bab 3

" Kamu jangan menuduh gitu dong. Nggak seharusnya kamu melakukan itu hanya untuk menutupi kesalahanmu. Aku tahu dari dulu kalian suka berantem. Tapi nggak harus cari kesalahan masing-masing juga, kan? Mendingan juga menyadari kesalahan diri sendiri," ucap Arga membuat Nayla tersenyum sinis.

" Emang capek banget ngomong sama orang yang ngerasa dirinya selalu bener. Ngomong tuh suka nggak sadar diri. Kayak dia bisa sadar sama kesalahannya aja."

Mendengar ucapan istrinya membuat Arga semakin kesal.

Sementara Nayla langsung bergegas menuju ke dapur untuk menyiapkan makanan seadanya untuk mengisi perut.

Tak sampai semenit Nayla meletakkan masakannya diatas meja, terdengar seseorang menekan bel pintu utama.

Ting tong... Ting tong... Ting tong...

" Apa kamu yang memesan makanan ini, mas? Kamu selalu protes dengan pengeluaran kita yang bertambah. Tapi kenapa kamu malah menghambur-hamburkan uang kamu, mas? Apa kamu nggak pernah berpikir kalau seandainya kita membeli bahan makanan dengan harga yang sama seperti makanan ini kita bisa berhemat selama beberapa hari?" Tanya Nayla sembari meletakkan pesanan Arga di atas meja.

" Pelankan suaramu," jawab Arga datar.

" Kamu ingin aku berhemat, tapi kenapa kamu nggak pernah mau berhemat?" Tanya Nayla.

" Aku nggak pernah boros. Aku hanya membeli makanan dari salah satu aplikasi. Tapi lihatlah dirimu, aku bahkan nggak pernah melihatmu memoles wajahmu selama kita menikah. Seharusnya jatah bulananmu banyak yang tersisa, tapi sayangnya tebakanku salah besar. Kamu bahkan selalu kekurangan uang. Aku heran entah pergi kemana uang yang selama ini ku beri setiap bulan," sahut Arga tak bersalah.

Ingin rasanya Nayla membalas perbuatan suaminya itu, tapi ia tak berdaya untuk melakukannya. Ia tak ingin tindakannya akan berakibat fatal pada mental putri kecilnya.

" Entah kemana katamu? Apa nggak salah dengar sama ucapan kamu barusan, mas? Apa kamu lupa makanan yang kamu makan setiap hari berasal dari mana? Apa kamu pikir semua kebutuhan kita bisa dibayar pakai daun atau janji-janji manis seperti janjimu pada orang tuaku?"

" Kita membahas yang lain, jadi jangan mencari kesalahanku atau membawa-bawa orang tua. Biar bagaimana pun mereka tetap mertuaku. Orang tuamu adalah orang tuaku juga."

" Lupakan masalah orang tuaku. Apa kamu ada jawaban dari apa yang kutanyakan sebelumnya?"

" Udah deh, jangan diperpanjang lagi. Jatah bulanan kamu akan ku tambah jadi lima ratus ribu. Dengan catatan kamu harus bisa berhemat dan memasakkan menu yang berbeda setiap hari. Katanya orang berpendidikan, tapi kok ngatur masalah keuangan saja kamu nggak bisa?"

" Mendingan kamu jangan kebanyakan gaya deh. Ucapanmu seperti sudah memberiku uang yang sangat banyak. Asal kamu tahu saja bahwa uang yang kamu beri setiap bulan itu nggak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Ada kemungkinan uang itu cukup untuk keperluan dapur, tapi kamu suka minta dimasakkan makanan yang harganya setara sama makanan yang di restoran. Belum lagi kalau ibu dengan adikmu mengambil semua stok makanan yang ada," jawab Nayla.

" Jangan pernah membawa masalah dengan melibatkan orang lain. Sekarang kamu berani menyebut nama IBU dan Adikku, tadi mana berani kamu membantah. Jika sikapmu begini terus, pantas saja Ibu nggak pernah menunjukkan rasa simpati padamu," ucap Arga santai tanpa memikirkan perasaan istrinya yang terluka akibat ucapannya sendiri.

Tak peduli dengan tanggapan Nayla. Sementara Arga hanya fokus menghabiskan makanannya tanpa peduli pada keluarganya yang lain yang sedang menahan lapar.  Tak hanya makanan yang dibelinya sendiri, bahkan jatah makan untuk anak dan istrinya pun sudah ludes tak tersisa.

Arga membiarkan piring kotor yang baru saja dipakainya di atas meja tanpa berniat untuk membersihkannya. Ia kemudian mengambil beberapa berkas yang ia bawa sebelumnya dari kantor.

" Mas, apa kamu nggak rindu dengan rumah tangga kita tenang seperti dulu?" Tanya Nayla tiba-tiba duduk di sebelah Arga.

" Tentu saja aku merindukannya. Aku nggak pernah suka sama sikapmu yang bar-bar seperti sekarang," jawab Arga .

" Kalau gitu, apa kamu mau menuruti permintaanku?" Tanya Nayla.

Sementara Arga hanya menanggapinya dengan malas.

"Dari pada kita asing seperti ini tinggal di rumah yang sama. Kalau kamu memang sudah nggak punya niat untuk memperbaikinya, kenapa kita harus melanjutkan hubungan kita yang sudah terlanjur berantakan seperti ini?"

