Pekatnya malam masih tersisa, semburat kemerahan menyeruak di ufuk timur. Desiran angin pagi berhembus diiringi tetesan embun laksana berlian berkilauan disinari rembulan yang semakin meredup.
Terlihat bintang kejora dengan kilauannya menandakan perubahan hari, terdengar lamat-lamat suara gemeretak rantai kereta angin dikayuh menembus pekatnya pagi.
Seorang lelaki muda dengan pakaian kemeja putih dan sarung hijau motif kotak-kotak dengan kopiah hitam memarkir kereta anginnya didepan sebuah Surau, tangannya perlahan membuka pintu kayu didepannya.
Dia mengambil pemantik api dari saku kemejanya dan menghidupkan obor yang tertancap di setiap sudut Surau itu.
Setelah obor-obor di halaman Surau itu menyala, sang pria melangkahkan kakinya menapaki anak tangga bangunan panggung itu. Dengan tangannya dia hidupkan kembali pemantik api yang dipegangnya.
Sejurus kemudian dia masuk kedalam ruangan Surau dan lampu teplok yang ada di dinding di hidupkannya kembali. Namun alangkah terkejutnya lelaki itu mendapati seseorang terbaring dengan posisi menelungkup di depan Mihrab.
Laki-laki itu tak lain Muhibbin yang setiap harinya merawat Surau pemberian ayah angkatnya itu. Alangkah kagetnya dia didepannya ada seseorang yang terlelap sambil tetap mengenakan mukenah lusuh dan ditangannya masih memegang tasbih.
Dalam benak Muhibbin bertanya-tanya siapa gerangan orang itu.
" Hai, bangun...," tangan Muhibbin mengibaskan Surban yang menggelayut dilehernya ke arah seseorang didepannya.
"Hai, bangun.... siapa kamu," ulang Muhibbin
Orang yang tertidur di depan Mihrab terlihat kaget dan cepat-cepat beranjak dari tempatnya berbaring. Terlihat matanya yang masih setengah tersadar dibalik cadar yang dia gunakan.
"Hai, siapa kamu?" tanya Muhibbin penasaran.
"Ayo cepat bangun, segera ambil wudhu dibelakang," ujar Muhibbin kembali.
Orang didepannya itu beranjak keluar ruangan Surau dan menuju ke gentong besar di belakang Surau. Terlihat orang itu menimba air dan menuangkannya ke gentong yang tepat tak jauh dari bibir sumur.
Waktu sudah masuk Subuh, Muhibbin melangkah ke depan Surau menuju ke balai Kulkul. Dia terlihat menaiki tangga dan tak berselang lama kentongan dipukul dua kali sambil mengumandangkan azan memecah keheningan pagi yang masih gelap gulita.
Sesosok bercadar masih dengan mengenakan mukena di badannya terlihat duduk bersimpuh di sudut ruangan. Tak berapa lama Muhibbin masuk kembali kedalam Surau. Dengan mata tajam dia menatap orang asing disudut ruangan yang tak lain seorang wanita sambil berkata.
"Siapa Ni Sanak ?" tanya Muhibbin kembali
"Saya musyafir tuan...," jawab wanita itu sambil menundukkan wajahnya yang tertutup cadar.
"Baiklah saya Sholat dulu dan kamu silahkan Sholat sendiri" ujar Muhibbin berlalu menuju Mihrab didepannya. Tak selang berapa lama setelah Sholat Subuh, Muhibbin menoleh kembali kearah wanita dibelakangnya yang sedang tenggelam dalam munadjadnya, jari tangannya masih memutar tasbih yang dipegangnya.
Muhibbin beranjak keluar dan duduk bersila didepan serambi Suraunya. Tak berapa lama wanita didalam Surau keluar dengan buntalan kain yang dipegangnya. Mukena di kenakannya tadi rupanya sudah ditanggalkan dan dia sekarang hanya mengenakan gamis lusuh dengan kerudung merah jambu dan cadarnya pun juga terlihat lusuh.
"Ni Sanak, tunggu sebentar silahkan duduk dulu," ujar Muhibbin pada wanita didepannya.
Dengan wajah yang masih tertunduk wanita itu duduk bersimpuh dihadapan Muhibbin yang berjarak tiga meter didepannya.
"Ni Sanak ini siapa dan dari mana, kenapa bisa berada di Surau ini?" selidik Muhibbin.
"Maaf tuan, saya semalam telah lancang bermalam disini tuan, Saya kemalaman dan tak sengaja melihat bangunan di atas bukit ini yang tak lain adalah Surau," jawab wanita itu merasa bersalah.
Muhibbin menatap lekat-lekat wanita dihadapannya, matanya sedikit di picingkan penuh selidik, namun tak berapa lama dia memekik kaget.
"Aaahhhh..., Bukannya kamu ini wanita yang di lempar anak-anak di pasar sebulan lalu itu ya ?" tanya Muhibbin.
Wanita itupun terkejut dan mengangkat wajahnya melihat ke arah Muhibbin.
"Tuan yang menolong saya dari lemparan anak-anak di pasar itu kan ?"
