Life After Breakup.
Rintik-rintik hujan terdengar halus di luar jendela, padahal matahari belum sepenuhnya terbit. Suara tetesan air hujan yang menenangkan membuat suasana pagi jadi sedikit lebih lambat. Untuk sebagian orang, pagi yang seperti ini hanya akan membuat malas untuk bergerak. Ingin tidur lagi, mungkin? Hanya berbaring dan merasakan ketenangan.
Tapi Zoya tahu bahwa tidak ada waktu untuk bermalas-malasan.
“C'mon, wake up, time to work!” ucapnya, berusaha menyemangati dirinya sendiri. Tak ada yang bisa menyemangati lebih baik daripada dirinya sendiri, bukan? Itulah yang Zoya percaya. Setiap pagi adalah tantangan, dan dia tahu bahwa untuk meraih impian, dia harus bangun dan beraksi.
Sesampainya di Boutique Wedding, tempat Zoya bekerja, ia menyambut hari dengan semangat. Zoya bukan hanya seorang desainer biasa. Dia seorang desainer di salah satu butik pernikahan terbaik di Singapore, yang tentunya datang dengan tanggung jawab besar.
"Zai, gimana proyek untuk klien kita bulan depan? Sudah dirancang?" tanya Miss Anna, bos Zoya, dengan nada suara yang cukup serius.
"Sudah, Miss. Ini sebentar lagi selesai," jawab Zoya, tersenyum tipis. Pekerjaan sebagai desainer pernikahan memang penuh tantangan, apalagi kali ini dia sedang menangani klien yang menginginkan pernikahan dengan dua budaya yang berbeda. Kliennya berasal dari keluarga Muslim-China.
"Ok, good job!" ucap Miss Anna sambil tersenyum dan berlalu keluar dari ruangan Zoya.
Zoya menarik napas lega, namun pikirannya tak berhenti bekerja. Klien pernikahan sering kali memiliki permintaan yang sangat detail—dari pemilihan bahan hingga desain yang sesuai dengan tradisi agama mereka. Itulah sebabnya, Zoya selalu merasa senang bisa menggabungkan berbagai unsur budaya dalam satu desain. "Beruntungnya saya," pikirnya sambil tersenyum dalam hati.
Namun dalam hati, Zoya juga berpikir tentang hidupnya sendiri. Tentang jodoh. Tentang cinta. "Seperti apa ya jodoh saya nanti? Apa dia non-Muslim atau sama-sama Muslim?" batinnya, bertanya-tanya. Seperti yang sering dia pikirkan, yang terpenting bukan siapa dia, tetapi apakah dia akan menerima dan mencintainya apa adanya.
Hari pun berlalu, dan jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Waktunya pulang.
Namun sebelum itu, Zoya berencana untuk mengisi perutnya terlebih dahulu. Lebih baik makan dulu sebelum terlambat, pikirnya. Tak jarang Zoya pulang larut karena pekerjaannya yang menumpuk. Biasanya, ia meluangkan waktu untuk makan malam di tempat favoritnya sebelum kembali ke apartemen.
Di jalan, udara malam yang dingin disertai angin sepoi-sepoi membuat Zoya menarik jaketnya lebih erat. Musim hujan sedang berlangsung, meski hujan belum turun deras. Zoya berjalan santai, namun tiba-tiba angin yang berhembus kencang membuat rambut yang ia ikat dengan rapi terurai tak karuan. Tertutup seluruh wajahnya, membuat Zoya sedikit kesulitan melangkah.
Tapi sebelum Zoya bisa membalikkan badan untuk mencari perlindungan dari angin, sebuah suara terdengar di depannya.
"Hey, beautiful!" suara bariton itu memanggil dengan santai.
Zoya terkejut, namun tetap tidak menjawab. Ia terus berjalan, berharap orang itu akan pergi.
"Tidak punya telinga ya?" tanya suara itu lagi, kali ini sedikit lebih keras.
Zoya yang merasa terganggu hanya menjawab singkat, "Sorry." Lalu ia mempercepat langkahnya, berharap bisa menghindari obrolan yang tidak diinginkan.
Namun, pria itu malah mengikuti Zoya. Ia berjalan cepat, sementara Zoya tetap berjalan kaki. Pria tersebut menggunakan mobil, dan Zoya pun merasa cemas, bertanya-tanya dalam hati, ‘Apa dia mau nabrak saya? Atau mau ngikutin saya karena masih nggak terima?’
Zoya akhirnya sampai di kedai makan langganannya, tempat yang sudah lama ia kenal. Tempat ini adalah tempat yang paling nyaman baginya untuk beristirahat setelah seharian bekerja. Pemilik kedai, seorang wanita yang Zoya panggil Aunty, adalah orang pertama yang menolongnya ketika ia baru tiba di Singapore, belum punya banyak uang, dan belum mengenal siapa pun.
"Hi, Aunty!" sapa Zoya dengan senyuman hangat saat memasuki kedai.
"Hallo, Zoya. Baru balik?" tanya Aunty, sambil menyiapkan meja untuk Zoya.
"Iya, Aunty. Hah, sedang ada proyek, banyak mau. Mau ini, mau itu," keluh Zoya sambil duduk di meja yang biasa ia pilih.
"Iya, sabar saja. Namanya juga kerja, tidak ada yang langsung instan," jawab Aunty bijaksana.
Zoya tersenyum kecil, merasa sedikit lebih ringan setelah berbicara dengan Aunty. "Iya, Aunty," jawabnya, meski sedikit malas. Bukan malas sebenarnya, hanya saja dia merasa lelah.
"Saya order seperti biasa, ya," ucap Zoya, dengan suara yang sudah hafal akan apa yang dia pesan.
Tapi, saat dia menoleh ke belakang, Zoya hampir terkejut. HAH!
Di sana, berdiri seseorang yang baru saja dia temui. Ahid.
Ahid Jamilie, pria yang pernah ia temui beberapa waktu lalu di kafe. Zoya ingin pura-pura tidak tahu, tapi sesuatu dalam dirinya tidak bisa mengabaikan kehadiran pria itu.
Ahid pun sama, tidak terlalu peduli. Dalam hatinya, dia hanya berpikir, “Perempuan gila tadi.”
Namun, di sisi lain, Ahid memikirkan kembali kejadian tadi. Ia tahu Zoya bukan orang sembarangan, tetapi entah kenapa, perasaan yang tiba-tiba muncul di hatinya justru membuatnya sedikit bingung. Kenapa dia begitu merasa tertarik?
Zoya hanya melanjutkan hari seperti biasa. Seperti tidak ada yang aneh. Tapi dalam hatinya, dia tahu, tidak ada yang benar-benar biasa. Segala sesuatu selalu memiliki cerita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
JayaReog
Ikut hadir jua ya adik
2025-01-16
2
secret enjel
zoyaa pastii beratt bangett jadii kamuuu/Cry//Grievance/
2025-01-06
3
𝐫𝐚.
siapp/Smile/terimakasih, jangan bayangin anu yak, banyak anunya/Smirk//Pray/
happy Reading/Rose/
2025-02-13
0