bab 4

" Apa kamu masih berniat untuk mengancamku? Memangnya kamu pikir mencari pekerjaan itu mudah? Siapa yang akan memperkerjakan orang yang nggak punya pengalaman sepertimu?"

" Aku serius, mas! Apa dari tadi kamu menganggap bahwa aku hanya bermain-main?"

" Sudah cukup! Aku nggak mau kita bertengkar setiap hari gara-gara masalah yang sepele," ucap Arga menengahi pembicaraan mereka yang tak ada habisnya.

" Apa katamu? Sepele? Apa kamu sadar rumah tangga kita saat ini sudah hancur?"

Arga semakin bingung dengan ucapan Nayla. Ia merasa nggak ada masalah apa-apa dengan istrinya.

" Kamu jangan Terlalu berlebih-lebihan. Rumah tangga kita sebenarnya baik-baik saja. Kamulah yang membuatnya berantakan karena hobi barumu yang suka memperbesarkan hal sepele," ucap Arga.

Arga berjalan menuju ruang kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda. Ia berniat akan menemani istri dan anaknya setelah pekerjaannya selesai.

Niatnya kali ini tampaknya tak berjalan dengan mulus. Arga melihat Nayla menangis sesenggukan di sebelah tempat tidur.

Arga merasa jadi serba salah. Ia benar-benar merasa seperti orang lain di rumahnya sendiri. Ia hanya menyaksikan dari jauh.

Ia bukan tak percaya dengan keluhan Nayla selama ini. Ia tak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi ia ingin membahagiakan istrinya. Namun ia juga tak berdaya untuk menolak semua permintaan Ibu dan Ayu.

Sebelumnya ia memang tak pernah menyaksikan Ibu dan Ayu menyakiti Nayla. Hanya saja kejahatan kedua wanita itu selalu saja jadi bahan omongan orang-orang membuat Arga merasa menjadi orang yang tidak berguna.

Sebagai seorang laki-laki seharusnya ia bisa menjadi pemimpin. Bisa membahagiakan orang tua dan istrinya. Tapi ia tak ingin disebut sebagai anak durhaka hanya karena membantah ucapan wanita yang melahirkannya itu.

Tak ada seorang suami yang ingin melihat istrinya hidup dengan penderitaan. Ia juga tak ingin Ibu serta adiknya merasa kesusahan. Situasi seperti itu yang selalu membuatnya tak tahu harus berbuat apa dan lebih memilih berpihak pada Ibunya.

Arga ingin Ibu, adik dan istrinya akur. Mengingat sikap Ibunya yang tak pernah menyukai Nayla sejak awal menikah membuat Arga lebih mengutamakan Ibunya  untuk menghindari pertengkaran dan berharap suatu saat nanti mereka akan berbaikan . Apa yang dipikirkan oleh Arga ternyata bertolak belakang dengan kenyataan. Ibu dan adiknya justru semakin berani semena-mena pada Nayla.

Arga mengusap punggung Nayla dan memberikan pelukan hangat untuk membuatnya merasa lebih tenang.

" Maafkan aku karena belum bisa menjadi suami dan ayah yang baik pada anak kita," ucap Arga berusaha mengambil hati Nayla.

Segala upaya yang dilakukan Arga untuk meminta maaf pada Nayla. Namun tak ada satu pun yang berhasil.

Entah berapa lama mereka berpelukan dengan posisi duduk di lantai. Nayla tiba-tiba berbaring di sebelah anaknya. Sementara Arga bergegas menuju ke rumah kediaman orang tuanya.

" Eh, kamu kok tumben-tumbenan mau mampir ke rumah ibu malam-malam begini?" Ucap Bu Ratih saat melihat Arga berjalan menuju pekarangan rumahnya.

Arga langsung masuk dan mengajak Ibu serta adiknya duduk di ruang tamu.

" Kamu belum menjawab pertanyaan ibu. Kamu kenapa keluyuran malam-malam begini? Apa kamu dan istrimu bertengkar lagi?" Tanya Bu Ratih.

" Bukan Arga yang bertengkar, tapi Ibu dan Ayu," Jawab Arga.

" Kok jadi Ibu dan Ayu, sih? Yang serumah sama Nayla itu kan kamu."

