Pemakaman Mountain View di Oakland adalah salah satu pemakaman tempat beberapa warga paling terkemuka di Wilayah Teluk San Francisco tidur abadi. Perbukitan dengan luas 220 hektar dan dan jalur berliku yang dirancang oleh arsitek yang juga merancang Central Park, di New York City, Frederick Law Olmsted.
Di pemakaman ini terdapat area yang diberi nama Millionaires Row. Area yang memiliki pemandangan spektakuler dan keindahan arsitektur akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Di antaranya adalah arsitektur dari zaman Kebangkitan Romawi, Kebangkitan Mesir, Kebangkitan Klasik, Kebangkitan Gotik, dan lain-lain.
Sesuai namanya, tentu saja ini dipasarkan hanya untuk para miliuner. Harga servisnya saja telah ditarif ribuan dolar, belum harga tanah dan untuk membangun makam. Total bisa menghabiskan puluhan bahkan ratusan ribu dolar.
Berjarak sekitar empat puluh menit berkendara dari Presidio Heights, ke sanalah iring-iringan mobil limosin yang mengantarkan jenazah Gandawasa ke peraduan terakhirnya. Ini adalah pemakaman salah satu miliuner terkenal, tentu saja diliput banyak media.
Iring-iringan mobilnya saja berjajar sepanjang beberapa kilometer, belum lagi yang datang langsung di lokasi pemakaman. Semuanya kendaraan mewah, tidak ada yang bermerek biasa-biasa saja.
Bunga-bunga yang dikirim sebagai tanda belasungkawa pun memenuhi area pemakaman, sehingga hampir mengubah pemakaman itu menjadi taman dengan kuntum-kuntum bunga berwarna putih.
Lily mengenakan pakaian hitam polos selutut, wajahnya ditutup kerudung renda tipis hitam dan mengenakan kacamata hitam. Sesekali dia meremas sapu tangan di pangkuannya, tetapi tampak tegar, duduk mendengarkan khotbah dan kata-kata penghiburan yang diucapkan pendeta.
Max hadir bersama Andrea. Mereka berdua berdiri di bawah keteduhan pohon elm yang terdapat di beberapa spot di pemakaman itu, mengamati semuanya dari kejauhan. Max ingin melihat wajah-wajah orang yang datang untuk menyatakan belasungkawa.
Dari pengalamannya, ada beberapa tipe pembunuh yang berani datang dan berpura-pura sedih, tetapi sebenarnya menikmati kedukaan yang diakibatkannya pada korban atau keluarga korban.
Banyak wajah-wajah tokoh yang dikenalnya di tengah kerumunan itu. Dari kalangan bisnis maupun politik, beberapa selebriti juga hadir. Jaringan pertemanan Gandawasa ini ternyata luar biasa, tampaknya mencakup segala bidang.
Namun, dari wajah-wajah itu, Max tidak menangkap ada yang menunjukkan gelagat mencurigakan. Semuanya tampak tulus menyatakan penyesalan dan turut berduka cita.
Lily didampingi beberapa orang yang juga mengenakan pakaian hitam. Di sebelahnya adalah seorang wanita yang diperkirakan usianya telah lebih dari tujuh puluh, juga mengenakan kerudung renda yang menutupi wajahnya.
Sesekali wanita itu mengusap sudut matanya. Bahkan dari kejauhan, Max bisa memastikan itu pasti ibu Gandawasa, wajah mereka hampir serupa. Sepertinya beberapa orang yang duduk di jajaran yang sama dengan Lily adalah keluarga Gandawasa yang khusus terbang dari Indonesia.
Ketika peti diturunkan ke liang lahat, wanita tua itu tampak hampir tak mampu berdiri. Lily menopang tubuhnya, setengah memeluknya. Wanita itu kemudian bersandar di pundak Lily, dan Lily mengusap-usap lengan sang ibu. Hubungan mertua menantu itu tampak harmonis.
Akhirnya, tanah ditaburkan ke liang lahat. Lily melemparkan sekuntum bunga mawar merah setelah menciumnya, kemudian membalikkan tubuh dan berdiri di tepi, di samping ibu mertuanya yang telah kembali duduk. Mereka siap menerima uluran tangan para pelayat.
Max dan Andrea menunggu cukup lama hingga antrean panjang itu menyusut.
Setelah area pemakaman sepi, dan tamu-tamu telah hampir semua meninggalkan tempat, barulah mereka mendekat.
Max mengulurkan tangan pada Lily. “Nyonya Natadharma, saya mengucapkan turut berduka cita. Semoga arwah beliau diterima di sisi Tuhan.”
Lily menyambut uluran tangannya dan membalas salamnya, “Terima kasih, Inspektur. Tolong panggil Lily saja. Inilah Nyonya Natadharma, ibu mertua saya, beliau khusus datang dari Indonesia.”
Max kembali mengulurkan tangan pada ibu Gandawasa, “Nyonya, belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Saya Detektif Maximilian Anderson, yang menangani kasus meninggalnya putra Anda.”
“Terima kasih, Inspektur. Tolong tangkap pembunuh anak saya. Hukum seberat-beratnya. Anak saya orang yang baik hati…” Ibu Natadharma terisak. “Dia anak yang berbakti pada orang tua, juga dermawan. Meskipun memiliki banyak harta, dia bukan kacang yang lupa kulit. Dia selalu berdonasi secara teratur, bahkan mendirikan beberapa yatim piatu dan yayasan sekolah untuk anak-anak tidak mampu yang berprestasi, tanpa dipungut bayaran. Bagaimana mungkin ada yang tega menghilangkan nyawanya…”
“Saya berjanji akan berupaya semampu saya, Nyonya.” Ujar Max, sambil melirik Andrea.
