11. The Sparks

Pagi hari Lily selesai mandi dan sedang mengeringkan rambut dengan hair dryer, ketika telepon kamar berdering.

Ia menghentikan kegiatannya dan berjalan ke meja nakas di samping tempat tidur dimana telepon terletak.

Suara staf Front Office hotel menyapa pendengarannya, “Selamat pagi, Nona Kanissa. Ada yang mencari Anda, Tuan Natadharma.”

“Baik, silakan sambungkan,” jawab Lily.

“Selamat pagi, teman setanah air, apakah aku mengganggu tidurmu?” Suara Gandawasa terdengar cerah, secerah pagi ini dimana langit mendung telah diusir cahaya mentari. “Untung aku ingat nama lengkap kamu, jadi bisa meminta FO untuk menghubungi kamar kamu. Aku tunggu di lobby ya. Gak perlu buru-buru, take your time.”

Ah, Lily tidak mengira Gandawasa akan sedisiplin ini. Ia meraih ponselnya untuk memeriksa waktu. Ternyata sudah jam delapan!

Ia langsung malu sendiri. Ia yang kesiangan, malah menuduh Gandawasa yang kepagian. Lily cepat-cepat menyelesaikan kegiatannya yang tertunda.

Jika bukan musim dingin, ia akan membiarkan rambutnya yang panjang kering alami oleh angin. Tetapi keluar rumah dengan rambut basah di hawa sedingin ini, meskipun matahari terang benderang, bukan ide bagus. Bisa-bisa ia masuk angin.

Lily memilih dengan cepat pakaian di antara yang tergantung di dalam lemari hotel, lalu melengkapi dengan segala penghangat, syal, topi baret, sarung tangan, earmuff, dan sepatu bot.

Setelah membubuhkan bedak tipis dan mengolesi bibirnya dengan lip tint warna peach agar bibirnya tidak kering, ia juga menyemprotkan parfum. Lily melihat penampilannya sekali lagi di cermin.

Sempurna. Ia tampak segar dan alami. Tidak berlebihan. Ia meraih tasnya dan melenggang ke pintu, lalu turun ke lobby untuk menemui Gandawasa.

Ia melihat lelaki itu sedang duduk bertumpang kaki di salah satu sofa. Lily mendekat dan Gandawasa menoleh. Matanya tampak agak melebar melihat penampilan Lily.

Wanita muda itu bahkan lebih memesona di pagi hari. Wajahnya sangat imut dan polos, ketika tersenyum bahkan ada lesung pipit kecil di bawah bibir di sudut dagunya, yang tidak dilihat Gandawasa kemarin malam.

“Pagi Lily, you look fabulous, sudah sarapan?” tanya Gandawasa.

Lily menggeleng. “Aku bangun kesiangan.”

“Tidak apa-apa, itu artinya tidur kamu nyenyak semalam. Hawa dingin memang enaknya bergelung di bawah selimut,” Gandawasa tertawa kecil, penuh pengertian. “MOMA juga belum buka jam segini. Silakan kalau kamu mau sarapan dulu, aku temani minum.”

Hotel biasa di-booking bersamaan dengan makan pagi, Gandawasa sendiri sudah sarapan di hotelnya sendiri tadi.

Mereka duduk berhadapan di cafe hotel itu, Lily menikmati sarapan, sementara Gandawasa menyeruput kopinya.

“Kamu ada keperluan apa di New York?” Lily membuka pembicaraan, “Apakah urusan kamu gak keganggu kalau menemani aku?”

“Santai saja. Aku punya banyak waktu.” Ujar Gandawasa.

Sebenarnya urusannya sudah selesai, dan sudah waktunya ia kembali ke California. Tetapi karena Lily mengatakan akan tinggal empat hari di sini, Gandawasa menunda kepulangannya dan menjadwal ulang pesawat jet pribadinya.

Ia telah memutuskan akan menemani Lily selama empat hari ini, setiap hari. Ia tidak ingin melepaskan kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh, anggap saja penjajakan awal. Dalam sebuah bisnis, perlu survei untuk mengetahui apakah ia tertarik menanamkan modal. Apalagi ini untuk teman hidup.

Usianya sudah hampir empat puluh, bukan waktunya lagi untuk main-main. Jika ada kesempatan, harus digenggam seerat-eratnya hingga dapat. Tetapi jika tidak ada peluang, lebih baik dihentikan segera. Tidak ada gunanya buang-buang waktu.

Gandawasa bahkan bersedia berjalan kaki. Selain New York memang lebih asyik ditelusuri dengan berjalan kaki, ia juga menikmati perasaan berdampingan dan dekat dengan gadis itu.

