Seorang pria tampan, gagah dan berwibawa tengah menatap dirinya di depan cermin, ketampanannya tak perlu di ragukan dengan bukti begitu banyak wanita yang mengidamkan sosok sepertinya. Dia, Langit Maheswara. Berumur 25 tahun, seorang anak dari pengusaha terkenal yang saat ini ramai di perbincangkan. Ibunya merupakan desainer baju muslimah dengan Restoran yang tersebar di beberapa tempat.
Langkah panjangnya terayun mengambil satu buah buket besar yang tergeletak di atas kasurnya, tak hanya itu saja, dia menyiapkan satu pasang cincin dengan ukiran nama belahan hati yang dari dulu selalu ia dambakan. Jennie, Gadis cantik yang merupakan anak pebisnis pula, teman masa kecil Langit yang dari dulu selalu kemana-mana bersamanya.
Hari ini. Tanpa diketahui oleh sang kekasih, Langit baru saja tiba di rumah setelah dinas ke luar Negeri mengurus bisnis keluarganya. Kakinya berjalan keluar dari kamar, menuruni anak tangga dengan hati-hati sambil membawa buket besar itu, sengaja dia ingin memberikan kejutan pada sang kekasih yang sudah lama ia siapkan.
Keluarganya yang tengah duduk di ruang tamu sontak menoleh kearah tangga, mereka bisa melihat dengan begitu jelas anak tertua terlihat begitu bahagia.
"Wah, anak Papa sepertinya semangat sekali ya? Mau lamar Jennie ya?" Goda Aiman, Ayah sambung Langit.
Langit tersipu malu, dia salah tingkah karena tebakan ayahnya tak meleset. Meskipun bukan anak kandung, kedekatan keduanya tidak perlu di ragukan lagi. Ya, Ibu Langit adalah seorang janda yang cerai karena perselingkuhan ayah kandung Langit, terlebih lagi Langit harus kehilangan adik perempuannya semasa masih di dalam perut ibunya. Aiman yang selalu ada dan membantu Laras bangkit dari lukanya membawa mereka dalam kedekatan yang berujung pernikahan, Aiman pula seorang Duda yang di tinggal istrinya yang pervi membawa anak di dalam kandungannya, mendiang istrinya di bunuh oleh adiknya sendiri tanpa belas kasihan.
"Abang, kok gak bilang sih mau ada hari spesial kayak gini? Kalo tau Abang mau lamar Jennie, Ibu bisa siapkan acara makan malam nanti kalau kamu di terima." Ucap Laras.
"Pasti di terima dong, Bu. Secara nih kita udah lama pacarannya, sejak SMa loh, Bu. Doain Langit ya Bu, Pa, Adek-adek Abang, supaya kejutan sama lamarannya berhasil." Ucap Langit menatap satu persatu keluarganya.
"Galaksi juga mau nikah, Abang!" Seru Galaxy, adik laki-laki Langit.
"Emang punya calonnya?" Tanya Angkasa menatap kearah adik kembarnya.
"Enggak sih," Jawab Galaxy dengan nada pelan.
"Hus, kata Papa sama Ibu gak boleh pacaran kalo masih sekolah. Kuliah aja belum, lah ini malah mau nikah dasar bocah gendeng!" Cerocos Bulan, Si bungsu.
"Papa, Ibu. Langit pergi dulu ya." Langit berpamitan kepada orangtuanya.
Langit meraih tangan Aiman dan juga Laras bergantian, langkahnya pun terayun meninggalkan ruang tamu dengan senyum menghiasi wajahnya. Rasa lelah tak ia perdulikan, saat ini dirinya tak sabar ingin segera sampai ke rumah sang kekasih yang sudah ia rindukan. Komunikasinya selalu berjalan baik, keduanya selalu terbuka dalam hal apapun itu. Langit menjaga Jennie sebagaimana ia menjaga ibunya, meskipun terkadang dia terjebak di dalam situasi dimana Jennie seperti memancing dirinya untuk melakukan sesuatu yang lebih. Tetapi Langit tetap tahu batasan, dia tidak mau seperti ayah kandungnya yang dengan bebasnya mempermainkan sebuah cinta.
Plukkk...
Saat merogoh saku celananya, kotak cincin Langit terjatuh tanpa di sadari oleh pemiliknya. Langit meletakkan buket bunganya di samping kursi kemudi, dia pun masuk dan duduk seraya menutup pintu mobilnya, dia memasang kontaknya kemudian melajukan mobilnya.
Sebuah gerbang yang tinggi menjulang pun terbuka lebar, satpam membukanya sambil menyapa Tuannya.
Angkasa berjalan keluar seraya menenteng kunci motornya, dia sudah memiliki janji bersama temannya untuk mengerjakan tugas sekolah, diikuti oleh kembarannya Galaxy. Netra Galaxy menangkap sebuah kotak berwarna merah tergeletak di lantai, dia lantas mengambilnya dan menebak kalau itu adalah milik sang kakak.
"Sa, kayaknya ini punya Bang Langit deh?" Tebak Galaxy.
"Oh iya, kayaknya jatuh deh. Yaudah, yuk buruan naik. Kita susul Abang, gimana mau ngelamar cewek kalo cincinnya disini." Desak Angkasa mengajak adiknya untuk naik motornya.
Keduanya pun menaiki motor gedenya, mereka akan menyusul sang kakak ke rumah kekasihnya untuk mengantarkan barang milik Langit yang terjatuh.
15 menit berlalu.
Langit memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah Jennie, begitu ia melihat ke rumah yang akan ia datangi, keningnya mengkerut melihat sebuah tenda dengan berbagai macam bunga dan perintilan hiasan layaknya acara resmi atau sakral. Dia tidak tahu sama sekali perihal acara di rumah Jennie, selama dia di luar negeri Jennie sama sekali tidak memberitahunya sama sekali. Langit masih berpikir positif, mungkin ada acara aniversary pernikahan orangtua Jennie, atau perayaan keluarga di rumahnya.
Begitu dia turun dari mobilnya dan berjalan menuju gerbang, kedua satpam yang berjaga langsung mematung melihat kehadiran Langit. Langit menyapa keduanya dengan ramah, sementara para penjaga itu saling menatap satu sama lain, mereka sudah akrab dengan Langit. Akan tetapi, mereka tak bisa memberitahukan apa yang sedang terjadi di rumah.
"Siang, Pak Asep. Pak Anas." Sapa Langit.
"S-Siang, Nak Langit." Balas keduanya dengan gugup.
"Jennienya ada?" Tanya Langit basa-basi.
"A-Ada." Jawab Anas.
"Kalau begitu, Langit masuk dulu ya." Ucap Langit melangkahkan kakinya masuk seraya membawa buket berukuran besar itu.
Asep hendak menahan langkah Langit, tetapi Anas menahannya dengan gelengan kepala pelan.
Dari arah luar, terdengar riuhnya tepuk tangan dan sorakan menyerukan nama kekasihnya. Saat tubuh Langit berada di ambang pintu, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, sang kekasih memakai gaun putih bersih berdampingan dengan seorang lelaki di sampingnya. Tubuh Langit membeku, jantungnya berdebar berusaha menyangkal apa yang sudah di lihatnya.
Beberapa foto terpajang di sudut ruangan, diatas meja yang sudah di siapkan. Foto prewedding Jennie dan juga suaminya, ada sebuah bingkai dengan nama yang ukurannya besar bertuliskan "Wedding Jennie Gracia Anastasya dan Kevin Abraham".
Deg.
"J-Jennie." Lirih Langit.
Sepasang pengantin yang berdiri diatas panggung kini merapatkan tubuhnya, mereka b*r*****n sesuai permintaan para tamu yang hadir. Langit memalingkan wajahnya melihat kenyataan pahitnya, sekuat tenaga ia menahan air mata yang hampir menerobos pertahanannya. Berulang kali dia mengatur nafasnya, dia harus terlihat tenang dan tidak lemah di hadapan perempuan yang sudah mengkhianatinya.
