bab 8

Setelah kepergian Bu Ratih, Nayla dan Arga sibuk dengan pikiran masing-masing tanpa bertegur sapa. Tanpa mereka sadari ternyata ada anak yang dilanda rasa bingung dengan sikap kedua orang tuanya. Walau bertengkar, biasanya mereka tetap akan terlihat mengobrol untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Berbeda dengan kali ini, keduanya seakan merasa asing di rumah sendiri.

" Kenapa Ibu dan Ayah hanya diam? Apa kalian sudah nggak sayang putri lagi?" Ucap anak itu sambil memegang tangan Arga dan Nayla.

Sadar akan tingkahnya yang terlalu lama merenungkan masalahnya yang selalu datang bertubi-tubi. Akhirnya Nayla memutuskan untuk mengambil ponselnya untuk memeriksa pesan yang sudah di janjikan oleh Mbak Sri tadi pagi. Ia berjanji akan bekerja dengan giat agar punya penghasilan sendiri.

Arga tak pernah menuntutnya untuk bekerja. Hanya saja sikapnya yang berubah akhir-akhir ini membuat Nayla takut Arga benar-benar tak akan memberinya uang bulanan seperti yang ia lakukan selama ini. Apalagi hubungannya dengan Bu Ratih semakin hari semakin memburuk.

Sejak kecil ia tak pernah merasa kekurangan. Semua yang diinginkannya selalu di penuhi kedua orang tuanya sebelum Nayla memintanya. Itu juga yang membuat Nayla bertekad untuk melakukan yang terbaik untuk anaknya. Walaupun ayahnya sendiri tak pernah peduli pada darah dagingnya sendiri. Tapi Nayla selalu siap menumpahkan kasih sayangnya sebagai seorang Ibu dan juga ayah.

Ia benar-benar merasakan perubahan sikap Arga setelah keduanya dikaruniai seorang anak di pernikahannya yang masih seumur jagung. Setelah hadirnya seorang anak, tentu pengeluaran akan semakin banyak. Anehnya Arga justru semakin perhitungan dan tak segan-segan mengurangi jatah bulanan Nayla.

Sejak saat itu jugalah Bu Ratih dan Ayu selalu mengganggu Nayla dan anaknya. Padahal putri adalah cucu kandungnya sendiri. Tapi mereka justru membenci anak yang tak berdosa itu.

Semakin lama benar-benar sudah tak ada sambutan hangat dari Nayla pada Arga. Dulu Nayla selalu membiasakan diri untuk bersikap manis pada semua orang. Akhir-akhir ini ia berubah untuk tak lagi melakukan kebiasaannya pada orang yang tak menghargainya.

Apalagi setelah menyadari sikap Arga selama ini tak pernah adil padanya. Selama ini Arga suka menghambur-hamburkan uangnya pada hal yang tidak terlalu penting. Namun ia akan sangat perhitungan pada Nayla dan anaknya.

Sikap Nayla yang tak pernah memberontak ternyata disalah artikan oleh Arga. Ia takut pertengkarannya di dengar oleh orang lain. Namun sikapnya yang selalu mengalah membuat Arga dan keluarganya semakin semena-mena.

Apa yang sudah seharusnya menjadi haknya selalu saja di rebut paksa oleh orang lain. Walau tahu dengan apa yang terjadi, Arga seakan membutakan mata hatinya tanpa memikirkan perasaan istrinya. Dari sanalah Nayla belajar untuk membantah keinginan orang-orang yang selalu hanya memikirkan diri sendiri.

Perlahan-lahan ia juga tak lagi banyak mengeluh dan menganggap hanya ada dia dan anaknya di rumah itu.

Selama ia masih mampu untuk melakukannya sendiri, maka ia akan melakukannya tanpa bantuan orang lain. Dulu ia benar-benar tak mampu melakukan apa-apa sendiri.

Apalagi saat putri benar-benar harus ada yang menjaganya. Ia tahu setiap Arga diminta untuk membantunya pasti ia akan menolak mentah-mentah dan lebih memilih game yang selalu dimainkannya. Tapi Nayla tetap melakukannya agar Arga sadar akan tanggung jawabnya. Bukannya sadar, Arga malah mencaci makinya dengan kata-kata yang tak terpuji.

Jika orang lain melihat istrinya merasa kerepotan, maka ia akan membantu semampunya. Berbanding terbalik dengan Arga. Ia justru membiasakan istrinya untuk serba bisa seperti sudah tak bersuami.

Arga tak peduli dengan semua keluhan-keluhan yang di ucapkan Nayla. Ia hanya tahu semua yang diinginkannya harus dipenuhi.

" Ini seriusan kita makan cuma pakai ayam satu potong, sayur dan sambal?" Tanya Arga.

" Kita makannya pakai sayur dan sambal, mas. Ayamnya lebih baik untuk lauk putri makan. Biar bagaimana pun anak kita juga butuh nutrisi. Itu juga pemberian Bu Fatimah tadi pagi. Sekali-kali putri perlu ganti menu makan biar nggak bosanan, katanya."

" Kok bisa sih dia ngasinya cuma satu. Padahal diakan tahu kita ada berapa orang. Jadi orang kok perhitungan banget sih? Kalau mati toh kita nggak bakalan bawa semuanya. Kamu juga seharusnya minta lebih biar cukup untuk kita makan sekeluarga. Masalah gitu aja masa kamu nggak tahu," gerutu Arga tak tahu diri.

" Jangan keterlaluan kamu, mas!"

" Maksud kamu apa? Keterlaluan? Memang kesalahan apa yang sudah ku lakukan?" Tanya Arga.

" Kamu seharusnya tahu cara berterima kasih, mas. Bukan malah mengatakan orang perhitungan seperti itu. Sebenarnya yang perhitungan itu kamu atau Bu Fatimah, mas? Syukur ada yang mau berbagi rezeki. Coba kalau nggak ada, apa kamu pikir anakmu masih bisa makan enak kayak sekarang ini?"

Sikap Arga yang satu itu benar-benar membuat siapa saja harus banyak bersabar. Bagaimana mungkin ia bisa mengatakan orang lain sangat perhitungan? Padahal jelas-jelas ia juga sama seperti yang dikatakannya. Bahkan untuk diri sendiri pun ia tak pernah mau merasa  dirugikan. Apalagi ia tidak termasuk golongan orang yang tidak mampu.

"Alah jangan banyak omong kamu. Kamu juga bisa makan dari uang yang ku berikan setiap bulan. Kalau nggak, mau makan pakai apa kamu, hah? Masih syukur Aku masih mau beri kamu uang untuk dibelanjakan," tutur Arga.

" Terserah deh. Anggap aja aku yang salah dan kamu yang bener, mas. Aku capek bertengkar tiap hari. Seenggaknya saat makan kita nggak perlu ribut. Kasihan putri tiap hari harus mendengar kamu berteriak nggak jelas gitu," ucap Nayla.

Tak ingin berdebat lebih lama lagi, akhirnya Nayla memutuskan untuk menyuapi anaknya. Beruntung putri selalu makannya lahap. Berbeda dengan anak seusianya yang kebanyakan suka pilih-pilih makanan.

" Maksudnya apa, kok jadi gini sih?"

" Kamu makan apa yang ada, sebelum makan makanan ini ludes tak tersisa. Putri bisa makan dengan lauk seadanya. Kami udah biasa makan makanan yang kamu sisakan. Jadi silahkan makan makanan yang kamu suka. Kamu mau makan ayamnya juga nggak apa-apa. Aku sama anakmu nggak masalah. Lagian kami juga udah terbiasa hidup susah."

Bukan karena sudah tak bisa untuk bersabar lagi. Bukan tak mau mengalah karena lebih mementingkan ego. Setiap manusia sudah seharusnya tahu bagaimana cara menghargai.

" Aku minta maaf. Kamu tahukan aku capek kerja seharian. Aku juga minta maaf karena buat kamu hidup menderita. Aku akan mencoba untuk berubah."

" Ini pendengaranku nggak salah, kan? Kamu mau minta maaf? Terus mau coba untuk berubah? Memangnya kamu mau berubah seperti apa, mas?"

" Mas akan coba berubah seperti saat awal kita menikah dulu. Tapi dengan syarat kamu harus minta maaf atas semua kesalahanmu pada Ibu. Semoga kalian bisa akur layaknya seperti ibu dan anak pada umumnya. Lelah rasanya setiap hari harus mendengar pertengkaran di rumah ini. Belum lagi kalau ada yang mendengar dan dijadikan sebagai bahan gosip. Rasanya benar-benar memalukan," tutur Arga membuat Nayla hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!