" Apa benar Ibu selalu mengambil stok makanan kami di rumah? Bahkan jatah bulanan istriku pun ibu tega mengambilnya, apa itu semua benar ?" Tanya Arga.

" Oh, jadi itu yang jadi permasalahannya."

Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Bu Ratih membuat Arga semakin merasa bersalah pada istrinya.

" Arga butuh jawaban, Bu. Apa benar semua yang diucapkan orang-orang selama ini adalah kenyataan?"

" Kamu lebih mempercayai mereka atau ibu?"

Bukannya mendapat jawaban, Arga semakin kebingungan dengan respon Bu Ratih.

Arga bingung harus menjawab apa. Rasanya tak mungkin ia menjawab lebih percaya pada ucapan orang lain dari pada ibunya sendiri. Bisa-bisa membuat Bu Ratih semakin kesal.

" Maksud Arga bukan begitu, bu. Kenapa Ibu  jadi marah? Arga hanya meminta jawaban dari Ibu."

" Tega sekali kamu menyakiti perasaan Ibu. Padahal Ibu nggak pernah melakukan apa-apa."

" Ibu sadar bahwa Ibu bukan orang yang baik. Itu sebabnya selama ini melarang kamu dan Nayla dekat dengan orang-orang sini. Sekarang kamu lihat, bagaimana mereka memfitnah Ibu? Kamu lihat bagaimana perubahan istrimu setelah bergaul dengan wanita-wanita tukang gosip itu?"

" Aku juga nggak tahu kenapa mereka mengatakan itu, Bu. Sejak kapan Nayla bergaul dengan mereka pun Arga nggak tahu. Padahal dulu Nayla adalah wanita yang yang penurut. Setelah Nayla bergaul dengan tetangga, sikapnya jadi banyak berubah dan setiap hari kerjanya hanya mengeluh," tutur Arga sambil menyeruput secangkir kopi yang dihidangkan Bu Ratih.

" Apa kamu sudah sadar apa yang menjadi penyebab istrimu jadi berubah?" Tanya Bu Ratih.

"maksudnya gimana, Bu?"

" Kamu jadi orang kok polos banget sih? Kamu sendiri yang bilang istrimu mendadak berubah setelah bergaul dengan ibu-ibu yang jadi teman barunya itu."

" Tapi kita nggak punya bukti apa-apa bahwa mereka jadi penyebabnya, Bu."

" Apa kamu pikir seseorang bisa berubah tanpa ada sebab? Selama ini kita semua tahu bagaimana Nayla. Sekarang mungkin pertengkaran kalian hanya masalah keuangan, besok-besok siapa yang tahu istrimu akan mengusir kamu dari rumah sendiri," jawab Bu Ratih semakin membuat Arga merasa bertambah kesal.

Arga teringat ucapan Nayla yang hubungan mereka berada di ambang kehancuran dan berniat ingin bekerja. Arga tak ingin harga dirinya diinjak-injak oleh istrinya sendiri.

" Sekarang aku harus apa, Bu? " Tanya Arga.

" Kamu harus bisa tegas pada istrimu. Jangan biarkan dia bertingkah semaunya. Lagian ibu masih heran sama kamu. Sebenarnya apa sih yang buat kamu bisa tertarik sama Nayla itu? Diluar sana banyak wanita yang lebih dari dia bisa kamu dapatkan. Tapi kamu tetap milih mempertahankan rumah tanggamu dengan dia. Seandainya kamu pisah sama Nayla, Ibu pasti akan mendukungmu seratus persen. Kamu kan tahu sendiri dari dulu Ibu nggak pernah suka sama Nayla. Bagi Ibu wanita Karir jauh lebih berkelas dari pada wanita rumahan," ucap Bu Ratih membuat Arga menggeleng kepala.

" Ya udah, lebih baik Arga pulang dulu. Kasihan Nayla Arga tinggal di rumah . Ibu juga pasti ingin istirahat, kan?"

Sebelum Bu Ratih berkomentar, Arga segera berlari meninggalkan ibunya yang merasa kesal. Yang menjadi tujuan utamanya untuk bertemu ibunya untuk meluruskan masalah antara ia dan Nayla. Anehnya lagi bukan jawaban yang ia dapatkan. Ibunya justru membahas masalah perpisahan. Bagi Arga pernikahan bukanlah hal untuk dipermainkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!