Setelah b*******n, kedua mempelai pengantin berjalan menuju pelaminan menyambut para tamu yang hadir. Langit menguatkan dirinya sendiri, dia berdiri di belakang tamu undangan yang hendak memberikan ucapan selamat pada pengantin.
Sampai giliran Langit tiba, dia menutup wajahnya menggunakan buket besarnya. Begitu buket itu di turunkan, wajah Jennie berubah pias melihat siapa di baliknya.
Deg.
Jantung Jennie berpacu lebih cepat, ia menatap sorot kecewa dari mata Langit.
'L-Langit, kenapa dia bisa ada disini' Batin Jennie.
"Selamat atas pernikahannya, semoga sakinnah mawaddah warohmah ya. Aku doakan juga kalian cepat di berikan momongan." Ucap Langit menjabat tangan suami Jennie.
"Thanks, Bro." Balas Suami Jennie.
Mulut Jennie seakan terkunci rapat, Langit hanya menangkupkan kedua tangannya di hadapan Jennie tanpa berniat menjabat tangannya. Bunga yang di bawanya ia berikan ke tangan Jennie karena memang sudah berniat memberikannya, walaupun bukan situasi seperti ini yang dia harapkan.
Langit berlalu begitu saja, tak lupa ia menyalimi tangan kedua orangtua Jennie. Nasya dan juga Irwan menatap sendu pada Langit, tidak banyak yang bisa mereka lakukan karena pada dasarnya mereka juga tak bisa menghalangi Jennie untuk menikah, karena keduanya juga terpaksa menyetujui pernikahan mereka. Di dalam perut Jennie sudah tertanam benih Kevin, mau tak mau Nasya dan Irwan menikahkan keduanya agar aib keluarga tidak tercemar.
"Maafkan kami, Nak. Semoga kamu dapat pengganti yang lebih baik dari putriku, atas nama Jennie aku meminta maaf." Ucap Nasya dengan kepala mrnunduk.
"Aku telah gagal mendidik anakku sendiri. Kau berhak bahagia, Langit." Lirih Irwan.
"Tidak perlu meminta maaf, mungkin memang sudah takdir kami tidak bisa bersama. Jadi, jangan merasa bersalah seperti itu. Akan aku doakan dia bahagia dengan pilihannya, meskipun kami tak bersama lagi, aku harap kalian tidak merasa canggung karena aku menganggap kalian berdua sebagai kedua orangtuaku sendiri." Ucap Langit.
Setelah mengatakan itu, Langit pun pergi meninggalkan pesta Jennie yang sudah menjadi mantan kekasihnya sekarang. Angkasa dan juga Galaxy menyaksikan semuanya, mereka pun ikut merasakan sakit yang kini tercipta di hati Langit.
"Bang." Panggil Angkasa dengan pelan, tatapannya sendu.
"Ayo kita pergi." Ajak Langit dengan suara bergetar.
"Jennie sialan!" Umpat Galaxy dengan wajah marahnya.
Langit langsung menarik tangan Galaxy keluar, di susul oleh Angkasa. Galaxy lebih agresif jika ada salah satu keluarganya yang terluka, Langit tak mau kalau Galaxy mengacau di acara sakral Jennie.
"Biar aku yang nyetir, Bang." Ucap Angkasa.
Langit pun pasrah, dia pun saat ini tengah tak baik-baik saja. Dia duduk di samping kursi kemudi, Angkasa mengambil alih kemudi. Langit langsung menangis dengan tubuh bergetar saat mobilnya sudah meninggalkan kawasan rumah Jennie, Angkasa menjadi saksi bagaimana hancurnya Langit saat ini. Bukan satu tahun atau dua tahun Langit bersama Jennie, bahkan sedari kecil mereka selalu bersama. Tetapi sekarang perempuan yang di damba menikam dengan tak berperasaannya, sebenarnya selama dua tahun kebelakang, Langit sudah berkali-kali mengajak Jennie untuk melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius, akan tetapi Jennie sendiri malah selalu beralasan dan Langit selalu memakluminya.
Langit menatap kearah luar jendela yang mana hujan mulai turun membasahi bumi, seakan tahu bagaimana perasaan Langit saat ini. Angkasa menghentikan mobilnya karena hujan semakin deras, dia tak mungkin menerobos derasnya air yang sudah mulai menghalangi pandangannya.
Wajah Angkasa memerah tak kuasa melihat kesedihan sang kakak, tangannya terulur mengusap bahu yang bergetar hebat itu. Hanya isakan demi isakan yang memecah keheningan, baru kali ini Angkasa melihat Langit sehancur ini.
"Apa salah Abang, Sa! Kenapa dia tega, hikss.. Dari kecil kita bareng, 8 tahun kita pacaran apa gak cukup masa itu, Sa? Apa Abang begitu buruk di matanya? Aaarrrggghhh....!" Pekik Langit frustasi. Tangannya menjambak rambutnya, kondisinya saat ini sangat memprihatinkan.
"Abang... Hiks.." Lirih Angkasa tak kuasa menahan tangisnya, dia peluk tubuh tegap kakaknya serta di usapnya punggung rapuh itu dengan lembut, setidaknya dia ingin memberikan kekuatan walau hanya lewat pelukan saja.
"Abang terlalu sempurna untuk wanita sepertinya, seberapa lama pun hubungan Abang, kalau Tuhan tidak menakdirkan kita harus apa? Semesta tahu, kalau Abang itu sangat Sempurna." Sambung Angkasa.
Angkasa meregangkan pelukannya. Dia segera menghapus linangan air mata di wajah yang merah dan juga sembab itu, tangannya terulur mengambil tisu di dashboard dan ia berikan pada kakaknya.
Srrooottt..
Langit mengusap kembali air matanya, tak lupa ia membersihkan hidungnya yang terasa tak nyaman karena selain air yang turun dari matanya, cairan kental bening di hidungnya pun turun tanpa di undang.
"Kasa tahu Abang lagi sedih, tapi please... Jangan buat Kasa jijik." Ucap Angkasa di sela tangisnya.
Langit malah menatap tisu yang di pegangnya, dia memperlihatkannya pada adiknya.
"Abang keluarinnya pake tenaga dalam, hiks.. Jadi upilnya juga ikut ketarik." Ucap Langit dengan nafas tersengal.
"Demi apapun, air mata Kasa langsung naik lagi Bang." Ucap Angkasa dengan pasrah, disaat sedih pun kakaknya masih bisa menghibur orang lain. Sementara orang lain tak bisa menghiburnya, selain mendengarkannya.
*******
Di tempat lain.
Jennie hanya menatap nanar kearah pintu dimana Cinta pertamanya meninggalkan jejaknya, rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya. Sorot mata kecewa dan betapa terlukanya Langit, sangat tergambar jelas di matanya.
'Maaf.' Batin Jennie.
Galaxy tidak jadi menyusul kedua kakaknya, melainkan ia putar balik arah menuju rumah Jennie. Tidak ada yang boleh menyakiti kakaknya, Langit adalah sosok kedua setelah ayahnya yang sangat ia sayangi.
Raut wajah tak bersahabat terpancar jelas di mata Galaxy, dia mengepalkan kedua tangannya disaat melihat Jennie masih bisa tertawa diatas penderitaan Kakaknya. Galaxy memang tidak suka pada Jennie sejak dulu, dia juga tahu bagaimana kisah asmaranya dengan sang Kakak karena Jennie seringkali datang ke rumah bermain ataupun belajar.
Langkah panjang Galaxy membawanya ke pelaminan, dia sangat amat marah dengan wanita yang saat ini berdiri dengan senyum yang paling dia benci.
"JENNIE SIALAN!" Teriak Galaxy.
Semua mata tertuju pada Galaxy, terutama nama yang di teriakkan olehnya. Galaxy berdiri di hadapan Jennie, dia mencengkram bahu Jennie dengan sorot mata menghunus tajam bak sebuah tombak yang mampu menembus jantung wanita yang ada di hadapannya.
"KENAPA LOE LAKUIN INI SEMUA, HAH! KENAPA! KESALAHAN FATAL APA YANG UDAH ABANG GUE PERBUAT? 8 TAHUN GAK ADA APA-APANYA BUAT LOE, MURAHAN!" Teriak Galaxy membuat Jennie ketakutan sampai memejamkan matanya.
PLAKKK ..
Sebuah tamparan keras di pipi Jennie membuat yang lainnya terperangah, begitupun keluarga dan suami Jennie. Galaxy kembali mencengkram bahu Jennie, lebih erat dari sebelumnya.
Kevin berusaha melepaskan cengkraman Galaxy dari tangan istrinya, tetapi Galaxy justru berbalik badan dan meninju wajah suami Jennie disaat itu juga.
Bughhh...
"Diem loe! Gak usah ikut campur, Bedebah!" Galaxy menunjuk wajah Kevin yang terduduk di bawah, jangan lupa tatapannya yang siap menguliti siapapun yang berani mengusiknya.
"Perempuan busuk yang baru aja loe sunting, dia itu pengkhianat @nj!n9!" Pekik Galaxy. "
"Dari kecil dia di jaga sama Abang gue, di setiap susahnya abang gue yang datang ngasih uluran tangan. Kalo loe lupa! Siapa yang nolongin usaha bokap lie yang hancur, siapa! SIAPA KALAU BUKAN ABANG! INI BALASAN LOE SAMA ABANG, BAGAIMANA PERASAAN ORANGTUA GUE TAHU KALAU ANAKNYA DI SAKITIN SEBEGITUNYA SAMA DUGONG KAYAK LOE, SAMPAH!" Galaxy benar-benar meluapkan kemarahannya, dia mewakili apa yang tidak bisa kakaknya lakukan.
"Galaxy hentikan!" Pekik Jennie yang sudah berderai air mata.
"Aku mohon, hentikan. Hiks... Aku yang salah, aku yang salah disini! Jangan sakiti suamiku, dia tidak tahu apa-apa." Ucap Jennie memelas di hadapan Galaxy.
"Gue udah peringatin loe sebelumnya. Kalo loe udah gak cinta sama Abang, lepasin Abang! Gue tahu kalo loe lagi bunting, jangan pikir gue bodoh! Loe salah udah berurusan sama Kakak gue. Ingat! Karma bakal datang setelah kebahagiaan sesaat loe berakhir, camkan itu!" Sarkas Galaxy.
Para tamu mulai krasak-krusuk membicarakan apa yang Galaxy ucapkan, mereka tak menyangka Jennie yang terlihat kalem berbuat sedemikian rupa. Wajah orangtua Jennie langsung menyendu, tak dapat di pungkiri kalau memang Putrinya itu salah dalam melangkah. Alain halnya dengan orangtua Kevin yang berusaha menahan malu, rahasia yang sudah mereka jaga dan tutupi kini terbongkar juga.
Kevin bangkit dari duduknya, dia menyeka sudut bibirnya yang berdarah. Dari arah belakang dia menyerang Galaxy karena tak terima di permalukan di depan tamunya, tubuh Galaxy terhuyung kedepan karena Kevin menendang punggungnya.
Galaxy tak tinggal diam, dia meregangkan ototnya dan bebalik badan kembali memberikan tinjunya pada Kevin.
"Aakkhhh.." Ibu Kevin berteriak saat melihat Putranya kembali di hajar oleh Galaxy.
"Siapapun itu, panggilkan security." Panik Ibu Kevin.
Keduanya saling menyerang tak mau kalah, Galaxy tidak terima begitu mendengar percakapan satpam yang berjaga di luar yang mengatakan kalau Jennie sudah hamil. Langit mungkin tak tahu, jika dia tahu pastinya sangat kecewa.