Ia mendampingi Lily menikmati karya-karya seni modern seharian di MOMA. Terkadang Lily berhenti di depan sebuah lukisan, menelengkan kepala ke kiri ke kanan dengan kening mengernyit, tampak berusaha memahami lukisan itu.

Terkadang Lily terpekik kegirangan ketika melihat pernak-pernik lucu berwarna-warni, seperti anak sekolah yang baru mendapat hadiah yang sudah lama diidam-idamkan.

Gandawasa mengamati semua reaksi Lily sambil tersenyum-senyum, seperti seorang ayah yang bangga.

“Hari masih sore. Sebentar lagi sunset. Bagaimana kalau sambil mendekati hotel, kita mampir ke Winter Village Bryant Park, kamu bisa ice skating?” Gandawasa mengusulkan setelah mereka selesai mengunjungi semua ruangan di MOMA.

Mata Lily berbinar. “Mau mau… aku mau banget seluncur es.”

Gandawasa tertawa, lalu menambahkan. “Nanti di sana kita bisa sekalian makan malam dan minum coklat panas di Igloos.”

Lily mengangguk penuh semangat.

Dan ke sanalah mereka menuju.

Bryant Park adalah lahan terbuka yang terletak di tengah gedung-gedung pencakar langit. Setiap musim dingin tamannya dialihfungsikan menjadi gelanggang seluncur es.

Saat ini tempat itu cukup ramai, dipadati orang-orang baik lokal maupun turis. Bryant Park memang salah satu destinasi wajib kunjung di musim dingin, tempat paling terkenal untuk seluncur es di NYC.

Orang-orang dengan warna-warni kostum musim dingin lalu lalang di gelanggang.

Lily dan Gandawasa saling kejar mengejar di gelanggang seluncur es, tertawa-tawa, dan sesekali ketika satu orang berhasil menyusul, tangan mereka bersentuhan. Padatnya gelanggang juga membuat tubuh mereka sesekali saling bertumbukan.

Puas berputar-putar, perut mereka terasa lapar. Gandawasa mengajak Lily duduk menghangatkan diri di Igloos, kafe yang dibuat berbentuk igloo, terbuat dari bahan transparan, hanya muat maksimal empat orang.

Igloo dilengkapi penghangat dan lampu-lampu kecil berwarna kuning, memberi kesan romantis. Meskipun mereka bukan pasangan, mau tidak mau suasana syahdu melingkupi ruangan itu.

Ketika coklat panas disajikan, Lily segera meraihnya, mendekatkan cangkir ke bibirnya. Aroma coklat memasuki penciumannya, coklat selembut kapas menyentuh lidahnya. Rasa manis gurih membuat matanya terpejam. Lily mendesah dengan nikmat.

Semua gerak-geriknya, tidak lepas dari pengamatan Gandawasa.

Lily entah memang melakukannya secara alami, atau sedang berusaha menggodanya. Tetapi semuanya membuat Gandawasa terpesona. Ia sungguh tidak ingin melepaskan gadis ini.

Malam itu mereka berpisah di depan lobby hotel Lily, dengan janji untuk kembali bertemu esok harinya.

Esok harinya, mereka berkunjung ke Bleecker Street. Sebuah jalan yang menghubungkan Greenwich Village di Manhattan dengan East Village.

Bleecker Street kaya akan sejarah yang masih hidup hingga kini. Berbagai toko elegan, bar dan klub malam yang trendi, butik bohemian, dan toko merk kelas atas, berjajar memenuhi jalan itu.

Tanpa ragu Lily menyeret tangan Gandawasa memasuki Magnolia Cupcakes, yang dikunjungi Carrie Bradshaw dan teman-temannya dari serial TV terkenal “Sex And The City”.

Menjelang sore, mobil telah disewa Gandawasa datang menjemput. Mobil itu akan membawa mereka ke Essex County Airport di New Jersey, tempat berkumpul para turis yang ingin melihat keseluruhan Manhattan dari udara dengan helikopter.

Perjalanan ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam.

Pilot helikopter telah menunggu mereka, siap menghidupkan mesin. Sebenarnya helikopter ini untuk empat orang, tetapi Gandawasa telah membayar hanya untuk mereka, ia tidak ingin ada orang lain yang hadir. Ia hanya ingin menikmati waktu berdua dengan Lily.

Ketika helikopter mulai naik, matahari meluncur turun. Semburat jingga menyebar di seantero langit, membuat awan seolah membara. Gedung-gedung pencakar langit Manhattan diselimuti warna kemerahan, beberapa dengan jendela-jendela kaca memantulkan cahaya itu.

