bab 14

Lega rasanya setelah meninggalkan rumah yang pernah ku jadikan sebagai tempat ternyaman beberapa tahun ini. Aku sudah tak peduli lagi apa pun resiko dari tindakanku ini.

Suamiku tentu tak akan merasa kehilangan atas kepergian ku bersama anak semata wayang kami. Begitu juga dengan Ibu dan Ayu, mereka pasti bahagia atas perginya aku dari rumah itu.

Aku ingat sejak awal menikah sampai mempunyai anak, ibu tak pernah menyukaiku. Walau berbagai upaya telah aku lakukan untuk mengambil hati ibu. Tapi tetap saja satu pun tak ada yang berhasil. Bahkan tak jarang Ibu menunjukkan rasa tak sukanya padaku.

Sampai sekarang aku masih tak habis pikir dengan sikapnya itu. Seakan-akan aku hanyalah benalu yang menambah beban baginya dan juga anaknya. Melihat anakku sedang tertidur, terkadang aku merasa dunia ini benar-benar tidak adil pada kami orang yang lemah. Kenapa anakku harus ikut menanggung kesalahan yang tak pernah ia lakukan? Anakku adalah darah daging mereka sendiri. Sudah seharusnya ia juga mendapat kasih sayang dari keluarganya sendiri.

Setelah berjalan kesana kemari mencari tempat yang sesuai dengan keadaan yang pas-pasan seperti kami. Akhirnya aku menemukan kontrakan untuk tempat tinggal kami sementara waktu. Aku rela melakukan apa pun demi kebahagiaan anakku. Walau semua tak mudah untuk di jalani. Saat ini hanya anakku yang menjadi satu-satunya tujuan untuk ku jadikan alasan agar tetap kuat menjalani semua cobaan hidup yang akan ku jalani.

Beruntung aku masih punya sedikit simpanan uang pemberian Ayah dan Ibu saat aku masih gadis. Dan aku rasa pasti cukup untuk memenuhi kebutuhanku sampai punya pekerjaan tetap. Aku hanya takut suamiku dan keluarganya kembali mengganggu kehidupanku dan membuat anakku kembali murung seperti sebelumnya.

Lagi pula dia adalah anakku. Sebagai seorang Ibu, sudah seharusnya aku memikirkan segalanya untuk kebahagiaan anakku. Lain halnya jika mertua dan suamiku bersikap baik padaku.

Menganggap seperti aku menghormati mereka. Mungkin aku tak akan bersikap kekanak-kanakan dan main kabur-kaburan seperti ini. Sebenarnya suamiku adalah orang yang baik dan bertanggung jawab. Hanya saja ia tak punya keberanian untuk tidak menuruti semua keinginan Ibu.

Salah satu yang membuatku mudah terpikat padanya karena sikapnya yang sopan dan selalu menghargai orang yang lebih tua. Dulu ia selalu mengatakan harta satu-satunya yang ia miliki hanyalah Ibu dan Adiknya. Dia sudah tak punya siapa-siapa lagi setelah ayahnya meninggal.

Dari sanalah aku berpikir bahwa dia akan mencintaiku layaknya seperti cintanya pada Ibu dan juga Adiknya. Aku pikir pria yang selalu menghargai orang lain pasti akan beruntung jika aku menjadi istrinya.

Tapi ternyata pemikiranku salah dan itu adalah kesalahan terbesar yang pernah ku lakukan. Ibu malah menganggap aku sebagai pemicu berubahnya sikap Mas Arga. Dia tak menyukaiku karena sikap Mas Arga sering berubah-ubah. Terkadang suamiku itu begitu sangat patuh pada Ibu, walau semua yang di katakan oleh Ibu belum tentu benar dan membuatku merasa diabaikan. Namun ia juga terkadang bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar dan membuat Ibu akan semakin membenciku. Terlihat aneh memang, tapi itulah yang terjadi.

" Sabar ya nak, semoga saja kita berdua bisa melewati semuanya dengan mudah,"  dengan kata itulah aku selalu menghibur anakku. Ia selalu saja mendengar apa pun yang kukatakan. Dia paham atau tidak, entahlah aku juga tidak begitu memahami perasaan anakku sendiri.

Jika anakku lebih memilih bersama ayahnya. Mungkin aku tak akan bisa sekuat ini. Membayangkannya saja rasanya duniaku sudah hancur. Disaat-saat seperti ini hanya orang terdekatlah yang sangat ku butuhkan. Walau aku tahu anakku belum tentu memahami permasalahanku saat ini.

" Assalamualaikum, Nayla. Kamu lagi mikirin apa sih? Dari tadi di perhatikan, kayak banyak pikiran gitu. Mana datangnya malam-malam begini lagi. Untung temen sendiri, coba kalau nggak? Mana ada yang mau nerima tamu malam-malam gini," tutur Ara satu-satunya sahabat yang ku punya tiba-tiba datang membuyarkan lamunanku.

" Wa'alaikumsalam. Maaf ya, aku nggak bermaksud mengabaikanmu. Aku hanya teringat permasalahanku dengan Mas Arga dan juga Ibu mertuaku," jawabku jujur.

" Udah, nggak usah dipikirin lagi. Lagian untuk apa sih kamu pertahankan laki-laki seperti Arga, suami kamu itu? Dan aku juga yakin keputusan kamu juga udah benar. Mau sampai kapan kamu diinjak-injak sama mereka? Sekali-kali mereka juga perlu dikasih pelajaran," sahut Ara.

Aku menatapnya bingung, seakan tindakanku kali ini memang benar.

" Apa pun yang kamu lakukan, pasti aku akan mendukungmu. Sebab aku tahu, kamu nggak pernah melakukan kejahatan yang merugikan orang lain dan juga diri kamu sendiri," ucapnya seakan tahu isi pikiranku.

Benar atau salah dengan yang ku lakukan saat ini rasanya sudah tak berarti apa-apa. Biar bagaimana pun aku yang memilih sendiri untuk meninggalkan rumah. Sebagai wanita yang sudah bersuami, tak seharusnya aku melakukan itu. Tapi aku juga ingin hidupku tenang, walau sesaat.

Walau statusku hanya sebagai anak angkat dari Ayah dan Ibu. Tapi kasih sayang mereka sudah tak perlu diragukan lagi. Mereka menyayangiku seperti anak kandungnya sendiri.

Setiap mengingat wajah mereka selalu membuatku merasa semakin bersalah . Apalagi keputusanku kali ini tanpa sepengetahuan ayah dan ibu. Seandainya aku beri tahu, tentu mereka pasti akan membawaku pulang ke rumah. Dan aku tak ingin hal itu terjadi. Sudah cukup banyak kesalahan yang ku lakukan tanpa memikirkan perasaan ayah dan ibu terluka karena ulahku yang suka semaunya.

Lelah sekali rasanya memikirkan semua ini. Sebaiknya aku segera melanjutkan tidurku yang sempat terganggu karena ulah Ibu dan Mas Arga. Selain untuk menenangkan pikiran, aku juga harus menemani putri bersama dengan Ara.

Sebelum kembali terlelap di alam mimpi. Sebaiknya aku segera menghubungi Mbak Sri. Mana tahu ia masih ada lowongan kerja yang sesuai denganku.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam"

"Maaf Mbak mengganggu malam-malam begini. Apa masih ada lowongan yang sesuai untuk saya Mbak? Selain sebagai reseller, kalau ada lowongan untuk saya. Saya ingin punya pekerjaan tetap, Mbak"

" Langsung saja datang ke toko, Mbak. Nanti kita bicarakan gimana baiknya. Kebetulan saya masih membutuhkan karyawan untuk ditempatkan di toko kami yang baru," sahut Mbak Sri.

" Baiklah, kalau begitu Mbak. Saya sangat berterima kasih karena Mbak membantu saya untuk kesekian kalinya. Saya akan segera datang ke alamat toko yang baru," jawabku mengakhiri telepon.

Aku sangat bersyukur telah dipertemukan dengan orang baik seperti Mbak Sri dan juga Ara. Setelah mendapat tempat tinggal yang layak. Sekarang aku juga sudah memiliki pekerjaan tetap melalui Mbak Sri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!