Siang tadi mereka bertemu di mal karena kebetulan ada pekerjaan di lokasi yang sama. Sekarang, seperti biasa, Ahid mengantar Zoya pulang ke apartemen dan mampir sebentar. Rutinitas mereka hampir selalu sama—nonton film bersama sebelum Ahid kembali ke apartemennya sendiri.
Tapi malam ini terasa berbeda.
"Sayang," panggil Ahid.
Tidak ada jawaban.
Zoya bilang hanya ingin mandi sebentar, tapi sudah hampir dua jam dan dia belum juga keluar.
"Sayang?" panggil Ahid lagi, mulai bosan menonton sendirian.
Masih tidak ada jawaban.
"Are you okay?" ucapnya, sedikit khawatir.
Di dalam kamar mandi, Zoya masih asyik berendam di bathtub, menikmati kehangatan air dan aroma terapi yang menenangkan. Ia benar-benar lupa kalau ada Ahid yang sedang menunggunya di luar.
Ahid mulai frustrasi. "Sayang, oh sh*t!" gumamnya sambil mengetuk pintu.
Tok… tok… tok…
Zoya tersentak sadar.
"Oh, ya ampun!" buru-buru ia membilas tubuhnya, lalu mengambil handuk untuk membungkus tubuh dan rambutnya.
Cklekk.
Zoya keluar dengan senyum kecil. "Hehe, maaf. Aku lupa."
Ahid menatapnya dengan ekspresi tidak senang.
"Marah?" tanya Zoya, mencoba membaca wajahnya.
"Baju dulu. Keringkan rambutmu," ucap Ahid dingin sebelum berbalik dan kembali ke ruang TV.
Zoya mengernyit. Kenapa, sih?
Tapi ia tetap menurut, masuk ke kamar dan berganti pakaian. Namun, rambutnya hanya dikeringkan seadanya sebelum ia kembali ke ruang TV dan duduk di sebelah Ahid.
Ahid hanya melirik sekilas, lalu diam lagi.
Zoya mulai gelisah. Ia tidak suka diabaikan.
"Jadi beneran marah?" tanyanya lagi.
Ahid masih tidak menjawab.
Zoya menghela napas. "Maaf… Seharian ini kerjaanku banyak banget. Satu-satunya cara buat rileks ya berendam di bathtub. Aku lupa kamu masih di sini."
Ahid akhirnya menatapnya, tapi yang menarik perhatiannya justru rambut Zoya yang masih setengah basah.
"Kenapa nggak dikeringkan?" tanyanya datar.
"Nanti juga kering sendiri," jawab Zoya santai.
Ahid menghela napas panjang, lalu bangkit dan pergi ke kamar Zoya.
......................
Tak lama kemudian, ia kembali dengan hairdryer di tangan.
"Sini," perintahnya.
Zoya menurut tanpa banyak tanya.
Ahid menyalakan hairdryer dan mulai mengeringkan rambutnya dengan lembut. Jari-jarinya sesekali menyelip di antara helaian rambut Zoya, memastikan tidak ada yang masih basah.
Setelah rambutnya kering, Ahid kembali duduk, tetap diam.
Zoya bingung. Ini pertama kalinya Ahid mendiamkannya seperti ini.
"Maaf…" gumamnya pelan, lalu menyandarkan kepala ke dada Ahid.
Ahid menegang sejenak sebelum berbisik, "Jangan seperti ini. Aku belum mandi."
Zoya mengangkat kepalanya sedikit, menatap Ahid. "Ya sudah, mandi sana."
Ahid menghela napas. "Lain kali, aku bakal bawa baju ganti ke sini."
Zoya terdiam. Ahid belum mandi pun tetap wangi.
Perlahan, ia kembali menyandarkan kepalanya, lalu melingkarkan tangan di pinggang Ahid, mencari posisi yang nyaman.
Srak… srek…
Ahid langsung kaku.
"Sayang, tolong jangan terus-terusan menguji aku, ya?" bisik Ahid dengan nada setengah memohon.
Zoya menatapnya dengan wajah polos. "Uji apa? Aku cuma meluk, kok."
Ahid menghembuskan napas berat. "Hufh… Aku ini laki-laki normal. Kalau kamu terus seperti ini, aku nggak jamin bisa menahan diri."
Ia sedikit menjauh, menciptakan ruang di antara mereka.
Zoya langsung terdiam, merasa bersalah. "Maaf…" ucapnya lirih, menundukkan kepala.
Ahid menatapnya lama. Ia tahu Zoya belum sepenuhnya menerimanya, dan ia sudah berjanji akan menjaga Zoya sampai saat itu tiba.
Walaupun dia sadar, dirinya bukan pria baik-baik, setidaknya untuk Zoya, ia ingin belajar menghargai.
Tapi kalau terus seperti ini…
Ia tidak tahu sampai kapan bisa bertahan.
Karena di hadapannya ada perempuan yang ia sayang, yang ia ingin miliki sepenuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments