Leo menghantarkan Mecca menuju rumahnya, namun diperjalanan tersebut. Mereka bertemu dengan salah satu keluarga Mecca, yang pada akhirnya Mecca beralih bersama orang itu.
Sementara itu, setelah menyelesaikan kegiatan berbelanjanya. Laraz segera kembali ke apartemen milik Kaivan, lalu mereka menata semua hasil dari perburuannya dari supermarket. Belum sempat Laraz menyajikan makanan untuk Kaivan, pria itu lalu membawanya ke sebuah butik yang cukup ternama.
"Selamat datang tuan, Kaivan. Ada yang bisa kami bantu?" Seseorang pria yang merupakan pemilik dari butik tersebut menyambut kehadiran tamunya.
"Bisa kamu bantu carikan gaun yang cocok untuk wanitaku?" Ujar Kaivan sambil melirik ke arah Laraz.
Sedangkan Laraz, ia hanya bisa menundukkan wajahnya dari tatapan kepada dirinya.
"Wah, tuan. Benarkah ini? Sangat cantik." Jeremy, pria bertulang lunak itu begitu kagum dengan kecantikan yang dimiliki oleh Laraz.
"Apa yang mau kau lakukan, hah?!" Kaivan sedikit meninggikan nada suaranya, disaat Jeremy mendekat dan hendak menyentuh wajah Laraz.
"Ah sorry, sorry. Maafkan saya tuan, saya begitu kagum akan kecantikan alami yang dimiliki oleh wanita anda. Sangat mengagumkan." Mata Jeremy masih terpana akan kecantikan Laraz.
Mendapati hal tersebut, Kaivan segera menghalangi tatapan itu dengan menggunakan tubuhnya sebagai tameng. Menyadari hal itu, Jeremy segera mengalihkannya dengan menawarkan beberapa gaun yang begitu indah untuk Laraz.
Sudah beberapa kali Laraz mencoba gaun yang ada, namun Kaivan menolaknya dengan berbagai alasan. Gaunnya sedikit terbuka, terlalu ketat, bahkan sangat mencolok dipandang pun ia komentari.
"Memangnya harus gaun yang seperti apa, tuan? Aku lelah jika harus mencoba semuanya, apa lebih baik aku tidak ikut saja." Laraz yang lelah dengan terus berganti pakaian, untuk Kaivan komentari seberapa indah gaunnya.
Tubuh tinggi itu segera menghampiri Laraz, lalu ia menghela nafasnya.
"Apa tidak ada gaunmu yang tertutup dan tidak ketat, Jeremy?" Kaivan menatap pria pemilik butik itu dengan begitu penuh pertanyaan.
"Ah tuan bisa saja, tentunya adalah. Mari nona, akan saya tunjukkan." Koleksi pakaian pada butik itu sangatlah banyak dan tentunya dengan kualitas terbaik.
Laraz hanya bisa mengikuti kemana langkah pria bertubuh lentur itu membawanya, saat ia menunjukkan sebuah lemari besar yang berisikan gaun yang dimaksud. Laraz hanya bisa menatapnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, gaun tersebut sangat begitu elegan dan mewah walaupun gaun tersebut tidak menampakkan bentuk tubuh yang menggunakannya.
"Yang ini." Kaivan mengambil salah satu gaun dan memberikannya kepada Laraz.
Wajah cemberut itu begitu malas menerima gaun tersebut, masuk ke dalam ruang ganti dengan membawa gaun tersebut. Membutuhkan beberapa waktu hingga pada akhirnya, Laraz keluar dari ruangan tersebut dengan gaun yang sudah ia kenakan.
Sorot mata itu tidak bisa terlepas dari sosok wanita yang kini berada dihadapannya, gaun yang dikenakan oleh Laraz saat itu. Sungguh membuat Kaivan terpana, tidak bisa dipungkiri jika Laraz terlihat sangat cantik.
"Tuan, tuan. Dih matanya tidak berkedip, nona cantik kan." Goda Jeremy kepada Kaivan.
"Tutup matamu, jika tidak akan aku colok!" Kesal Kaivan kepada Jeremy yang terus menatap ke arah Laraz.
"Hahaha. Iya tuan, sorry. Untuk pelengkapnya, ini pakaian yang cocok untuk tuan." Sebuah tuxedo berwana senada dengan gaun yang dikenakan oleh Laraz.
Ketika keduanya sudah menggunakan pakaiannya, dan juga Laraz sudah di make over dengan begitu luar biasa. Saat ini, keduanya berjalan beriringan keluar dari ruangan dan bertemu.
"Mantap! Kalian berdua sangat cocok sekali, aduh aku jadi terpesona." Dengan gayanya yang gemulai, Jeremy memuji kedua orang yang ada dihadapan.
