10. That Winter In Manhattan

“Bagaimana pertunjukannya?” Gandawasa bertanya setelah sekitar dua setengah jam duduk diam memfokuskan perhatian ke panggung.

“Yah… aku tidak terlalu terkesan karena sudah terlalu hafal dengan ceritanya.” Lily tertawa kecil. “Tapi setidaknya sudah tidak penasaran, karena telah melihat langsung di panggung Broadway. Sudah datang ke New York, masa gak masuk ke Broadway.”

Gandawasa mengangguk-angguk. “Aku sependapat. Percaya atau tidak, sebetulnya aku hanya memilih secara acak. Karena itu aku percaya bahwa pertemuan kita ini takdir.”

“Hayo mulai lagi,” Lily mengacungkan jari, isyarat untuk memperingatkan Gandawasa agar jangan berlebihan.

Gandawasa tertawa. “Baiklah. Walau bagaimana, aku senang bertemu dan kenal kamu. Kamu menginap di mana?”

“Di dekat sini.” Jawab Lily singkat.

Gandawasa melirik jam yang melingkar di tangannya. Jam yang tampak sederhana tapi klasik dan tidak mencolok, tetapi harganya tidak murah karena merknya Rolex. Yang paling murah saja $5,000, bahkan ada yang mencapai $100,000.

“Sudah hampir jam sebelas malam, ayo aku temani.”

“Gak apa-apa, aku jalan kaki saja. Gak jauh kok, cuma dua blok dari sini.” Lily berusaha menolak.

Yang dimaksud blok adalah sekumpulan bangunan di suatu area. Biasanya, blok ini dibatasi oleh jalan, jalur setapak, atau fitur geografis, seperti jalur kereta api atau sungai. Blok terdiri dari beberapa bidang tanah yang saling bersebelahan.

Di Manhattan, ukuran standar satu blok adalah sekitar 80 meter x 274 meter. Dua blok berarti sekitar 160 meter atau 548 meter, tergantung menghitung dari sisi panjang atau lebar.

“Lily, ini sudah hampir tengah malam. Meskipun New York adalah the city that never sleeps -kota yang tak pernah tidur, tapi hal-hal yang tidak terduga bisa saja terjadi. Bukan aku mendoakan hal yang buruk, tapi sebagai sesama orang Indonesia, apalagi aku jauh lebih senior, rasanya tidak bertanggung jawab kalau aku membiarkan seorang wanita berjalan kaki sendirian di tengah malam.”

Lily mengamati penampilan Gandawasa tanpa kentara, dan berkata dalam hati. ‘Setelah malam ini toh kita gak akan ketemu lagi. Lelaki ini tampak tidak berbahaya, sederhana dan dewasa. Baiklah...’

Berpikir seperti itu, Lily mengangguk. “Kalau begitu, ayo.”

Ia mendahului Gandawasa bangkit dari tempat duduk dan mulai melangkah menuju ke pintu keluar.

“Masih berapa lama kamu akan berlibur di New York? Besok acara kamu ke mana saja, sudah ada ide?” Gandawasa bertanya seolah sambil lalu, menjajari langkahnya.

Mereka berjalan santai, menyusuri sepanjang 53rd street, melewati perempatan 7th Avenue.

“Hm… aku sudah mem-booking hotel untuk empat malam. Besok rencananya aku mau ke MOMA (The Museum of Modern Art).”

“Aah… ternyata kamu suka seni juga? Setelah itu, tempat mana lagi yang menarik minat kamu?”

“Tentunya aku ingin berkunjung dan menyapa Lady Liberty,” Lily tertawa kecil.

“Harus naik helikopter supaya bisa melihat dari dekat, sekalian melihat keseluruhan Manhattan dari udara.”

“Sewa helikopter sepertinya terlalu buang-buang uang,” ujar Lily.

“Boleh aku temani? Aku juga belum pernah melihat Manhattan dari udara.”