Itu pemandangan yang spektakuler.

Gandawasa menoleh pada Lily. Warna kemerahan juga terpantul di wajahnya yang imut. Bibir Lily yang lembap dan berwarna peach agak terbuka ketika matanya menatap takjub pada paparan hutan beton itu.

Jantung Gandawasa berdegup kencang. Ia nyaris terdorong untuk mendekat dan mengecup bibir itu, tetapi tahu bahwa itu bukan tindakan yang tepat. Mereka baru kenal tiga hari. Ini belum waktunya.

Helikopter berputar, lalu agak merendah, dan Lily terpekik senang ketika sang Lady Liberty tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Lily melambaikan tangan dan berseru, seolah itu manusia dan bukan patung raksasa.

“Hai… Lady Liberty, aku Lily dari Indonesia, dan ini temanku Gandawasa. Kamu apa gak cape pegang buku dan angkat obor terus?”

Lalu tawanya yang renyah pecah, diikuti tawa Gandawasa, bahkan sang pilot ikut tersenyum.

Lily menatap Gandawasa dengan mata berbinar, bibirnya bergerak dan berucap lirih, “Terima kasih untuk dua hari ini. Aku gak akan melupakan semua yang kita lakukan bersama.”

Gandawasa balas tersenyum. “Anytime. Aku yang senang boleh menemani kamu. Aku senang melihat kamu tertawa.”

Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat. Membiarkan percik-percik listrik beterbangan.

“Lily…” Gandawasa berkata kemudian, “Apakah kamu bersedia tetap bertemu denganku setelah pulang ke San Francisco nanti?”

Lily tertegun, sebelum balik bertanya tanpa menjawab, “Apakah ini ajakan kencan?”

“Hanya jika kamu tidak keberatan,” ujar Gandawasa.

“Jawabannya hanya ya atau tidak?” Tanya Lily lagi.

“Hm…”

“Akan aku jawab sebelum kita berpisah di depan hotel nanti.”

“Baiklah, jangan merasa tertekan. Aku sadar perbedaan usia kita sangat banyak.” Gandawasa berusaha menekan harapan, jangan sampai itu timbul ke permukaan padahal di atas telah siap satu palu untuk menenggelamkannya.

Turun dari helikopter, mereka memasuki mobil untuk kembali ke NYC. Kali ini mereka tidak berjalan kaki, tetapi ketika mobil berhenti, Gandawasa tetap mengantarkan Lily hingga di pintu lobby.

“Selamat beristirahat  Aku sangat menikmati waktu kebersamaan kita. Terima kasih.” Gandawasa mengucapkan salam perpisahan, siap berbalik kembali ke mobil.

“Um… Ganda…” Lily memanggilnya, membuat Gandawasa urung berbalik dan kembali menghadapnya.

“Jawabannya bukan tidak.” Lily hampir berbisik, pipinya merona.

Namun, Gandawasa mendengarnya. Sangat jelas.

Dan senyumnya terkembang. Sangat lebar.

Gandawasa meraih kedua tangan gadis itu, dan meremasnya.

Terpopuler

Comments

adi_nata

adi_nata

di hotel, free breakfast biasanya disediakan di restaurant utamanya, bukan di cafenya.

2024-12-28

0

adi_nata

adi_nata

free breakfast untuk dua orang kecuali kamar dipesan tanpa breakfast alias room only.

2024-12-28

0

adi_nata

adi_nata

rambutnya bisa membeku lalu patah.