Andrea langsung mengerti gestur atasannya, dan berkata pada Lily.
“Lily, bisa kita bicara berdua?” Tanya Andrea, yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh Lily. Lalu mereka berdua berjalan menjauh, meninggalkan Max bersama ibu Gandawasa.
“Nyonya, saya perlu Anda menjawab dengan sejujur-jujurnya. Jangan ada yang ditutupi.” Max membuka pembicaraan begitu tidak ada orang lain di sekitar mereka. “Apakah Anda memiliki kecurigaan tentang siapa yang begitu membenci anak Anda, tetapi memiliki kesabaran sehingga membunuhnya pelan-pelan?”
Nyonya Natadharma melebarkan mata. “Seberapa sabar?”
“Mungkin… berbulan-bulan. Atau bisa juga… satu tahun.” Jawab Max, mengingat lagi apa yang disampaikan kepala lab forensik, Dr. Amelia Jenkins.
"Max, ini hasil otopsi awal," Dr. Jenkins menyodorkan laporan ke tangannya. "Tidak ada tanda-tanda kekerasan. Tetapi, seperti yang diduga dokter Smith, kami menemukan indikasi adanya racun dalam sistem tubuh Gandawasa."
Max mengerutkan kening. "Racun?"
“Ya, racun.” Dr. Jenkins melanjutkan, "Ada jejak thallium dan tetrodotoxin dalam tubuhnya. Thallium adalah racun yang sangat berbahaya dan sulit terdeteksi, sementara tetrodotoxin adalah racun kuat yang biasanya ditemukan pada ikan buntal. Kombinasi kedua racun ini sangat mematikan dan hampir tidak terdeteksi oleh tes standar."
Max terdiam sejenak, merenungkan informasi tersebut. "Jadi, ini adalah pembunuhan yang direncanakan dengan sangat cermat."
"Benar.” Dr. Jenkins mengangguk. “Racun itu dosisnya sangat sedikit, sehingga membutuhkan waktu untuk bekerja, dan memasuki tubuh Gandawasa berulang-ulang dalam waktu yang lama.”
“Kalau begitu, berarti pelakunya harus memiliki akses yang dekat dengan Gandawasa dan tahu kapan serta bagaimana menggunakannya?" Max bertanya, sekaligus menyimpulkan.
“Tepat!” Dr. Jenkins menegaskan.
“Apakah Anda mencurigai menantu saya, Inspektur?” Suara Nyonya Natadharma membuyarkan lamunan Max.
“Menurut Anda, apakah ada kemungkinan itu?” Max balik bertanya.
Nyonya Natadharma menggeleng kuat-kuat. “Tidak mungkin!” Suaranya tegas. “Lily anak yang manis. Saya sudah suka di hari pertama Ganda memperkenalkannya pada keluarga kami. Dia bukan hanya cantik dan berbudi. Dia juga cerdas dan berprestasi.”
“Jika Anda mencurigai dia membunuh suaminya, apa motifnya? Demi harta? Jelas tidak mungkin. Mereka menandatangai perjanjian pranikah. Dan itu Lily yang mengusulkan. Dia tidak mengincar harta anak saya, Inspektur. Saya tahu isi perjanjian pranikah itu. Ganda dalam keadaan hidup akan lebih menguntungkan bagi Lily daripada ketika meninggal.”
Max mencerna apa yang disampaikan wanita itu. Tampaknya Nyonya Natadharma sangat menyukai menantunya, sebagaimana mendiang anaknya memujanya.
“Hm… apakah ada kemungkinan orang ketiga?” Suara Max ragu, sekaligus berdebar-debar. Sejujurnya, ia sangat ingin mendengar jawaban tidak. Sebab ia tidak ingin membayangkan, setelah ini Lily menjalin cinta dengan laki-laki lain.
Sesuai harapannya, Nyonya Natadharma tampak marah. “Anda sungguh lancang! Mereka sangat harmonis. Sayang, setelah enam tahun menikah mereka belum juga memiliki anak. Dan sekarang, kesempatanku menimang cucu dari mereka telah hilang.”
"Saya harus menggali segala kemungkinan, Nyonya. Banyak yang awalnya saling mencintai kemudian saling membenci hingga menghilangkan nyawa." Max memberi pengertian, sekaligus untuk meredam kegusaran wanita tua itu.
"Lily itu sangat setia, Inspektur. Dia tidak keluar rumah tanpa didampingi seseorang. Jika pun ada yang bisa berselingkuh, itu adalah anak saya, mengingat banyak sekali wanita yang melemparkan diri padanya. Huh, para gold digger -pengincar harta itu! Tapi itu juga tidak, karena anak saya sangat memuja istrinya."
Entah mengapa, mendengar kata-katanya yang penuh emosi itu, hati Max sangat lega.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
adi_nata
Gandawasa terlahir dari golongan biasa, tapi ibunya fasih berbahasa inggris amerika. 🤔
2024-12-28
0
adi_nata
lalu penyebab utama kematiannya apakah dari racun thalium atau dari racun tetrodotoxin ?
2024-12-28
0
adi_nata
kewarganegaraan Gandawasa dan Lily masih Indonesia atau sudah berpindah ?
2024-12-28
0