Tentu saja Gandawasa berbohong. Ia sudah sering pergi ke gedung-gedung pencakar langit dengan rooftop yang bisa memandang keseluruhan Manhattan baik di siang hari maupun malam hari.

Ia benar-benar tidak ingin melepaskan kesempatan mengenal Lily lebih jauh. Bahkan dari obrolan singkat, Gandawasa telah bisa menilai, wanita muda ini sangat menarik.

Bagaimana tidak?

Pertama, wajahnya jelas cantik. Manis dan imut, meskipun tadi mengaku usianya dua puluh tiga, dia tampak masih seperti anak SMA.

Kedua, otaknya encer, bayangkan saja, dia mendapat dua beasiswa sekaligus dari salah dua universitas paling bergengsi di Amerika Serikat, dan bidangnya sains komputer.

Ketiga, berbicara dengannya terasa mengalir. Dia tidak ketus meskipun diajak mengobrol oleh lelaki yang jauh lebih tua.

Meskipun banyak uang, Gandawasa bukan seorang playboy yang suka berpesta pora, ke sana ke sini

menggaet perempuan sembarangan, atau bercinta semalam seperti hewan lalu meninggalkan wanitanya tanpa pernah mengetahui namanya. Itu bukan dirinya.

Malahan, Gandawasa sangat tidak suka para wanita yang berusaha mendekatinya terang-terangan. Ia sadar, wajahnya tidak tampan, bahkan tubuhnya tidak tinggi berotot, apalagi memiliki perut seperti roti sobek. Ia bukan jelmaan Christian Grey.

Tingginya bahkan di bawah rata-rata, hanya seratus tujuh puluh dua, dan tubuhnya agak gemuk. Jadi para wanita yang berusaha menarik perhatiannya itu pasti hanya mengincar uangnya.

Gandawasa tidak dilahirkan dengan sendok emas di mulutnya. Semua hartanya ia kumpulkan dolar demi dolar hingga menjadi lumbung uang. Karena itu, ia tidak rela jika hasil jerih lelahnya dihabiskan istri atau kekasihnya untuk bermewah-mewah.

Bukan karena ia pelit. Ia sendiri suka membelanjakan uangnya untuk prestise dan kepuasan diri. Tetapi penampilannya tidak mencolok. Jika orang-orang yang tidak mengenalnya melihatnya, tidak ada yang akan mengira ia memiliki uang dengan angka nol berderet panjang. Semua yang menempel pada tubuhnya memang bukan merk sembarangan, tetapi modelnya selalu sederhana.

Lily, entah karena tidak tahu identitasnya, atau karena merasa ia adalah teman setanah air yang lebih tua, memang bersikap sangat wajar. Tidak agresif, tidak juga menjaga jarak. Dia bukan wanita kalangan atas, juga pasti bukan keluarga miskin. Mungkin kelas menengah, tetapi tingkah lakunya sangat berpendidikan dan berkelas.

Gandawasa telah memutuskan untuk mencari tahu latar belakang Lily. Jika akarnya baik, mungkin ia akan melanjutkan pertemanan mereka di San Francisco nanti. Mungkin juga mengajak Lily berkencan.

“Ini hotelku,” tiba-tiba Lily menghentikan langkah. Mereka telah melewati 6th Avenue dan tiba di depan pintu Hotel Hilton.

Gandawasa lagi-lagi tertawa. “Hotelku kurang lebih dua menit lagi dari sini. Bahkan hotel pun kita tetanggaan.”

“Benarkah?” Mata Lily membulat, “Kamu menginap di hotel apa?”

“Baccarat.”

Jawaban Gandawasa singkat. Tetapi membuat Lily terperangah.

Itu hotel bergaya Eropa yang sangat mewah, dengan hiasan-hiasan dinding, lampu-lampu chandelier, bahkan vas dan peralatan makan, semuanya dari kristal Baccarat. Harga kamarnya $1,500 per malam, hampir empat kali lipat dari hotelnya yang ‘hanya’ $400 per malam.