"Diam kau, cerewet sekali." Kaivan menutup wajah Laraz dengan menggunakan telapak tangannya yang lebar.
"Ya ampun tuan, kalau nona tidak boleh dipuji oleh pria lain. Cepetan dijadiin ratu lah, ya kan nona?"
Benar-benar geram akan sikap Jeremy dihadapannya saat ini, membuat Kaivan menarik telinga pria itu untuk menjauh. Dengan begitu cepat, Kaivan membawa Laraz pergi dari bangunan itu. Jika berlama-lama, maka ia akan semakin geram dan tidak rela jika Laraz dipuji oleh orang lain selain dirinya.
Mobil yang Kaivan kemudikan, melaju dengan kecepatan sedang menuju tempat dimana acara yang Kaivan katakan sebelumnya. Tanpa mereka duga juga, Leo juga berada ditempat tersebut untuk mengambil kerja tambahannya.
Berjalan beriringan memasuki gedung mewah yang ada, Kaivan menggenggam telapak tangan Laraz yang terasa begitu dingin.
"Tenang saja, tidak perlu gugup seperti ini." Kaivan menyadari jika Laraz pasti begitu panik saat menghadiri acara yang tidak pernah ia tahu.
"Ah iya tuan, maaf." Laraz mencoba menetralkan detak jantungnya yang begitu cepat.
"Sayang, jangan tuan. Oke." Kaivan mengganti namanya yang sering Laraz ucapakan, tentunya dengan maksud dan tujuan tertentu.
"Loh!" Laraz pun semakin dibuat tidak berdaya, ia benar-benar tidak menyangka bisa menghadiri acara semewah dan tertutup seperti itu.
"Ikuti saja ucapanku." Keduanya berjalan dengan begitu anggunnya.
Kaivan mulai menyapa beberapa kolega bisnisnya yang sudah terlebih dahulu melihatnya, tentunya ia dengan bangganya memperkenalkan Laraz sebagai pendampingnya.
Rangkaian acara berjalan dengan sangat lancar, hanya saja Kaivan merasa terganggu dengan pandangan para rekan bisnisnya yang selalu melihat ke arah Laraz.
"Kita pulang sekarang." Tegas Kaivan dengan merangkul pinggang kecil Laraz.
"Bukankah, acaranya belum selesai?" Laraz pun nampak kebingungan dengan sikap Kaivan yang tiba-tiba saja berubah.
"Aku tidak suka, jika mata mereka semuanya mencuri pandangan pada kamu." Jujur Kaivan yang mulai menunjukkan isi hatinya.
"Memangnya kenapa tuan? Eh sa sayang." Laraz menjadi kaku ketika ia salah mengucapkan nama itu.
Dengan memutar kedua matanya dengan begitu malas, Kaivan menghentikan langkahnya dan menatap Laraz dengan begitu dalam.
"Aku tidak suka, jika wanita yang aku cintai ini menjadi konsumsi mata pria lain. Karena..."
Sebelum kalimat itu selesai Kaivan katakan, ada seseorang yang melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Kaivan dari arah belakang.
"Sayang, kenapa tidak bilang kalau kamu juga menghadiri acara ini? Kalau tahu, aku kan bisa ikut sama kamu." Sherly yang begitu erat melingkarkan tangannya, seakan-akan takut jika pria itu akan pergi.
Mendapati tangan yang melingkar pada pinggang Kaivan, membuat Laraz menghempaskan tangan pria itu. Ada perasaan tidak enak yang Laraz rasakan, ingin ia segera menjauh saja dari sana. Namun Kaivan kembali menahan dirinya, tangan milik Sherly pun dilepaskan dengan begitu keras. Terlihat jika Kaivan tidak menyukainya, bahkan ia memberikan tatapan tajam kepada wanita itu.
"Kaivan, sakit." Keluh Sherly yang seakan-akan jika dirinya tersakit.
Hal tersebut akhirnya menjadi pusat perhatian dari para tamu acara tersebut, Sherly terus menerus memberikan keterangan jika dirinya adalah milik Kaivan dan Laraz adalah wanita penggoda. Sehingga membuat beberapa dari tamu yang ada melontarkan kalimat yang tidak pantas untuk didengar kepada Laraz, dan itu membuat Sherly sangat bahagia.
"Jangan pernah membuat berita palsu, Sherly. Dan seharusnya kamu mengingat ini semuanya, dia Laraz. Wanita yang aku cintai dan hanya dia yang pantas untuk bersanding disisiku. Bukan kamu!" Tegas Kaivan lalu meninggalkan acara tersebut begitu saja dengan menarik tangan Laraz.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments