POV ARGA
Akhir-akhir ini aku benar-benar sudah tak punya semangat lagi. Bagaimana tidak, setiap hari aku harus selalu mendengar pertengkaran-pertengkaran yang seakan sudah terbiasa terjadi saat aku pergi.
Setiap kali minta pengertian pada ibu, justru ia malah menyalahkan istriku sebagai orang yang membuat pertengkaran itu terjadi. Ketika aku menegur Nayla, justru ia malah mengeluh karena Ibu dan Ayu selalu saja mengganggunya saat aku pergi.
Aku pusing dengan dengan situasi yang kuhadapi saat ini. Saat aku berpihak pada ibu, maka Nayla akan nekat untuk pergi meninggalkanku dan ingin mencari pekerjaan tanpa harus ketergantungan padaku sebagai suaminya. Tapi jika aku berpihak pada Nayla, maka Ibu mengatakan agar aku menganggap bahwa wanita yang telah melahirkanku itu sudah lama tiada.
Entah kenapa akhir-akhir ini aku selalu berada di posisi yang sulit. Istriku sudah tak mau mengikuti semua yang diperintahkan oleh ibu. Padahal seharusnya dia menghormati semua keputusan ibu sebagai orang yang lebih tua darinya.
Benar kata Ibu, tidak mungkin seseorang mendadak berubah tanpa sebab. Semakin hari hubungan antara Ibu dan Nayla bukannya semakin membaik, sekarang malah terlihat seperti orang yang bermusuhan dari sejak lama.
" Arga! Apa kamu sudah pulang?"
Terdengar suara Ibu berteriak memanggil namaku. Aku segera menemui Ibu di depan rumah. Sebenarnya aku merasa aneh pada sikap ibu kali ini. Tak biasanya ia berteriak memanggil namaku. Yang ku tahu ibu, biasanya akan langsung masuk ke rumah tanpa peduli ada orang di rumah atau pun tidak.
" Apa kamu tahu apa saja yang dilakukan istrimu hari ini?"
" Aku nggak tahu, Bu. Ibu kan tahu sendiri, Arga nggak selalu di rumah. Dan hanya Nayla yang selalu di rumah," jawab Arga jujur.
" Gimana sih kamu jadi suami? Masa istri sendiri, kamu nggak tahu apa yang dia lakukan dibelakangmu. Seharusnya kamu bisa lebih pinter dari istrimu," jawab Bu Ratih.
Sudah kebiasaan Bu Ratih, untuk tak menyukai apa pun yang ada pada Nayla. Bahkan ia tak segan-segan untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan hal yang sama untuk tak menyukainya.
" Aku baru sampai di rumah, Bu. Ya mana aku tahu apa saja yang Nayla lakukan saat aku nggak ada. Mungkin Nayla hanya melakukan pekerjaan rumah seperti biasa. Kalau ada kegiatan lain yang dia lakukan pun, mungkin itu hanya menemani putri bermain. Walau di rumah ini ada CCTV, tapi nggak mungkin juga aku selalu memeriksanya. Biar bagaimana pun, Nayla juga punya privasi.
" Kalau semua yang dia lakukan harus diwaspadai. Apa artinya rumah tangga yang kami jaga selama ini, kalau kepercayaan sudah nggak ada lagi. Memangnya apa yang terjadi, sampai ibu rela malam-malam begini datang hanya untuk menanyakan apa yang dilakukan Nayla?"
" Tadi ibu lihat ada orang yang datang ke rumah ini mengantar beberapa barang bermerek. Mungkin itu untuk diberikan pada Nayla. Kalau bukan untuk dia, lalu untuk siapa lagi? Hanya dia yang ada di rumah dan orang itu juga menyebut-nyebut nama Nayla," sahut Bu Ratih sambil melirik ke arah Ayu.
" Emang tadi ibu lihat, ada barang apa aja yang diantar sama orang itu?" Tanya Arga pada Bu Ratih.
Tampak ada keraguan diwajahnya saat mendengar laporan dari Bu Ratih. Ia tahu selama ini ia hanya memberi uang keperluan dapur untuk Nayla. Lalu dari mana ia bisa mendapatkan barang-barang itu semua?
" Ada berbagai macam model baju, sepatu dan tas. Kebanyakan sih ibu lihat ada gamis model yang terbaru. Yang mencurigakan itu, semuanya bukan barang murahan yang biasa digantung kayak di pasar," jawab Bu Ratih.
" Ya udah, biar semuanya jelas. Lebih baik kita periksa saja, benar atau nggak seperti yang ibu bilang. Kebetulan Nayla udah masuk kamar. Biasanya kami simpan barang belanjaan di kamar putri," jawab Arga mempersilahkan Bu Ratih dan Ayu untuk memeriksa tempat Nayla menyimpan barang.
Entah kenapa, Arga ragu untuk tetap mengikuti ibunya untuk mencari kebenarannya. Ia takut ada yang disembunyikan Nayla di belakangnya.
Ia sadar sikapnya selama ini tidak adil bagi anak atau pun istrinya. Tapi ia juga tak ingin istrinya membalas perbuatannya dengan penghianatan.
Akhirnya untuk menghilangkan rasa penasarannya. Dengan ditemani Bu Ratih dan Ayu, Arga memberanikan diri untuk memeriksa lemari yang digunakan Nayla untuk menyimpan barang.
Sejak awal menikah, Arga sedikit pun tak pernah merasa curiga pada istrinya sendiri. Begitu juga dengan Nayla, ia tak pernah mengotak-atik barang pribadi Arga. Mereka sepakat untuk menghormati privasi masing-masing, walau sudah ada ikatan pernikahan. Namun kali ini, dengan terpaksa Arga harus melakukan sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya untuk menghilangkan rasa penasarannya.
Arga memeriksa setiap sudut di ruangan itu. Sepertinya tidak ada yang terlihat mencurigakan. Hingga akhirnya pandangannya tertuju pada satu lemari yang tak pernah dipakai.
Karena ada yang berbeda pada lemari itu. Biasanya dibiarkan begitu saja. Mungkin sekali-sekali akan dibersihkan oleh Nayla agar bersih dari debu. Hari ini, lemari itu ditutup dengan kain membuat Arga semakin curiga dengan isi yang di dalamnya.
Pada rak yang pertama dan kedua, Arga melihat tumpukan baju lama mereka yang sudah tak terpakai. Dan pandangan Arga langsung tertuju pada rak yang paling bawah.
Ia melihat ada baju, tas dan sepatu yang ditulis nama, nomor telepon dan harga setiap barang. Tak hanya itu, ia juga melihat buku catatan dan beberapa lembar uang cash dan buku tabungan atas nama Nayla dan anaknya.
" Ya Allah, apa sebenarnya yang sudah dilakukan istriku dibelakangku? Apa benar apa yang dikatakan ibu selama ini? Jika benar ia sudah punya pria lain, kenapa ia tak pernah jujur saja dan mengakui bahwa ia sudah tak menginginkanku lagi sebagai pendamping hidupnya?"
Betapa bodohnya aku selama ini. Aku sampai melupakan bahwa masih banyak pria di luar sana yang menantikan Nayla untuk mereka jadikan sebagai istri.
" Kamu kenapa sih lama banget. Cuma liat gitu aja kok lelet banget sih? Nggak percayaan banget sama ibu," omel Bu Ratih.
" Aku melihat ini, Bu." Ucap Arga lirih.
Tanpa banyak basa-basi, Ayu langsung mengacak-acak isi lemari Nayla. Ia takjub melihat isi lemari itu. Bagaimana mungkin orang seperti Nayla bisa punya banyak barang dengan Brand ternama, begitulah pikir Ayu.
" Kak, aku menginginkan beberapa barang ini. Sudah lama aku menanti-nantikan untuk memiliki barang dari brand yang terkenal. Bukankah semua yang dimiliki Mbak Nayla adalah milikmu juga. Dan kita juga punya ikatan darah, bukankah barang-barang ini adalah milikku juga?" Ujar Ayu tak tahu malu.
Sebelum Arga menyetujui keinginan ayu, gadis itu langsung memilah-milah barang yang ia inginkan.
" Sekarang kamu baru percaya sama ucapan ibu selama ini, kan? Ibu tahu selama ini, apa pun yang ibu bilang kamu anggap bagaikan angin berlalu," ucap Bu Ratih semakin memperkeruh keadaan.
" Tapi Ibu nggak boleh mengambil keputusan tanpa bukti yang kuat. Biar gimana pun, Nayla masih istriku. Bisa saja kan semua yang kita lihat ini hanya titipan dari orang lain yang harus ia jaga," jawab Arga berpikir positif.
" Itulah kebodohanmu yang membuat istrimu merasa bangga. Seharusnya kamu tak mudah tertipu dari penampilan. Setiap manusia pasti bisa berubah kapan pun ia inginkan. Apalagi kamu lebih banyak sibuk dengan pekerjaan dari pada berkumpul bersama Anak dan Istrimu," ujar Bu Ratih untuk merusak kepercayaan Arga pada istrinya.
" Biar semuanya jelas dan nggak main tuduh-tuduhan. Arga akan menanyakannya langsung besok pagi," tutur Arga lirih.
" Alah, kamu nggak perlu menunggu sampai besok. Lebih baik kita langsung menanyakannya sekarang."
Lagi-lagi sebelum Arga mengambil keputusan, Bu Ratih langsung menarik tangan Ayu menuju kamar yang ditempati oleh Arga dan Nayla.
" Bangun kamu sekarang juga! Jelaskan sekarang juga, apa yang terjadi tadi pagi dan siapa pria yang memberimu barang-barang bagus itu tadi pagi," teriak Bu Ratih tanpa peduli dengan keadaan Nayla yang sedang beristirahat.
" Barang? Barang apa yang Ibu maksud? Atas dasar apa dia memberinya?" Jawab Nayla masih belum sadar sepenuhnya karena menahan rasa kantuknya.
" Kata Ibu, saat aku pergi kerja ada yang mengantar beberapa barang ke rumah ini.
Apa itu benar?" Ucap Arga berusaha mencegah keributan yang diciptakan oleh Bu Ratih.
" iya, Mas, itu memang benar. Lalu kenapa kamu membawa Ibu hanya untuk menanyakan masalah barang-barang itu. Padahal Ibu sendiri pun melihat orang itu datang ke rumah ini. Karena sebelum dia datang, sebelumnya ia datang ke rumah Ibu menagih hutang pada Ayu. Setelah tahu Ayu sedang pergi keluar sesuai yang diberitahukan oleh Ibu. Dia datang ke rumah ini untuk mengantar barang-barang yang dikirim pemilik toko untuk dijual. Lalu apa masalahnya?" Ucap Nayla terus terang tanpa ada yang ditutup-tutupi.
" Nggak mungkin aku punya hutang pada orang lain. Uang dari kak Arga selama ini sudah lebih dari cukup. Lalu kenapa aku harus berhutang pada orang lain sampai pakai ditagih-tagih segala?" Sahut Ayu.
" Dia pasti sudah menipumu, nak. Benar kata Ayu, untuk apa dia harus berhutang pada orang lain. Sementara selama ini semua yang kami butuhkan terpenuhi. Kita datang bukan untuk membahas masalah Ayu," sahut Bu Ratih menimpali.
" Lebih baik Ibu pulang saja. Kenapa setiap kali Ibu dan Ayu datang selalu saja menciptakan masalah? Setiap datang sekali pun belum pernah membawa berita yang baik. Kenapa selalu saja membuat keadaan semakin kacau?" Sentak Nayla.
" Jangan jadi kurang ajar kamu!" Bentak Arga.
Arga, Arga. Jika Nayla kurang ajar, lalu mengganggu orang yang sedang beristirahat itu adalah hal yang wajar?
" Kenapa Mas, apa ada yang salah dari ucapanku? Bukankah orang tua berperan sebagai guru bagi anak-anaknya? Seharusnya kalau ada masalah diselesaikan dengan baik-baik, bukan malah membuat keadaan semakin kacau-balau."
" Arga, kamu sudah melihatnya sendiri, gimana sikap istrimu? Selama ini kamu tertipu dengan keluguannya. Dia berani bersikap kurang ajar padaku, Ibumu sendiri."
Keadaan inilah yang sangat tak kusukai saat berada di rumah. Setiap kali ada pertengkaran, aku selalu merasa berada di situasi yang sulit. Diam salah, bergerak pun jelas salah. Keduanya sama-sama penting bagiku.
" Katakanlah itu pesanan yang dikirim dari toko. Lalu dari mana kamu mendapatkan uang untuk membelinya? Aku tahu uang yang kamu terima setiap bulan pun rasanya nggak akan cukup untuk membayar semua barang itu," tanya Arga pada Nayla.
" Kamu tahu aku berniat untuk bekerja? Nah, aku baru melakukannya sekarang. Aku belum membayarnya. Aku juga berniat membayarnya setelah semuanya berada ditangan pemilik barang itu dan aku akan mendapat bagian."
" Ingat Mas, kalau bukan dengan tangan ini aku memenuhi semua yang ku butuhkan. Lalu dari mana lagi aku akan mendapatkannya? Berharap pada suamiku sendiri? Itu sama saja berharap pada hal yang jelas nggak akan pernah terjadi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments