Cuaca sangat terik dan angin sedikit kencang namun aktifitas pasar Tenten desa Batubulan sangat ramai sekali, Maklum saja karena hari ini bertepatan dengan hari Bude Cemeng Klawu atau hari Rabu wage Wuku klawu, Dalam penanggalan yang dipakai oleh masyarakat adat Negeri Pantai sebagai hari raya Rambut Sedana yaitu peringatan hari rayanya uang dengan memuja Bathara Sri Rambut Sedana dan di pasar para pendagang melakukan upacara di Pura Melanting memuja Bathara Sri Melanting sebagai salah satu manifestasi Tuhan.
Disudut pasar Tenten terjadi sedikit keributan, Terlihat kerumunan anak-anak kecil bersorak sambil melempari seseorang yang sedang bersimpuh dibawah sebuah pohon Bunud besar yang ada di sana.
"Orang gila... orang gila.. orang gila" teriakan anak-anak kecil sambil terus melempari sosok tersebut dengan tomat busuk dan sisa-sisa sayuran yang berserakan di keranjang sampah yang ada dipasar itu.
Sosok itu yang tak lain seorang wanita berambut putih keperakan dengan kerudung merah jambu dan pakaian panjang layaknya gamis yang warnanya sudah memudar dengan cadar di wajahnya menelungkupkan badannya, dan tangannya melindungi bagian muka dan kepala.
"Orang gila... orang gila... orang gila... " anak-anak kecil terus meneriaki wanita didepannya.
"Hai... hai.. ning, jangan gitu...hentikan" sebuah suara terdengar sambil menghampiri kerumunan anak-anak kecil yang dipanggilnya Cening.
"Hentikan.. hentikan, ayo bubar" lanjut suara itu.
"Hhuuuuuuu...... " teriak anak-anak kecil berlalu dari sosok wanita yang masih tetap bersimpuh dan menelungkupkan badannya menghindari lemparan dari gerombolan anak-anak kecil.
"Anda gak apa-apa Ni Sanak" ujar suara itu kembali yang tak lain adalah Muhibbin.
wanita itu mengangguk tak menjawab pertanyaan Muhibbin, hanya terdengar isakan tangis dari balik cadarnya.
Saat itu Muhibbin sedang menemani adiknya Sekar Maturan di Pura Melanting, Walaupun keyakinan mereka berbeda tapi keluarga Nengah Wirata tak mempermasalahkannya, sebaliknya pun Muhibbin demikian, itu yang membuat keluarga Sekar sayang terhadap Muhibbin yang selain rajin membantu keluarga itu juga memiliki sedikit pengetahuan agama yang cukup luas.
"Beneran kamu gak apa Ni Sanak" tanya Sekar pula.
"Terimakasih tuan, nona... saya gak apa-apa" jawab wanita bercadar itu lirih.
Terlihat Pakaiannya yang lusuh dan di pangkuannya buntalan kain selalu dipegangnya dengan erat seolah-olah khawatir akan hilang.
"Ini untuk kamu... " kata sekar mengulurkan buah apel dan roti bolu diberikan pada wanita didepannya. Diambilnya beberapa buah lainnya lungsuran persembahyangan tadi pura Melanting dari baki yang dipegangnya.
"Terimakasih tuan, nona...... " ujar wanita itu kembali pada kakak beradik didepannya sambil menangkupkan tangan didepan dadanya.
"Udah gak apa.. kamu makan ya" pungkas Sekar.
Muhibbin berkata pada Sekar adiknya
"Ayo gek, kita segera pulang, soalnya Bli akan diajak Ajik keluar" ajak Muhibbin pada adiknya.
Sekar menganggukkan kepalanya pada Muhibbin dan menoleh kembali pada wanita bercadar didepannya.
"Aku tinggal dulu ya.... " ujar Sekar pada wanita itu sambil menarik lengan Muhibbin dan wanita itu hanya membalas Sekar dengan menganggukkan kepalanya pelan.
Sekar dan Muhibbin berlalu dari hadapan wanita bercadar itu, pulang ke rumahnya.
Muhibbin mengayuh kereta anginnya dan Sekar duduk dengan tangan menggelayut di pinggang kakaknya.
Tak berapa lama keduanya sudah sampai dirumah, Muhibbin menyandarkan kereta anginnya di tembok sengker rumahnya dan Sekar masuk terus menuju ke Merajan rumahnya untuk melungsur persembahan upacara hari ini.
Nengah Wirata terlihat duduk bersila dibalai dangin menunggu kedua anaknya.
"Kok tumben lama gus ngantar adikmu maturan? " tanya pak Nengah setelah melihat Mihibbin menghapirinya.
"Nggih jik, tadi masih banyak yang maturan di pura" jawab Muhibbin pada ayah angakatnya.
"Ohh ya sudah, ayo segera siap-siap ikut ajik ke suatu tempat" sambung pak Nengah pada anak angkatnya.
"nggih Jik, saya kekamar dulu sambil ambil tas saya" ujar Muhibbin pada ayahnya.
"Iya sudah, ajik tunggu" kata pak Nengah beranjak dari tempat duduknya.
* **pura melanting : pura yang ada di sudut pasar
* Cening panggilan untuk anak-anak kecil
* Maturan : Sembahyang
* Lungsuran : Persembahan upacara yang biasanya terdiri canang sari, buah, kue ataupun roti, daging dan tumpeng nasi yang ukurannya kecil diambil setelah dihaturkan sebagai salah satu sarana pada saat maturuan.
* Sengker : pagar**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
IKA 🌹SSC🌷💋plf
baru bisa mampir lagi.....
semangaat thor
2021-03-06
0
dewi syah
ada penjelasannya ternyata awalnya juga agak gak ngerti author nya pintar jadi paham sedikit bahasa bali jadi nambah wawasan thor
2021-01-12
0
ARSY ALFAZZA
like😇
2020-11-14
0