Dari arah belakang, Irwan menangkap tubuh Galaxy dengan membisikkan kata maaf agar Galaxy menghentikan aksinya. Jennie menangis melihat perseteruan suami dan adik mantannya, demi apapun saat ini dia sangat amat malu karena aibnya sudah terbongkar. Pergerakan Galaxy pun mulai melemah, dia menarik tangannya dari Irwan.
"Jangan pernah menampakkan wajah busuk loe di hadapan Abang lagi! Baik disengaja atau pun tidak, bersihkan air mata buayamu karena gue muak lihatnya." Ucap Galaxy sambil berlalu begitu saja.
******
Langit tidak pulang ke rumahnya, dia lebih memilih mendinginkan kepalanya yang panas dan juga berisik dengan mengunjungi pantai. Deburan ombak, hembusan angin dan suara kicauan burung membuat kepalanya yang semula berat terasa ringan. Angkasa hanya melihat dari kejauhan, selepas hujan yang mengguyur kota. Langit meminta adiknya untuk membawanya ke pantai, hanya disaan dia bisa melampiaskan rasa gundah gulananya.
Beberapa kali Langit mengerjapkan matanya yang sudah berembun, sayang sekali jika air matanya yang berharga harus kembali jatuh menangisi hal yang sama. Tetapi tetap saja, rasa sakitnya sudah menjalar ke seluruh tubuhnya sampai bingung arah hidupnya harus kemana.
Tubuh kokohnya berdiri menatap Lautan, dia sudah siap berteriak dengan kencang, tetapi niatnya urung kala suara teriakan seseorang sudah mendahuluinya.
"AAARRRGGHHHH... GUE BENCI, GUE BENCI LOE SEMUA SIALAN! HUHUHU.... AAARRRGHHHH...!" Dari teriakannya, sangat jelas kehancuran itu.
Langit hanya menatap punggung salah seorang perempuan yang berdiri tak jauh darinya, kakinya terus melangkah seakan air laut mengajaknya untuk ikut menghampiri ombak.
"Lebih baik aku mati, semesta sangat tidak adil padaku." Lirihnya.
Bruukkkk....
Langkah kaki seorang gadis kian menjauh, air laut sudah menelannya sampai batas dadanya. Tetapi Langit langsung mengejarnya dengan langkah panjangnya, tubuh gadis itu di seret sampai ombak menyerang keduanya hingga terjatuh.
"Apa kau gila, hah!" Bentak Langit.
Wajah sang gadis terlihat pucat dengan mata yang sembab, dia pingsan di dalam dekapan Langit yang berusaha menyadarkannya. Angkasa berlari tergopoh-gopoh saat mendapati kakaknya berlari ke tengah laut, mendapati kakaknya terbaring mendekap seorang perempuan diatas hamparan pasir mmebuat Angkasa bingung.
"Abang, hahhh... Haahhh... Siapa dia Bang? Kasa udah jantungan, kirain Abang mau bundir." Tanya Angkasa dengan nafas tersengal.
"Cepat bantu Abang bawa perempuan ini." Desak Langit.
Tanpa banyak bicara lagi, Langit langsung mengangkat tubuh gadis malang yang terlihat menyimpan banyak luka. Entah apa yang sudah di lewatinya, yang pastinya Langit mendengar teriakan itu sebelum gadis itu nekat menerjang air laut. Angkasa mengambil sepatu dan juga tas yang tak jauh dari tempat kakaknya berdiri, sambil berjalan dua mengecek isinya, siapa tahu ada kerabat atau keluarganya yang bisa di hubungi.
Angkasa membukakan pintu mobilnya,Langit lantas duduk di kursi belakang sambil memangku kepala gadis tersebut di pangkuannya. Semakin lama wajahnya kian berubah mulai membiru, Langit yakin gadis itu kedinginan.
"Matikan Ac-nya." Titah Langit dengan panik.
Angkasa gegas mematikan Ac mobilnya, di belakang Langit menggosokkan tangannya berupaya memberikan kehangatan pada sang gadis.
"D-Dingin, hikss.. Hiks..." Mulutnya bersuara dengan bibir bergetar.
"Bertahanlah." Ucap Langit menggenggam erat tangan gadis itu yang sangat kaku dan dingin.
Angkasa manambah laju mobilnya, dia pun sama khawatirnya dengan sang Kakak karena melihat keadaan gadis itu. Mereka langsung membawanya ke rumah sakit terdekat, rasa kemanusiaan mendorong keduanya untuk menyelamatkan gadis yang berniat mengakhiri hidupnya.
****
Di tempat lain.
Galaxy memarkirkan motornya dengan asal, dia berlari keadah rumah dengan kondisi tubuh basah kuyup lengkap dengan lebam di wajahnya. Laras berpapasan dengan Putranya yang terlihat berantakan, Aiman yang baru turun dari lantai atas pun ikut terkejut melihat keadaan Galaxy.
"Astagfirullah! Nak, kenapa dengan wajahmu? Bukannya kamu bilang mau belajar, tapi kenapa pulang malah kayak orang habis di hajar." Cecar Laras sambil memeriksa tubuh Putranya.
"Sayang, ambilkan handuk untuk Galaxy." Titah Aiman.
Laras menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, saat tubuhnya hendak berbalik langkahnya terhenti mendengar pertanyaan yang lolos dari mulut Putranya.
"Abang dimana? Aku mau temenin Abang, pasti Abang lagi sedih sekarang." Tanya Galaxy dengan wajah sedihnya.
"Abangmu? Bukannya dia pergi ke rumah Jennie?" Tanya Aiman dengan bingung.
"Ada apa Galaxy? Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa yang sudah terjadi?" Tanya Laras beruntun.
"Jadi, Abang sama Kasa belum pulang? Kemana mereka? Aku khawatir kalau Abang melakukan sesuatu, Bu." Cemas Galaxy begitu tahu kakaknya belum sampai.
"Katakan! Ada apa sebenarnya?" Desak Laras dengan perasaan tak karuan.
Galaxy menjelaskan alasan di balik kekhawatirannya. Tubuh Laras merosot ke bawah lengkap dengan cairan bening yang sudah membanjiri matanya, Aiman mendekap tubuh istrinya seraya membawanya pindah menuju kursi.
"L-Langit, hikss.." Lirih Laras.
"Nak, bersihkan tubuhmu dulu takutnya nanti demam." Titah Aiman, sementara dirinya berusaha menenangkan istrinya.
Laras tahu bagaimana perasaan Langit sekarang, karena memang dulu dia pernah ada di posisinya walaupun sakitnya dua kali lipat dari yang dirasakan Langit saat ini. Hati Ibu mana yang tak sakit begitu mengetahui anaknya di khianati oleh seorang wanita yang dianggap rumah kedua untuknya, Laras tahu bagaimana besarnya cinta Langit pada Jennie.
Galaxy lantas pergi ke kamarnya untuk membersihkan tubuhnya, dia akan mencari kedua kakaknya kalau mereka tak kunjung kembali ke rumah.
"Mas, coba telpon Angkasa atau Langit, aku khawatir sama mereka." Pinta Laras.
"Kamu tenang dulu ya, aku tahu Langit itu kuat dan tidak mungkin melakukan sesuatu yang merugikan dirinya sendiri." Ucap Aiman.
Tak ada yang bisa di lakukan oleh Laras selain menganggukkan kepalanya pelan, Aiman berusaha menghubungi nomor Langit maupun nomor Angkasa, tetapi keduanya sama-sama tidak aktif. Puluhan kali Aiman berusaha tetap saja tidak ada jawaban, sampai Galaxy kembali dengan tubuh yang sudah bersih.
"Kedua Abangmu tidak bisa dihubungi." Ucap Aiman menatap kearah Galaxy.
"Kalau saja aku tak putar balik, mungkin sekarang aku tahu dimana Abang saat ini." Sesal Galaxy karena dia tak ikut menyusul kakaknya, dan malah lebih memilih mendatangi Jennie.