"Tuan bersama seorang gadis yang memberikan buah dan roti pada saya ?" ujar wanita itu memastikan.
"Ya aku ingat, kamu wanita yang di pasar itu. Lalu kenapa kamu bisa berada di Surau ini ?" tanya Muhibbin.
Wanita itu menundukkan kepala kembali sambil menjawab,
"Saya beberapa hari terakhir ini berjalan tak tentu arah tuan, sampai akhirnya saya menemukan Surau ini," jelas wanita di hadapannya.
Mata Muhibbin masih lekat memandang sambil manggut-manggut mendengar jawaban wanita itu, bila di dengar suaranya seperti gadis seumuran Sekar atau lebih tua sedikit.
"Saya kemarin kemalaman dan tak sengaja tertidur setelah Sholat malam di Surau ini tuan," jawab wanita itu kembali.
"Maafkan kelancangan saya tuan," iba wanita itu.
"Terus kamu dari mana dan hendak ke mana ?" tanya Muhibbin.
Wanita itupun terdiam sejenak sebelum menjawab.
"Saya dari negeri jauh di seberang pulau ini tuan, saya hanya mengikuti langkah kaki saya," jawab wanita itu lirih.
"Berarti kamu gak punya tujuan ?" tanya Muhibbin kembali.
Wanita didepannya hanya mengangguk pelan dengan wajah masih menunduk. Sekilas Muhibbin melihat bulir-bulir bening meleleh disudut mata wanita itu.
Rasa iba terbersit di hati Muhibbin, dia teringat ketika pertama kali menginjakkan kaki di Negeri Pantai tanpa tujuan sebelum akhirnya tinggal dan menetap bersama keluarga Sekar dan ada rasa ingin menolong wanita di depannya ini.
"Untuk sementara Ni Sanak bisa tinggal di belakang Surau ini, aku ada kamar kosong di sana sambil kamu bantu-bantu merawat dan bersihkan tempat ini" ujar Muhibbin.
"Tapi ingat, jika Ni Sanak berhalangan jangan masuk ke dalam Surau," kata Muhibbin kembali.
Mendengar apa yang diucapkan Muhibbin, wanita itu terisak dan berkata,
"Iya saya paham terimakasih tuan, saya akan selalu ingat kebaikan tuan," ujar wanita itu.
"Tak perlu sungkan Ni Sanak, aku juga sama dengan kamu sama-sama ditolong orang," jawab Muhibbin.
"Mari ikut aku," ajak Muhibbin sambil beranjak dari serambi Surau menuju ke bagian belakang. Wanita didepannya itupun beranjak mengikuti langkah Muhibbin.
Di belakang Surau terdapat sebuah kamar dan disampingnya ada dapur terbuka yang biasa di gunakan Muhibbin pada saat dia bermalam di tempat itu.
"Nah disini Ni Sanak bisa tinggal," ujar Muhibbin membuka pintu kamar. Di dalamnya terdapat balai bambu di selimuti tikar pandan, sebuah bantal dan dua buah guling. Disudut ruangan terdapat lemari terbuat dari papan kayu. Muhibbin kembali beranjak dari kamar itu menuju ke dapur, wanita bercadar itu mengikutinya dari belakang.
"Disini dapurnya, kamu bisa masak untuk keperluanmu. Di rak bambu itu ada persediaan bumbu-bumbu dan di gentong itu ada beras yang bisa kamu tanak," tunjuk Muhibbin setelah sampai di dapur.
"Nah Ni Sanak, sekarang kamu bisa disini sementara waktu sebelum punya tempat tinggal," kata Muhibbin.
"Terimakasih tuan," jawab wanita itu singkat.
"Aku tinggal dulu, nanti sebelum Dhuhur aku kembali lagi sambil bawakan keperluanmu," akhir Muhibbin.
Wanita itu menganggukkan kepalanya pelan, Muhibbin berjalan kembali di ikuti wanita itu ke arah pintu gerbang Surau,
"Aku pulang dulu, Ayahku pasti sudah menungguku," ujar Muhibbin kembali sambil mengambil kereta anginnya yang terparkir di Sengker Surau dan wanita itu hanya menganggukkan kepala menjawab Muhibbin.
Sebelum jauh mengayuh kereta anginnya, Muhibbin menoleh dan berkata, "Namamu siapa ?"
"Sariwati tuan," jawab wanita itu.
"Aku Muhibbin," teriak Muhibbin dari kejauhan sambil berlalu.
Sariwati menatap kepergian Muhibbin menuruni bukit dengan kereta anginnya dari surau hingga punggung lelaki itu tak terlihat.
Matahari sudah menyembulkan wajahnya dan langit mulai terlihat terang, deburan ombak pantai Purnama pun terdengar hingga ke Surau.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Hanachi
kenapa sholatnya ga berjamaah? kemana para nyame selam nya?!
2023-02-01
0
ARSY ALFAZZA
fav, boomlike and rate bintang ⭐⭐⭐⭐⭐🤗 saling mendukung ya Thor 😇
2020-11-14
0
cb
kopral ku kasih saran ya, untuk tanda tanya seperti ini:
"Hei,siapa kamu?" tanya muhbbin.
2020-08-13
0