“My goodness -Astaga, Max. Apakah kita masih di dunia yang sama, yang bernama Bumi?” Andrea, detektif partner-nya yang berkulit hitam dan berambut pendek model laki-laki berkacak pinggang, mengedarkan pandangan ke seluruh area parkir.
“Sayangnya, iya.” Max menoleh padanya sambil meringis.
“Selama ini aku hanya melihatnya di film-film Hollywood, tidak pernah mengira suatu saat akan menyaksikan yang nyata di depan mataku.” Kata Andrea lagi, berdecak dan menggelengkan kepala. “Tidak banyak kesempatan memasuki rumah orang kaya, apalagi kelas miliuner seperti ini. Kita terlalu banyak terlibat dengan para sampah sialan.”
“Yah. Dunia memang tidak adil.” Max mendengkus setuju. “Ada yang kau temukan di atas?”
Di atas yang dimaksud Max adalah di dalam mansion, karena tim dibagi dua. Tim pertama yang dipimpin Andrea, bertugas menyisir bagian dalam rumah. Sedangkan tim dua yang dipimpin Max, menyusuri bagian luar rumah, termasuk garasi ini.
“Nada (*), bersih. Semua sangat rapi. Kalaupun ada, aku khawatir itu sudah dibuang dan dibersihkan. Telah berapa lama miliuner itu dirawat di rumah sakit? Sepuluh hari?” Andrea mengernyitkan kening.
*(*) Slang untuk nothing*, yang artinya tidak ada apa-apa.
“Hm hm,” Max mengangguk membenarkan, menyugar rambut coklatnya yang panjangnya sudah melewati kerah. “Jika benar ini pembunuhan, ini sangat terencana. Ini kematian yang memakan waktu. Si pembunuh sangat sabar melakukannya, sampai itu menunjukkan hasil.”
“Sudah jelas ini pembunuhan, Anderson. Kalau tidak, dokter Smith tidak akan menyampaikan kecurigaannya pada kita, berdasarkan hasil pemeriksaan lab dari cairan dalam tubuh miliuner itu. Ini sangat mudah, karena tadi kau mengatakan si pembunuh sangat sabar melakukannya dan ini butuh waktu, pasti pelakunya adalah istrinya. Tidak akan salah, aku berani taruhan.” Andrea berkata panjang lebar dengan yakin.
Tetapi Max menggeleng, sambil berjalan keluar dari garasi. Kembali memasuki ruang tamu mansion, yang dihiasi chandelier yang terbuat dari kristal Baccarat. Harganya pasti puluhan ribu dollar.
Di belakang chandelier itu, tergantung foto berukuran raksasa pernikahan sang miliuner. Max berhenti di depannya, menatap sejoli yang tampak bahagia di foto itu.
Pengantin laki-laki berperawakan tinggi besar, bahkan agak gemuk. Usianya saat itu baru tiga puluh sembilan. Tidak terlalu tampan, yang tampan tentu saja uangnya.
Pengantin wanita berperawakan langsing, bisa dikatakan mungil, tetapi dadanya penuh. Dan gaun kemben yang dia kenakan, membuat bagian itu terekspos. Dia tampak jauh lebih muda dari suaminya. Dalam perjalanan menuju ke sini tadi, Max sudah membaca artikel sekilas, waktu menikah usianya baru dua puluh empat.
Di sini Lily tertawa, menampakkan giginya yang kecil-kecil dan rata. Sangat berbeda dengan penampilannya yang ketus dan dingin saat ditangkap, ketika Max melihatnya pagi ini.
“Aku tidak yakin, Davis. Jika memang istrinya, mengapa dia tidak melarikan diri?” Max termenung.
“Mungkin karena dia mengira akan lolos.” Andrea menyanggah.
“Penyebab kematiannya adalah keracunan thallium dan tetrodotoxin, yang sangat sulit dideteksi. Mungkin dia mengira suaminya akan dianggap meninggal karena serangan jantung. Tidak pernah mengharapkan suaminya masih bisa diselamatkan beberapa hari, tetapi meninggal kemudian, sehingga membuat dokter Smith mengirimkan cairan tubuhnya untuk diperiksa di lab.” Andrea menjabarkan analisanya. “Alasannya tidak akan jauh-jauh dari orang ketiga atau harta.”
