Sampai sekarang dadaku masih saja sesak setiap suamiku berbicara. Setiap kali dia mengatakan sesuatu pasti akan membuatku lemah.
Selama menikah, aku tak membayangkan bahwa aku akan di madu oleh suamiku. Apalagi setelah ia mengatakan bahwa Ibu Mas Arga berniat untuk mencari wanita lain seperti yang diinginkannya untuk di jadikan sebagai menantunya.
Apa dia tidak berpikir bagaimana perasaanku jika ia melakukan itu. Sebagai seorang perempuan yang pernah menikah seharusnya dia bisa berperilaku baik. Kenapa harus menjadi penghalang bagi hubunganku dengan Mas Arga.
Wanita mana yang tidak sedih mendengar hal seperti itu. Pernikahan yang ku dambakan benar-benar hanya di dunia khayalan saja. Aku menikah dengan Mas Arga berharap bisa bahagia seperti Ayah dan Ibu. Jadi jika sampai pernikahan yang dikatakan Mas Arga terjadi, aku benar-benar merasa seperti orang yang paling bodoh di dunia ini.
Pertama kalinya setelah menikah aku datang ke rumah Ibu dan Ayah. Bukan keadaan seperti ini yang ku inginkan. Sudah lama aku ingin pulang ke rumah Ibu bersama dengan anak dan suamiku. Sekarang, aku memang sudah bertemu dengan Ibu dan Ayah. Tapi bukan berita bahagia yang ku bawa. Justru malah membuat hati kedua orang tuaku sedih mendengar ceritaku.
" Kenapa sih kita harus pura-pura kuat, Bu? Padahal jelas-jelas kita benar-benar udah ngerasa nggak akan kuat dengan keadaan seperti ini?" Tanyaku pada Ibu.
" Kamu tahu nak, kehidupan yang kita jalani memang nggak sesuai dengan yang kita inginkan. Tapi dari keadaan yang sulit itulah kita harus belajar untuk kuat menjalaninya dengan mendekatkan diri pada Allah. Minta petunjuk padanya. Setiap manusia memang akan mendapat ujian yang berbeda-beda dan nggak menurut kemampuannya sendiri. Mungkin masalah rumah tangga kamu saat ini sedang tidak baik-baik saja. Tapi kedepannya kita nggak tahu seperti apa. Dan belum tentu Ibu akan mampu menjalani jika Ibu ada di posisi kamu saat ini. Begitu juga sebaliknya, belum tentu kamu mampu saat berada di tempat Ibu," Ibu memberiku nasihat dan aku hanya diam seperti biasanya.
" Apa pun yang terjadi, kamu harus kuat. Sebagai seorang Ibu, kamu nggak boleh lemah. Kalau kamu nggak punya semangat untuk menjalaninya, bagaimana dengan cucu Ibu? Seorang Ibu dan anak akan selalu saling menguatkan seperti Ibu dan kamu. Begitu juga yang harus kamu lakukan. Kamu harus kuat demi anak. Perbanyak berdoa, minta padanya agar pintu hati orang-orang yang selama ini menyakiti kita terbuka."
" Selagi kita mengandalkan Allah, maka tidak ada yang mustahil. Kamu ingin hubunganmu dengan suamimu baik-baik saja, kan? Perbaiki semuanya dengan mencari solusinya. Kabur-kaburan seperti yang kamu lakukan sekarang nggak akan pernah bisa menyelesaikan masalah," sambung Ibu lagi sembari mengelus pelan kepalaku.
Setiap kali aku mendengar nasihat Ibu. Entah kenapa suasana hatiku terasa lebih tenang. Selama ini hanya mulutku saja yang berkata ingin berpisah. Tapi aku harap hal itu tidak akan pernah terjadi pada pernikahanku. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan pernikahanku hancur begitu saja. Bagaimana pun caranya, aku harus bisa mendapatkan kepercayaan suamiku kembali seperti dulu.
" Tapi kenapa aku yang selalu disalahkan setiap ada masalah, Bu? Kenapa mertuaku selalu berusaha memisahkan aku dengan suamiku?" Tanyaku sambil menahan tangis.
" Nggak ada manusia yang nggak pernah berbuat salah, nak. Hanya satu harapan Ibu, semoga nggak lemah karena keadaanmu yang sedang sulit. Sebenarnya kita sendiri yang membuat keadaan menjadi semakin sulit karena kelemahan kita sendiri. Kamu begitu sangat rapuh jika berhubungan dengan kedua orang tuamu, suami dan anakmu. Tapi nak, jangan pernah biarkan orang lain yang mengendalikan kehidupanmu sendiri. Tanamkan pada dirimu bahwa kunci dari retaknya hubunganmu dengan nak Arga adalah kalian berdua. Berapa banyak orang pun yang berusaha untuk memisahkan kalian. Kalian harus tetap sama-sama menguatkan," ucap Ibu sembari mengusap air mataku.
Apa yang dikatakan Ibu sangat membantuku untuk mengurangi beban yang selama ini ku pendam sendiri. Hal inilah yang sangat ku butuhkan selama ini. Memberiku nasihat agar aku tahu dimana letak kesalahan yang ku lakukan. Tapi itu semua benar-benar hanya akan ku dapatkan dari Ibu dan Ayah. Berbeda dengan orang lain yang hanya akan menyalahkan aku dan mengatakan aku manusia tidak tahu cara bersyukur.
" Terima kasih, Bu," ucapku dan langsung memeluk Ibu.
" Tapi selama ini mereka selalu saja bersikap nggak baik padaku, Bu."
" Hentikan, nak. Lebih baik jangan diteruskan," ucap Ibu memotong pembicaraan kami.
" Tapi kenapa, Bu? Nayla kan hanya ingin cerita, Bu," tanyaku. Padahal aku hanya ingin meluahkan perasaanku selama tinggal bersama mertuaku.
" Ibu sudah tahu semuanya, nak. Cuma kamu satu-satunya anak yang kami punya. Semua yang berhubungan dengan kamu, Ibu dan Ayah pasti mengetahuinya. Bahkan tanpa kamu beritahu sekali pun. Kami pasti punya firasat. Jadi Ibu nggak mau mendengarkan cerita kamu. Karena itu hanya akan membuat Ibu semakin sedih," jawab Ibu.
Aku sedikit paham dengan penuturan Ibu barusan. Mungkin perubahan sikapku yang tadinya ceria dan tiba-tiba berubah jadi pendiam membuat Ibu jadi curiga bahwa telah terjadi sesuatu padaku selama ini.
" Kecuali kalau memang kamu ingin merahasiakannya dari Ibu. Maka ibu akan menunggu sampai kamu sendiri bersedia untuk memberitahukannya pada Ibu," lanjutnya kemudian.
" Ingat nak, kamu harus bisa lebih bersabar lagi. Lari dari masalah bukan solusi untuk menyelesaikannya. Bukan hanya kamu, Ibu juga berkewajiban untuk melakukan itu. Bisa kamu bayangkan, bagaimana kalau kamu atau pun Ibu selalu menanggapi sesuatu dengan emosi? Apa itu akan menyelesaikan masalah? Jawabannya pasti tidak."
" Orang yang mudah tersulut emosi adalah orang yang egois karena lebih mementingkan diri sendiri. Jadi Ibu berharap kamu bisa lebih bersabar lagi. Untuk masalah mertuamu dan suamimu bersikap nggak baik, lebih baik kamu biarkan saja. Masih banyak lagi yang perlu dipikirkan selain mereka berdua. Sekarang yang menjadi tugas kita hanya mendoakan mereka. Semoga suatu saat nanti mereka bisa berubah. Yang terpenting kita sudah melakukan yang terbaik dan tidak membalas kejahatan yang mereka lakukan."
" Iya bu, terima kasih sudah mengingatkan Nayla. Aku sadar terkadang bersikap terlalu egois. Selama ini aku selalu ingin dipahami. Tapi belum tentu aku bisa memahami orang lain."
" Kamu tahu kenapa Ibu ingin kamu mempertahankan pernikahanmu?" Aku bingung harus menjawab apa pertanyaan ibu.
" Apa yang terjadi itu bukan sepenuhnya kesalahan Arga. Itu juga bukan berarti kamu yang bersalah. Tapi kamu dan Arga hanyalah korban."
" Maaf, Bu. Aku masih bingung sama ucapan Ibu barusan."
" Kamu menikah dengan Arga mungkin memang sudah ditakdirkan bersama. Tapi Arga dituntut untuk selalu menuruti semua permintaan keluarganya. Bahkan sebelum kamu menikah dengan Arga pun, ia selalu dijadikan sebagai media penghasil uang oleh keluarganya. Dan mertua kamu, sebenarnya nggak pernah peduli dengan Arga. Mereka hanya tahu semua keinginannya terpenuhi."
DEGH!
Sebenarnya kehidupan macam apa yang dijalani Arga selama ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments