" Ada apa lagi ini? Apa yang Ibu lakukan pada istriku?" Terdengar teriakan Arga saat berjalan memasuki pekarangan rumahnya.
" Nak, kamu kok tumben pulang sebelum jam makan siang?"
" Jawab pertanyaan Arga, Bu."
" Ibu bosan di rumah sendirian, nak. Tapi sepertinya Nayla nggak pernah suka dengan kehadiran Ibu," ucap Bu Ratih menjelaskan apa yang terjadi.
Lagi-lagi Arga tampaknya percaya dengan ucapan Ibunya. Ia mencengkram bahu Nayla agar mendapat penjelasan.
" Apa yang kamu lakukan? Kenapa menyakiti perasaan, Ibu?"
Nayla tersenyum dengan sinis. Walau sering kali mengatakan untuk mencari kebenarannya terlebih dahulu sebelum bertindak. Tapi Arga tetap saja menganggap semua yang keluar dari mulut Bu Ratih adalah kebenaran yang harus ia percaya.
" Kenapa kamu pulang, mas?" Tanya Nayla pada Arga.
" Kepalaku sedikit pusing dan aku berniat mengerjakan semua pekerjaanku di rumah. Tapi sampai di rumah, malah di kejutkan dengan tingkahmu yang tega menyakiti perasaan Ibu. Aku lelah setiap hari harus mendengar pertengkaran di rumah ini," jawab Arga tertunduk lesu.
Sama seperti Arga, sebenarnya Nayla juga merasakan sudah tak mampu bertahan dengan ujian hidup yang harus di hadapinya setiap hari.
Hubungan antara Ibu dan anak tak akan pernah terpisah. Namun Nayla juga punya hak yang sama agar di jaga perasaannya.
Satu hal yang membuat Nayla tak pernah di anggap hanya karena Arga mudah terpengaruh oleh ucapan Ibu dan Adiknya. Padahal ucapan mereka belum tentu kebenarannya.
Sebagai seorang Suami ia bersikap tegas dan tahu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Tak ada yang salah dengan niatnya untuk berbakti pada orang tua. Tapi tak seharusnya ia lakukan dengan menyakiti hati Ibu dari anaknya itu.
" Bukan hanya nggak suka pada Ibu. Wanita ini juga ternyata tak sebaik yang kita lihat selama ini. Dia merahasiakan sesuatu di belakangmu, nak. Tadi Ibu melihat seseorang keluar dari rumah ini sebelum kamu pulang dari kantor."
Nayla tak habis pikir bagaimana bisa Bu Ratih mudah menuduhnya melakukan sesuatu yang tak pernah ia lakukan.
Sementara Arga, tentu saja ia mempercayainya. Bagi Arga, semua yang di ucapkan Ibunya adalah benar.
" Apa benar yang di katakan Ibu? " Tanya Arga.
" Apa kamu meragukan aku lagi, mas?" Jawab Nayla.
" Jawab saja apa yang ku tanyakan. Apa benar yang di katakan Ibu barusan? Siapa yang kamu bawa ke rumah saat aku nggak ada? Apa kamu benar-benar sudah mengkhianati ku?"
Bu Ratih merasa menang atas penderitaan Nayla. Ia hanya perlu berkata manis untuk membuat Arga kembali patuh pada semua yang perintahkan.
" Bagaimana aku bisa menjelaskan sesuatu yang nggak pernah ku lakukan?"
Arga melihat ke arah Nayla dan Bu Ratih secara bergantian. Lagi-lagi ia bingung harus percaya pada siapa.
" Bertahun-tahun kamu tinggal bersama Ibu. Dengan susah payah juga Ibu membesarkan kamu penuh kasih sayang. Apa ini balasan yang kamu berikan?" Ucap Bu Ratih lirih.
" Apa kamu benar-benar sudah nggak mempercayai ku lagi, mas?" Tanya Nayla sambil tersenyum sinis.
Tanpa bertanya pun ia tahu bahwa Arga akan lebih percaya pada Ibunya. Tapi ia tetap ingin melakukannya dengan harapan Arga peduli padanya walau hanya sekali.
" Sebenarnya apa yang kalian inginkan? Kenapa setiap hari selalu saja membuat kepalaku hampir pecah? Kapan kamu dan Ibu bisa mengerti kalau apa yang kalian lakukan setiap hari selalu jadi bahan omongan orang?" Tanya Arga tersulut emosi.
Bu Ratih yang tadinya bahagia kembali merasa kesal. Ia tampak berpikir keras untuk meyakinkan Arga.
" Aku selalu menghargai semua keputusanmu, mas. Tapi kenapa pemikiranmu hanya terbuka pada semua ucapan Ibu, mas? Berkali-kali ku katakan agar kamu tahu cara bersikap. Kamu harus tegas. Jangan mudah terpengaruh sebelum cari tahu kebenarannya. Kamu hanya tahu aku selalu menyakiti Ibu dan Ayu. Apa kamu tahu apa yang di lakukan Ibu?"
" Ibu menamparku untuk kedua kalinya. Tapi kamu nggak pernah percaya dengan apa yang ku katakan. Tadi memang ada yang datang ke rumah. Dia Mbak Sri temanku. Kamu melarangku bergaul dengan tetangga. Lalu apa aku juga nggak bisa menerima tamu yang datang ke rumah?"
" Alah jangan bohong kamu. Aku tahu kamu pasti merahasiakan sesuatu dari anakku," ucap Bu Ratih bahagia karena Arga selalu mengutamakan dirinya dari pada orang lain.
Entah sudah berapa kali Nayla merasa keadilan tak pernah berpihak padanya. Ia tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa ia akan menjalani cobaan seberat ini. Harapannya menikah agar bahagia. Tapi ternyata itulah awal kehidupannya di uji. Kuat atau tidak, ia harus menghadapinya dengan hati yang tegar.
" Apa benar begitu? Apa teman yang kamu maksud adalah perempuan?" Selidik Arga.
" Apa kamu sudah gila, mas? Bukankah tadi aku menyebutnya Mbak Sri? Apa kamu pikir orang yang bernama Sri itu seorang pria?" Tanya Nayla sinis dengan nada yang tinggi.
" Katakanlah teman yang di maksud Nayla adalah seorang wanita. Apa kamu nggak merasa penasaran tujuan wanita datang tiba-tiba saat kamu di kantor? Kenapa sebelum ini dia nggak pernah terlihat di sekitar sini?" Ucap Bu Ratih berusaha membuat Arga yakin padanya.
" Sudahlah Bu, lebih baik Ibu pulang saja. Aku lelah setiap hari mendengar keributan di rumah ini. Untuk masalahku dan Nayla, biarkan kami saja yang akan menyelesaikannya. Biar bagaimana pun Arga sudah menikah," tutur Arga berusaha merangkai kata-kata agar Ibunya tidak merasa tersinggung dengan keputusannya.
" Kamu sudah berani mengusir Ibu? Kamu tega mengusir Ibu demi wanita pembohong ini? Apa kamu benar-benar melupakan siapa Ibu dan apa saja yang sudah Ibu korbankan untuk kebahagiaan kamu?" Hardik Bu Ratih karena merasa tak percaya dengan ucapan Arga seakan lebih percaya pada istrinya dari pada dirinya.
Arga merutuki kebodohannya sendiri karena membuat Bu Ratih merasa tersinggung. Tapi ia juga tak berdaya untuk tidak melakukan pemberontakan. Ia takut dengan tetap berada pada pihak Bu Ratih akan membuat Nayla benar-benar akan meninggalkannya.
" Maaf Bu, Arga nggak bermaksud untuk melakukan itu. Tapi Arga benar-benar lelah setiap hari harus mendengar pertengkaran di rumah ini. Kenapa Ibu dan Nayla nggak pernah akur?" Ucap Arga berusaha mengambil hati Bu Ratih.
Belum sempat ia melanjutkan ucapannya, Bu Ratih menarik kerudung yang menutup kepala Nayla dan membuangnya ke sembarang arah.
" Sampai kapan pun Ibu nggak akan pernah menerima wanita ini sebagai bagian dari keluarga kita. Jadi jangan terlalu berharap untuk melihat Ibu bisa akur dengan wanita yang sudah kamu nikahi itu. Perlu kamu ingat, sampai kapan pun kamu harus tunduk pada semua yang Ibu katakan," teriak Bu Ratih.
" Kamu bisa pilih salah satu dari antara Ibu atau istrimu. Jika kamu memilih Ibu, silahkan ikuti semua yang Ibu inginkan. Tapi kalau kamu memilih istrimu, anggap saja Ibumu sudah tiada," ucap Bu Ratih lirih.
Arga semakin frustasi karena sudah menyakiti hati Ibunya. Ingin meminta maaf pun rasanya sudah tak berguna. Ia tahu persis bagaimana sikap Ibunya. Saat dilanda kemarahan, lebih baik diam dari pada membuat masalah semakin runyam.
Arga memeluk Nayla. Lalu mengusap kepala istrinya dengan lembut. Ia bisa merasakan sakit yang di rasakan Nayla saat Ibunya menarik rambutnya dengan kuat. Tapi Nayla tetaplah Nayla. Ia tak ingin ada orang lain yang melihatnya merasa kesakitan.
" Maaf. Lagi-lagi aku nggak bisa melindungimu dari Ibu. Walau semua terjadi di depan mataku, tapi aku tetap nggak bisa berbuat apa-apa."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments