda juga disini membutuhkan Laraz, kamu juga aneh banget. Tiba-tiba membutuhkan orang di apartemen kamu, yang katanya tidak boleh sembarangan orang masuk kesana." Bunda pun menolak apa yang Kaivan inginkan.
"Itu kan dulu Bun, sekarang abang membutuhkan." Bela Kaivan yang terus menguyah makanan buatan bunda.
"Butuh atau jatuh cinta?" Suara Ayah tiba-tiba saja terdengar, membuat semuanya tercengang.
"Uhuk uhuk!!" Kaivan tersedak akibat kaget dengan apa yang ayahnya katakan.
Sontak saja bunda dan Mecca menjadi tertawa, karena tidak biasanya Kaivan bersikap seperti itu. Apalagi ini berhubungan dengan seorang wanita, sudah pasti semua pergerakannya akan mengundang pertanyaan dari orang sekitarnya.
Sikap Kaivan yang begitu dingin dan terkesan angkuh terhadap perempuan dan dalam dunia kerjanya. Membuat dirinya selalu saja mendapatkan perjodohan dari berbagai klien bisnisnya, namun sayangnya semua perjodohan tersebut tidak ia hiraukan bahkan ada yang ia tolak dengan terang-terangan.
"Ayah, kalau ngomong suka bener. Hahaha." Mecca begitu bahagia mendapat dukungan dari sang ayah.
"Dasar bocah!" Ketus Kaivan.
"Sudah-sudah, kamu tanya saja sendiri sana sama Laraz. Dia mau apa tidak kerja ditempat kamu, jangan asal comot saja." Bunda akhirnya memberikan lampu hijaunya.
Keluarga tersebut melanjutkan sarapan di pagi harinya sebelum melanjutkan rutinitas yang ada, Kaivan pun menunggu Laraz datang sambil membaca beberapa laporan dari Noah.
Terdengar suara motor yang cukup nyaring di telinga, membuat Kaivan segera beranjak dari tempatnya untuk menghampiri.
"Kenapa baru datang?" Kaivan langsung bertanya pada Laraz.
"Kak, kenapa si om-om ini selalu saja bermulut pedas?" Leo berbisik pada Laraz.
"Sembarangan, lebih baik kamu langsung berangkat saja sana." Laraz mengabaikan Kaivan dan menyaksikan Leo yang sudah perlahan menjauh.
"Selamat pagi om, eh maaf tuan." Laraz keceplosan akibat dari ketularan Leo.
"Apa kamu bilang, om? Usiaku masih muda, kenapa kamu jadi ikut-ikutan pria itu?" Ketus Kaivan yang merasa tidak terima Laraz memanggilnya seperti itu.
"Maafkan saya tuan, saya benar-benar tidak sengaja."
"Sudahlah, mulai hari ini. Kamu bekerja di apartemen milik ku, bunda sudah memberikan izinnya. Ayo, aku juga harus pergi bekerja." Kaivan menggenggam tangan Laraz dan mengajaknya masuk ke dalam mobil miliknya.
Namun sebelum mereka menjauh dari area mansion utama, Mecca dan bundanya menghampiri mobil Kaivan.
"Laraz, tolong bantu Kaivan ya. Jika ada yang aneh ataupun dia bersikap kasar sama kamu. Bilang sama saya, dan kamu bang. Awas saja macem-macem, bunda akan pantau." Bunda melirik Kaivan dengan begitu tajam.
"Bener tu bang Kai, jaga kak Laraz ya. Nanti aku akan sering berkunjung, hahaha." Mecca sengaja mengundang emosi dari Kaivan.
"Mecca! Iya Bun, tenang saja." Kaivan melakukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju apartemen miliknya.
Selama diperjalanan, Laraz hanya bisa diam. Ia tidak tahu harus bagaimana, bahkan ia masih kaget kenapa dirinya dipindahkan untuk membantu Kaivan.