Membuat kata-kata Nayla membuat Arga tercengang.

" Kamu berani mengancamku? Di mataku sebenarnya kamu adalah wanita yang sempurna. Tapi sejak adanya kehadiran putri kita, sikapmu perlahan-lahan berubah mengabaikanku sebagai seorang suami. Belum lagi tentang semua ucapanmu yang selalu mengatakan kejahatan Ibu dan Adikku semakin membuatku merasa muak. Padahal Ibu dan Adikku nggak seperti yang kamu ucapkan selama ini."

" aku nggak pernah berniat mengancam kamu, mas. Tapi itulah sikapmu yang paling ku sesali. Kamu dibutakan oleh rasa sayangmu pada Ibu dan Adikmu. Kamu sampai nggak bisa menilai mana yang salah dan mana yang benar.

" Sebenarnya kemana arah pembicaraan kita?"

" Sudah lama aku merindukan suasana keluarga kita seperti dulu, mas. Sudah lama sekali kita menjadi orang asing seperti sekarang. Dulu, kita saling terbuka. Bahkan hal sekecil apa pun kita wajib untuk nggak merahasiakan apa pun pada pasangan. Sejak lahirnya seorang anak di hidup kita, karirmu semakin membaik dan membuatku merasa kehilanganmu di rumah ini. Selama ini banyak orang yang menghinaku karena aku hanya wanita biasa-biasa. Saat itu kamu selalu melindungiku dan membuatku berharap bahwa kamu pasti melakukan hal yang sama. Seiring berjalannya waktu, apa kamu tahu apa yang terjadi?" Ucap Nayla berkaca-kaca.

" Tebakanku ternyata salah besar. Semakin lama sikap kedua wanita kesayanganmu itu semakin semena-mena. Sayangnya, setiap kali aku ingin memberi tahu kelakuan mereka, aku nggak pernah punya bukti yang kuat. Hari ini semuanya baru bisa kamu buktikan dengan mata kepala kamu sendiri. Tadinya aku berpikir kamu pasti akan percaya sama ucapanku selama ini. Lagi-lagi aku melakukan kesalahan yang sama dengan berharap padamu. Semua yang kamu berikan selama ini sebagai jatah bulanan selalu direbut oleh Ayu dan Ibu. Tanpa ada yang tahu, selama ini kita makan dengan uang tabunganku yang tak seberapa," ucap Nayla sesenggukan.

Arga mencoba melihat kebohongan pada wajah Nayla. Tapi tampaknya semua yang diucapkan oleh Nayla adalah kejujuran.

" Apa kamu masih meragukan semua ucapanku, mas?"

" Bukan begitu, tapi semuanya terasa sulit untuk dipercaya."

" Aku tahu setiap anak akan selamanya menjadi milik orang tuanya. Tapi kamu harus tahu mengambil sikap dengan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Aku nggak pernah mempermasalahkan kamu membagi sebagian gaji kamu pada Ibu dan Ayu. Itu bukan berarti kamu membiarkan keluargamu menderita demi kebahagiaan mereka berdua.

" Tapi mereka Ibu dan adikku. Kalau bukan aku sebagai anak dan seorang kakak, siapa lagi yang akan membahagiakan mereka?"

Mendengar jawaban Arga membuat Nayla tersenyum kecut.

" Kamu benar. Mereka memang Ibu dan saudara satu-satunya yang kamu miliki, tapi Ayu sudah bukan anak kecil lagi. Kalau hanya sekedar memberi ya nggak apa-apa, mas. Apa kamu sadar berapa banyak yang kamu beri?"

" Kamu memberi mereka hampir semua gaji kamu. Tetap saja mereka nggak pernah merasa cukup. Selagi ada yang bisa mereka ambil dari rumah ini, mereka pasti akan mencari cara untuk memilikinya," terang Nayla.

" Lalu aku harus apa, Nayla?"

" Biarkan aku yang memegang semua gajimu setiap bulan. Kalau kamu merasa keberatan dengan permintaanku, kamu bisa memberiku jatah bulanan seperti yang diterima Ibu setiap bulannya."

Permintaan Nayla kali ini tak terpikirkan oleh Arga. Entah yang menyebabkan Nayla berubah. Dulu, berapa pun Arga memberinya uang sebagai pegangan, ia tak pernah mempermasalahkannya. Ingin menerima tawaran yang diberikan Nayla membuat Arga tak tega pada Ibu dan Ayu. Jika menolak, ia juga tak ingin ancaman Nayla benar-benar terjadi.

" Kenapa diam, mas? Apa kamu keberatan?"

" Nggak mungkin aku memberikannya semua padamu. Biar bagaimana pun aku juga harus punya pegangan untuk berjaga-jaga. Gimana kalau uang tetap aku yang memegangnya dan jatah bulananmu aku tambah menjadi lima ratus ribu?" Tanya Arga membuat penawaran.

" Aku nggak mau, mas. Kalau kamu nggak mau menerima tawaranku, lebih baik aku bekerja dan kamu bisa mencari orang untuk bersih-bersih rumah dan masak."

Apa Nayla serius dengan ucapannya? Terus siapa yang akan membayar asisten rumah tangga di rumah ini?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!