Dari hotel tempatnya menginap saja, Lily sudah tahu, Gandawasa bukan lelaki biasa-biasa saja. Tadi dia menawarkan untuk menyewa helikopter, baginya itu mungkin seperti meninggalkan uang kembalian di supermarket.

“Besok aku jemput? Ke MOMA?” Gandawasa menatap wajah imut di depannya dengan penuh harap.

Lily mengangguk.

Gandawasa tersenyum lega. “Selamat malam, Lily. Selamat beristirahat. Sana masuk.” Gandawasa menggebah Lily, dan Lily memutar tubuh untuk memasuki lobby hotel.

Sebelum benar-benar masuk, Lily menoleh, melihat Gandawasa masih berdiri di sana, dan ia tersenyum pada lelaki itu.

Setelah tubuh Lily menghilang di balik pintu lobby, barulah Gandawasa melangkah menuju hotelnya sendiri. Hatinya terasa ringan, tiba-tiba ia ingin bersenandung.

Lily belum benar-benar pergi. Ia bersembunyi sambil menghitung sampai tiga puluh, setelah itu melongokkan kepala, dan melihat Gandawasa benar-benar telah tidak ada di sana. Hatinya merasa kehilangan, tiba-tiba ia ingin hari segera pagi.

Terpopuler

Comments

adi_nata

adi_nata

dari kalangan menengah nginepnya di Hilton Hotel sampai empat malam pula? setidaknya Hiton masih terlalu mahal untuk ukuran kelas menengahnya orang Indonesia.

2024-12-28

0

Reksa Nanta

Reksa Nanta

dua insan yang saling jatuh cinta di pertemuan pertama.

2024-10-13

0

Reksa Nanta

Reksa Nanta

bagi orang Indonesia 172 sudah termasuk tinggi.

2024-10-13

0

lihat semua
Episodes
1 1. Sang Miliuner Telah Mati
2 2. Istri Sang Miliuner
3 3. Presumption of Innocence
4 4. Di Ruang Interogasi
5 5. Siapakah Gandawasa Natadharma?
6 6. Pemakaman
7 7. Menyelidiki Racun
8 8. Kembali Ke Mansion
9 9. Pertemuan Pertama
10 10. That Winter In Manhattan
11 11. The Sparks
12 12. Gadis Teh Botol
13 13. Motif
14 14. Penyelidikan Andrea
15 15. Di Hotel
16 16. Tuduhan Pelecehan
17 17. Korban Kedua
18 18. Penyelidikan Max di Kantor Gandawasa
19 19. Profil Sang Pembunuh
20 20. Perburuan Dimulai
21 21. Adu Pintar
22 22. Lily Membantu Penyelidikan
23 23. Bisnis Baru Sang Miliuner
24 24. Pertemuan Rahasia
25 25. Penyamaran Yang Sempurna
26 26. Menyembunyikan Jejak
27 27. Penyesalan Lily
28 28. Tangkap Aku Jika Kau Bisa
29 29. Awal Semuanya Bermula
30 30. Sang Investor
31 31. Harga Diri Yang Terluka
32 32. Kemarahan Kenneth
33 33. Menesuluri Jejak Sang Pembunuh
34 34. Jejak Yang Tertinggal
35 35. Lily Bebas Dari Segala Praduga
36 36. Hidup Kembali Normal
37 37. Kencan Makan Siang
38 38. Hasil Otopsi
39 39. Penyelidikan Lanjutan
40 40. Perbedaan Pendapat
41 41. Informasi Penting
42 42. Max Menggertak Lily
43 43. Keraguan Andrea
44 44. Kebimbangan Max
45 45. Pengungkapan
46 46. Aku Akan Melindungimu
47 47. Melacak
48 48. Pameran Lukisan
49 49. Percobaan Pembunuhan
50 50. Max Membawa Lily Tinggal di Rumahnya
51 51. Pagi Yang Panas
52 52. Titik Terang
53 53. Sebuah Teori
54 54. Kebenaran Mulai Terungkap
55 55. Kasus Kembali Dibuka
56 56. Surat Misterius
57 57. Odette dan Odilia
58 58. Informasi Berguna
59 59. Fake It Til You Make It
60 60. Penangkapan
61 61. Kehidupan Si Angsa Hitam
62 62. White Lily
63 63. Nolo Contendere
64 64. Motif Sebenarnya
65 65. Rencana Yang Sempurna
66 66. Perjamuan Presiden
67 67. Membungkam "Saksi"
68 68. Eksekusi
69 69. Sang Detektif
70 70. Peluru Hampa
71 71. Jane Doe
72 72. Bangun
73 73. Pengirim Tiket
74 74. Face to Face
75 75. Epilog
Episodes

