Muhibbin duduk di Balai Dangin rumah Luh Sekar, pandangan matanya menyapu sekeliling rumah yang asri itu. Terlihat pohon jepun sejenis pohon kamboja tertanam rapi ditengah-tengah pekarangan dan dari kulit-kulit kayu itu terlihat telah tumbuh belasan tahun dengan kulit pohon yang mulai mengelupas memberi kesan antik dan anggun.
Tiba-tiba dari arah belakang Balai Dangin, Luh Sekar datang bersama seorang lelaki tua dengan usia antara tujuh puluhan mengenakan sarong khas motif Negeri Pantai dan pakaian terbuat dari kain endek, mengesankan lelaki tersebut dari keluarga berada.
"Selamat pagi, Gus. Silahkan nikmati dulu minumannya." sambut lelaki tua itu ramah pada Muhibbin dan Sekar menaruh gelas berisi kopi di hadapan kedua lelaki tersebut.
"Kenalkan nama saya Nengah Wirata, panggil saja pak Nengah," ujar lelaki itu sambil mengulurkan tangannya dan bersila dihadapan Muhibbin.
Muhibbin menyambut uluran tangan pak Nengah didepannya.
"Saya Muhibbin pak, panggil saja Ibbin." lanjut pemuda itu.
"Nak Bagus ini sebenarnya dari mana dan mau kemana?" tanya pak Nengah pada Muhibbin.
"Saya dari Negeri Batu Ular seberang laut pulau ini pak dan tujuan saya ke Negeri Pantai ini untuk mengadu nasib pak." jawab Muhibbin sambil tertunduk hikmad.
" Ouuhh ternyata Nak Bagus ini dari Dauh Tukat." timpal pak Nengah sambil manggut-manggut.
Dauh Tukad adalah sebutan negeri seberang pulau yang sering digunakan oleh masyarakat Negeri Pantai.
"Terus apa Nak Bagus sudah memiliki tujuan di negeri ini?" tanya pak Nengah kembali.
"Belum pak, Saya baru pertama kali menginjakkan kaki di negeri ini dan saya tak tau hendak kemana di negeri ini,"
jawab Muhibbin polos.
Pak Nengah manggut-manggut mendengarkan jawaban lelaki remaja di depannya. Dalam hati pak Nengah merasa salut dengan anak semuda ini sudah berani merantau jauh ke negeri seberang, lelaki tua itu teringat pada putra pertamanya yang telah meninggal akibat wabah sekitar empat tahun lalu dan jika putranya tersebut masih hidup kisaran seusia Muhibbin di depannya.
"Nak Bagus, jika Nak Bagus belum punya tujuan dinegeri ini, bagaimana kalau sementara tinggal dirumah bapak dan kamu bisa bantu-bantu bapak mengurus ternak, anggaplah kamu kerja dengan bapak," kata pak Nengah dengan tulus.
Ekspresi wajah muhibbin tak bisa menutup rasa kegembiraannya dan spontan dia menjura dan mencium punggung tangan pak Nengah.
"Terimakasih pak atas kebaikan bapak, Saya berjanji akan bekerja sebaik mungkin dan tak akan mengecewakan bapak." pungkas Muhibbin penuh kegembiraan.
Lelaki tua didepannya tersenyum dan merangkul pundak Muhibbin, ada rasa kerinduan yang menggelayut di dada lelaki itu pada almarhum putranya yang telah tiada.
"Sekar! antar Nak Bagus ke kamar kakakmu, biarkan dia istirahat dan tinggal di Balai Daja selama berada disini," pinta pak Nengah pada Sekar putri semata wayangnya.
"Nggih jik, tiyang akan antar bli Ibbin." jawab Sekar penuh hormat pada ayahnya dan beranjak mengantar Muhibbin.
Ajik adalah panggilan hormat untuk seorang ayah di Negeri Pantai.
Kedua remaja itu berlalu dari hadapan pak Nengah.
Tanpa terasa hari di hari berganti dan kehidupan keluarga pak Nengah seperti biasanya dilalui bersama Luh Sekar dan anak angkatnya Muhibbin.
Kehidupan di Negeri Pantai yang tenang mempengaruhi perkembangan berkesenian Muhibbun.
Disela-sela membantu ayah dan mengawasi adik angkatnya, Muhibbin menyempatkan diri dengan memperdalam pengetahuan sastra dan seninya.
Setiap akhir pekan Muhibbin berkumpul disebuah kedai seni yang sering dihadiri dan digunakan oleh para Seniman dan Sastrawan membuat pagelaran seni dan pameran seni rupa untuk menghibur para wisatawan yang semakin hari semakin ramai mengunjungi Negeri Pantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Hanachi
hah?! merantau tapi ga punya tujuan pasti?
ini berani, nekad, apa giblik sih 😄😄
2023-01-30
0
@elang_raihan.Nr☕+🚬🐅🗡🐫🍌
Kepekaan dalam diri sang insan sama persis dg kerendahan hati.. mantab thor ☕👍🏿
2021-02-17
1
little pumpkins
tyg maseh ULI selat Tukad bang ibbin.. 🤭
2021-02-08
0