"Kamu nanti bekerja seperti biasanya saja, jika ada yang dibutuhkan. Bilang saja, jangan sungkan." Kaivan dengan wibawanya memberitahukan apa yang akan Laraz lakukan disana.
"Baik om, aja maaf tuan. Maaf saya, maaf." Laraz yang tersadar dari lamunannya, menjadi kaget disaat Kaivan berbicara sedikit bernada tinggi.
Kaivan menutup kedua matanya sejenak dan lalu ia menghela nafas beratnya, baru kali ini dirinya seakan-akan menjadi begitu tua dihadapan seorang wanita.
Dan Laraz pun hanya bisa menyesali dirinya yang sudah begitu lancang menyebut tuan mudanya dengan seperti itu, entah mengapa mulutnya begitu mudahnya melafazkan panggilan tersebut.
Akibat dari hal itu, mood Kaivan menjadi tidak baik. Tidak ada lagi percakapan apapun diantara mereka hingga mobil itu berhenti di parkir apartemen, Kaivan mengintruksikan agar Laraz segera turun dna mengikuti dirinya.
"Masuklah, dan mulailah bekerja. Jika butuh sesuatu, kamu bisa menghubungiku. Aku sudah menuliskan nomorku disana, ya sudah aku pergi dulu." Sebelum Kaivan pergi, Laraz menganggukkan kepalanya dan menutup pintu.
................
Selepas kepergian Kaivan, Laraz menatap isi dari setiap sudut ruangan yang berada di apartemen tersebut. Nuansa abu-abu, hitam dan putih menghiasai warna dari dinding beberapa ruangan yang ada.
"Aku harus memulainya dari mana ini?" Laraz bingung harus bekerja apa.
Mencari-cari sesuatu yang dapat ia kerjakan, dari sudut pertama sampai akhirnya Laraz mendaratkan tubuhnya dilantai.
Pandangannya mengelilingi luasnya apartemen tersebut, bersih, rapi, bahkan harum. Dirinya menjadi bingung sendiri harus melakukan apa, memasak? Terdapat pesan tertulis yang tertera didepan pintu lemari pendingin, bahwa Laraz dilarang memasak. Jika dirinya lapar ataupun nanti Kaivan mau makan, maka akan ada restoran yang siap menghantarkan makanan tersebut.
"Jadi, gunanya aku disini apa? Tidak ada pekerjaan yang bisa aku lakukan, kalau begini lebih baik aku berada dimansion utama. Paling tidak ada nona Mecca yang bisa diajak bicara." Laraz hanya bisa terdiam dan duduk manis dilantai.
Disaat Laraz masih berperang dengan pemikirannya, Kaivan nampak tersenyum melihat sikap wanita yang sudah mencuri hatinya melalui kamera pengawas yang berada di apartemen miliknya.
"Ya halo tuan." Laraz menerima panggilan melalui ponsel miliknya, yang ternyata dari Kaivan.
"Ngapain kamu duduk di lantai begitu? Apa sofa disana tidak enak untuk diduduki? Atau jangan-jangan kamu sedang siklus bulanan? Berdiri!" Ucapan tegas Kaivan membuat Laraz langsung menurutinya.
"Iya tuan, tapi. Kok tuan tahu kalau saya sedang duduk di lantai?" Laraz menjadi kebingungan dan ia melirik kesana kemari untuk mencari keberadaan Kaivan.
"Kau masih di kantor, tidak perlu sampai begitu mencari ku. Ya sudah, kamu beristirahat saja disana, jika lapar. Tinggal tekan saja tombol yang ada didapur, nanti akan ada pihak restoran menghubungi telfon apartemen. Aku lanjut kerja dulu." Kaivan mengakhiri pembicaraan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
vj'z tri
simulasi jadi istri KAI 🤭🤭🤭🤭
2025-01-26
1
Monang Ferdinand Sitanggang
d ratukan dulu laraznya
2025-02-09
0
Lửa
Seru banget ceritanya.
2024-08-21
1