2024-12-28

0

lihat semua
Episodes
1 1. Sang Miliuner Telah Mati
2 2. Istri Sang Miliuner
3 3. Presumption of Innocence
4 4. Di Ruang Interogasi
5 5. Siapakah Gandawasa Natadharma?
6 6. Pemakaman
7 7. Menyelidiki Racun
8 8. Kembali Ke Mansion
9 9. Pertemuan Pertama
10 10. That Winter In Manhattan
11 11. The Sparks
12 12. Gadis Teh Botol
13 13. Motif
14 14. Penyelidikan Andrea
15 15. Di Hotel
16 16. Tuduhan Pelecehan
17 17. Korban Kedua
18 18. Penyelidikan Max di Kantor Gandawasa
19 19. Profil Sang Pembunuh
20 20. Perburuan Dimulai
21 21. Adu Pintar
22 22. Lily Membantu Penyelidikan
23 23. Bisnis Baru Sang Miliuner
24 24. Pertemuan Rahasia
25 25. Penyamaran Yang Sempurna
26 26. Menyembunyikan Jejak
27 27. Penyesalan Lily
28 28. Tangkap Aku Jika Kau Bisa
29 29. Awal Semuanya Bermula
30 30. Sang Investor
31 31. Harga Diri Yang Terluka
32 32. Kemarahan Kenneth
33 33. Menesuluri Jejak Sang Pembunuh
34 34. Jejak Yang Tertinggal
35 35. Lily Bebas Dari Segala Praduga
36 36. Hidup Kembali Normal
37 37. Kencan Makan Siang
38 38. Hasil Otopsi
39 39. Penyelidikan Lanjutan
40 40. Perbedaan Pendapat
41 41. Informasi Penting
42 42. Max Menggertak Lily
43 43. Keraguan Andrea
44 44. Kebimbangan Max
45 45. Pengungkapan
46 46. Aku Akan Melindungimu
47 47. Melacak
48 48. Pameran Lukisan
49 49. Percobaan Pembunuhan
50 50. Max Membawa Lily Tinggal di Rumahnya
51 51. Pagi Yang Panas
52 52. Titik Terang
53 53. Sebuah Teori
54 54. Kebenaran Mulai Terungkap
55 55. Kasus Kembali Dibuka
56 56. Surat Misterius
57 57. Odette dan Odilia
58 58. Informasi Berguna
59 59. Fake It Til You Make It
60 60. Penangkapan
61 61. Kehidupan Si Angsa Hitam
62 62. White Lily
63 63. Nolo Contendere
64 64. Motif Sebenarnya
65 65. Rencana Yang Sempurna
66 66. Perjamuan Presiden
67 67. Membungkam "Saksi"
68 68. Eksekusi
69 69. Sang Detektif
70 70. Peluru Hampa
71 71. Jane Doe
72 72. Bangun
73 73. Pengirim Tiket
74 74. Face to Face
75 75. Epilog
Episodes

Updated 75 Episodes

1
1. Sang Miliuner Telah Mati
2
2. Istri Sang Miliuner
3
3. Presumption of Innocence
4
4. Di Ruang Interogasi
5
5. Siapakah Gandawasa Natadharma?
6
6. Pemakaman
7
7. Menyelidiki Racun
8
8. Kembali Ke Mansion
9
9. Pertemuan Pertama
10
10. That Winter In Manhattan
11
11. The Sparks
12
12. Gadis Teh Botol
13
13. Motif
14
14. Penyelidikan Andrea
15
15. Di Hotel
16
16. Tuduhan Pelecehan
17
17. Korban Kedua
18
18. Penyelidikan Max di Kantor Gandawasa
19
19. Profil Sang Pembunuh
20
20. Perburuan Dimulai
21
21. Adu Pintar
22
22. Lily Membantu Penyelidikan
23
23. Bisnis Baru Sang Miliuner
24
24. Pertemuan Rahasia
25
25. Penyamaran Yang Sempurna
26
26. Menyembunyikan Jejak
27
27. Penyesalan Lily
28
28. Tangkap Aku Jika Kau Bisa
29
29. Awal Semuanya Bermula
30
30. Sang Investor
31
31. Harga Diri Yang Terluka
32
32. Kemarahan Kenneth
33
33. Menesuluri Jejak Sang Pembunuh
34
34. Jejak Yang Tertinggal
35
35. Lily Bebas Dari Segala Praduga
36
36. Hidup Kembali Normal
37
37. Kencan Makan Siang
38
38. Hasil Otopsi
39
39. Penyelidikan Lanjutan
40
40. Perbedaan Pendapat
41
41. Informasi Penting
42
42. Max Menggertak Lily
43
43. Keraguan Andrea
44
44. Kebimbangan Max
45
45. Pengungkapan
46
46. Aku Akan Melindungimu
47
47. Melacak
48
48. Pameran Lukisan
49
49. Percobaan Pembunuhan
50
50. Max Membawa Lily Tinggal di Rumahnya
51
51. Pagi Yang Panas
52
52. Titik Terang
53
53. Sebuah Teori
54
54. Kebenaran Mulai Terungkap
55
55. Kasus Kembali Dibuka
56
56. Surat Misterius
57
57. Odette dan Odilia
58
58. Informasi Berguna
59
59. Fake It Til You Make It
60
60. Penangkapan
61
61. Kehidupan Si Angsa Hitam
62
62. White Lily
63
63. Nolo Contendere
64
64. Motif Sebenarnya
65
65. Rencana Yang Sempurna
66
66. Perjamuan Presiden
67
67. Membungkam "Saksi"
68
68. Eksekusi
69
69. Sang Detektif
70
70. Peluru Hampa
71
71. Jane Doe
72
72. Bangun
73
73. Pengirim Tiket
74
74. Face to Face
75
75. Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!