“Aku tidak sependapat. Lihat, janda miliuner itu, meskipun masih muda, dia tampak cerdas. Aku juga ingin tahu, apa maksud umpatan bodoh yang dia lontarkan ketika ditangkap. Ditujukan pada siapa kata itu.”
Mata Max terpaku pada wajah Lily di foto. Agak merenung. Andrea sedikit berputar ke hadapannya, dan menatapnya dengan penuh selidik.
“Hei… sepertinya kau tidak biasanya seperti ini. Kau sudah mengambil sikap, Anderson. Kau ada di pihaknya. Kau terpesona olehnya, ya? Hati-hati, penilaianmu bisa tidak objektif.” Andrea menunjuk wajah Max dengan jarinya yang kukunya dipotong habis.
“Omong kosong!” Max mengumpat. “Ini namanya ‘Presumption of Innocence’ (*). Ayo kita kembali ke kantor.”
*(**) Asas hukum bahwa setiap orang yang dituduh melakukan kejahatan dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah.
Di kantor polisi, Max mendengarkan kembali rekaman panggilan darurat yang diterima 911 dua minggu yang lalu.
Petugas 911: “911 selamat pagi, dari alamat mana panggilan darurat ini?”
Suara di telepon (seorang wanita): “Jackson Street 3498, Presidio Heights.”
Petugas 911: “Apa kondisi mendesak Anda?”
Suara di telepon: “Suami saya tidak sadarkan diri.”
Suara wanita itu tenang, terkendali, tidak terdengar cemas berlebihan.
Petugas 911: “Apakah dia masih bernapas?”
Suara di telepon: “Ya, dia masih bernapas.”
Petugas 911: “Apakah ada luka di tubuhnya? Dia muntah? Matanya terpejam atau terbuka?”
Suara di telepon: “Tidak ada luka, matanya terpejam, bibirnya sudah membiru. Ya, ada muntahan di sini. Tolong kirimkan ambulan segera.”
Petugas 911: “Baik, ambulan akan segera kami kirimkan. Bisa ulang alamat Anda?”
Suara di telepon: “Jackson Street 3498, Presidio Heights. Harap cepat.”
Petugas 911: “Baik, ambulan sedang menuju ke sana. Petugas kami akan segera tiba di tempat Anda. Harap buka pintu untuk mereka.”
Panggilan telepon itu berakhir.
Max memandang Lily yang sedang duduk di dalam ruang interogasi di balik kaca satu arah. Hanya orang di luar yang bisa melihat ke dalam, sementara orang di dalam hanya melihat dinding berwarna abu-abu di sekelilingnya.
Lily duduk diam, tampak tenang, tidak ada kegelisahan atau tindakan tidak wajar seperti yang biasa ditunjukkan para kriminal.
“Tidakkah menurutmu dia terlalu tenang?” Andrea di sebelahnya berkata pada Max. “Itu sangat tidak wajar. Ada sesuatu yang disembunyikan.”
Max tidak menjawab.
“Anderson?” Andrea memanggil nama belakang Max.
Saling memanggil nama belakang di Amerika adalah sebagai bentuk menjaga jarak, kesopanan, dan hubungan inter-personal. Ini biasa dilakukan di lingkungan pekerjaan.
Memanggil nama depan hanya dilakukan di antara keluarga atau teman-teman yang sudah dekat.
“Mari kita masuk,” Max mendorong pintu ruang interogasi dan melangkahkan kakinya yang panjang.
Andrea mendengkus dan menggelengkan kepala, lalu mengikutinya.
Melihat ada yang masuk, Lily menoleh ke pintu. Dan matanya kembali bersirobok dengan mata Max.
Langkah Max hampir tersendat, sebelum Lily membuang wajah, kemudian mengalihkan pandang ke arah jendela kaca satu arah, yang tampak seperti dinding abu-abu dari ruangan ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Reksa Nanta
mematahkan paradigma bahwa CEO pastilah memiliki fisik dan stamina sempurna.
2024-10-11
0
Reni
masih menunggu clue siapa pembunuh sebenarnya
2024-10-11
0