Updated 75 Episodes

1
1. Sang Miliuner Telah Mati
2
2. Istri Sang Miliuner
3
3. Presumption of Innocence
4
4. Di Ruang Interogasi
5
5. Siapakah Gandawasa Natadharma?
6
6. Pemakaman
7
7. Menyelidiki Racun
8
8. Kembali Ke Mansion
9
9. Pertemuan Pertama
10
10. That Winter In Manhattan
11
11. The Sparks
12
12. Gadis Teh Botol
13
13. Motif
14
14. Penyelidikan Andrea
15
15. Di Hotel
16
16. Tuduhan Pelecehan
17
17. Korban Kedua
18
18. Penyelidikan Max di Kantor Gandawasa
19
19. Profil Sang Pembunuh
20
20. Perburuan Dimulai
21
21. Adu Pintar
22
22. Lily Membantu Penyelidikan
23
23. Bisnis Baru Sang Miliuner
24
24. Pertemuan Rahasia
25
25. Penyamaran Yang Sempurna
26
26. Menyembunyikan Jejak
27
27. Penyesalan Lily
28
28. Tangkap Aku Jika Kau Bisa
29
29. Awal Semuanya Bermula
30
30. Sang Investor
31
31. Harga Diri Yang Terluka
32
32. Kemarahan Kenneth
33
33. Menesuluri Jejak Sang Pembunuh
34
34. Jejak Yang Tertinggal
35
35. Lily Bebas Dari Segala Praduga
36
36. Hidup Kembali Normal
37
37. Kencan Makan Siang
38
38. Hasil Otopsi
39
39. Penyelidikan Lanjutan
40
40. Perbedaan Pendapat
41
41. Informasi Penting
42
42. Max Menggertak Lily
43
43. Keraguan Andrea
44
44. Kebimbangan Max
45
45. Pengungkapan
46
46. Aku Akan Melindungimu
47
47. Melacak
48
48. Pameran Lukisan
49
49. Percobaan Pembunuhan
50
50. Max Membawa Lily Tinggal di Rumahnya
51
51. Pagi Yang Panas
52
52. Titik Terang
53
53. Sebuah Teori
54
54. Kebenaran Mulai Terungkap
55
55. Kasus Kembali Dibuka
56
56. Surat Misterius
57
57. Odette dan Odilia
58
58. Informasi Berguna
59
59. Fake It Til You Make It
60
60. Penangkapan
61
61. Kehidupan Si Angsa Hitam
62
62. White Lily
63
63. Nolo Contendere
64
64. Motif Sebenarnya
65
65. Rencana Yang Sempurna
66
66. Perjamuan Presiden
67
67. Membungkam "Saksi"
68
68. Eksekusi
69
69. Sang Detektif
70
70. Peluru Hampa
71
71. Jane Doe
72
72. Bangun
73
73. Pengirim Tiket
74
74. Face to Face
75
75. Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!