"Mas, tolong cari Langit. Hiks, dia punya penyakit Asma, aku khawatir sekali apalagi tadi hujannya deras, bagaimana kalau anak-anakku kedinginan." Ucap Laras di sela tangisnya.
Ah, bagaimana bisa Aiman melupakan penyakit Langit yang memiliki Asma. Tanpa banyak bicara lagi Aiman langsung keluar dari dalam rumah membawa kunci mobilnya, Galaxy dan Laras menyusul keluar. Aiman meminta Laras untuk tetap di rumah, sedangkan Galaxy ikut bersamanya mencari Langit dan juga Angkasa.
*****
Langit dan Angkasa ikut mendorong brangkar di sepanjang lorong menuju UGD, sampai di depan puntu UGD berdiri seorang Dokter wanita dengan balutan jas putihnya. Dokter tersebut membulatkan matanya saat melihat siapa yang terbaring diatas brangkar, dengan panik Dokter tersebut segera meminta perawat membawa masuk pasien dan langsung memberikan pertolongan padanya.
Dokter tersebut menggunting pakaian yang di kenakan gadis itu, perawat juga ikut membantu memasangkan selang oksigen. Begitu baju tersebut di buka, betapa terkejutnya tim medis melihat banyak luka lebam di tubuh gadis itu.
"Ya Allah." Lirih Dokter yang bernama Meta, tenggorokannya terasa tercekat dan hatinya begitu teriris.
Air matanya langsung lolos begitu saja, tetapi dia langsung mengusapnya dengan kasar. Meta berusaha menyelamatkan pasien yang di kenalinya, berusaha tetap tegar walaupun hatinya begitu tercabik.
"Bertahanlah, Ra. Aku mohon.." Pinta Dokter Meta dengan lirih.
Selama hampir dua jam lamanya, Meta baru bisa keluar dengan raut wajah yang tak bisa di artikan. Langit dan Angkasa lantas menghampirinya dan menanyakan bagaimana kondisi perempuan yang keduanya selamatkan, mereka setia menunggu sampai Dokter Meta bersuara.
"Bagaimana kondisi pasien?" Tanya Langit.
"Apa kalian yang membawanya?" Bukannya menjawab, Meta justru melontarkan pertanyaan pada Langit.
Langit mengangguk." Benar, tadi aku dan adikku ke pantai. Tadi pasien berusaha menerjang ombak, sebelumnya dia berteriak yang mungkin melampiaskan apa yang ada di pikirannya." Jawab Langit.
"Begitu ya. Pasien sekarang ini kritis, tubuhnya di penuhi lebam dan saat di periksa ada robekan di kepalanya karena benturan yang cukup keras. Sebelumnya, aku ucapkan terimakasih karena kalian sudah membawanya kesini. Mohon doanya agar pasien bisa melewati masa kritisnya, jika kalian ingin pulang, maka aku persilahkan. Aku yang akan mengurus dan membayar administrasinya, kalian bisa mempercayakannya padaku karena dia salah satu temanku." Jelas Dokter Meta.
"Di dalam tasnya ada dompet dan juga hp, mungkin Anda bisa menghubungi keluarganya." Ucap Angkasa menunjukkan tas yang di pegangnya.
"Keluarganya tidak akan ada yang peduli, jika menghubungi mereka yang pastinya mereka akan senang mendengar kabar ini." Ucap Dokter meta seraya menundukkan kepalanya ke bawah.
"Ya Allah, kenapa bisa begitu?" Tanya Langit seakan tak percaya.
"Kenyataannya memang begitu, Tuan. Aku tidak bisa membagikan kisah hidup temanku pada orang lain, karena aku menghargai privasinya. Sekali lagi, terimakasih banyak atas bantuan kalian, permisi." Ucap Dokter Meta mengambil tas milik gadis itu, dia berjalan meninggalkan Langit dan Angkasa yang saling menatap dengan berbagai pertanyaan di kepalanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!