"Gek, bagaimana menurutmu acara semalam di Selasar Rumah Budaya milik tuan Sirkum?" tanya Muhibbin pada Luh Sekar Jempiring adik angkatnya.
Keduanya sedang bersantai di serambi Balai Dauh. Sekar yang masih sibuk membuat anyaman daun kelapa dibentuk persegi empat yang dilekatkan oleh lidi-lidi kecil membentuk jahitan-jahitan rapi menjawab pertanyaan kakak angkatnya.
"Asyik sekali Bli, akhirnya tempat kita memiliki wadah untuk berekspresi para Seniman dan Sastrawan." senyum manis tersungging dibibir Sekar. Tangannya masih sibuk dengan potongan janur yang akan dibuat sebuah canang.
"Gek, semalam yang duduk di paling depan itu siapa, apa kamu mengenalnya?" tanya Muhibbin kembali.
"Yang mana Bli," jawab Sekar singkat sambil melihat kakaknya.
"Itu gadis berambut sepinggang yang pakai kebaya merah jambu itu loo, masak kamu gak lihat?" imbuh Muhibbin kembali.
Sekar terdiam sejenak namun tiba- tiba suaranya memekik mengagetkan Muhibbin.
"Ooohh! gadis itu, yang duduk dengan pria gagah dibawah pohon jepun?"
"Itu tuan Sirkum dan putrinya Disya Kumala Dewi Bli."
"Cantik ya Bli," imbuh Sekar menggoda kakak angkatnya.
"Ah kamu ini, apaan sih!" wajah Muhibbin merona mendengar candaan Sekar.
"Aku serasa tak asing dengan wajah itu," kembali Muhibbin bergumam lirih disamping Sekar sambil matanya menerawang kedepan seolah mengingat sesuatu.
"Jangan-jangan Bli suka ya dengan Disya?" kata Sekar kembali menggoda.
"Ah kamu ini, sudahlah. Aku mau ke peternakan dulu bantu- bantu Ajik." sungut Muhibbin berlalu dari hadapan adiknya. Sekar tersenyum melihat tingkah kakak angkatnya yang tumben terlihat gelisah.
Tanpa terasa waktu sudah satu windu Muhibbin neninggalkan kampung halamannya dan hidup di Negeri Pantai bersama keluarga Nengah Wirata, setiap satu purnama Muhibbin bersurat ke Ibunya Suratmi dan Kakaknya Cahaya sekedar menanyakan kabar dan sedikit mengirimkan uang untuk kehidupan keluarganya dan membeli susu untuk keponakannya Raya Suci di Negeri Batu Ular.
Muhibbin bergegas melangkah keluar rumah. Di benaknya masih terbayang wajah putri tuan Sirkun yang tak asing di ingatannya.
Dengan sekuat tenaga dia berusaha mengingat wajah yang serasa tak asing dikepalanya.
Dia teringat masa-masa kecilnya di sebuah perkebun kopi milik keluarga Negeri Zamrud yang ada dikampungnya.
Bayang-bayang sahabat-sahabatnya tak luput dari putaran memori dibenaknya.
Satu persatu kenangan itu muncul, padang savana yang hijau terhampar dan gembala-gembala domba sedang bercengkrama mengisi kesibukan dengan bermain bola yang terbuat dari rumput kering diikat dengan kulit pohon angsana.
Terlihat di kejauhan seorang gadis kecil berusia tujuh tahunan dengan rambut sebahu duduk dibawah pohon angsana menikmati suasana senja.
"Karina, dimana dirimu sekarang?" gumam Muhibbin dalam hati.
Langkahnya gontai menyusuri jalan Negeri Pantai menuju peternakan pak Nengah yang ada di ujung barat desa, namun tiba-tiba langkah Muhibbin terhenti dan lamunannya buyar saat sebuah kereta angin menabraknya.
'BRUUAAAKKKK'
"Aduuuhhhh!" pekik suara seseorang terjatuh dari kereta angin yang di naikinya.
"Hai, Kamu kalau jalan lihat-lihat dong!" suara itu kembali terdengar.
Muhibbin yang tersungkur bangkit sambil dengan rasa geram menahan sakit dipunggungnya, Dia menoleh ke arah suara itu.
"Kamu sendiri yang hati- hati jika naik kereta angin," sungut Muhibbin sebelum menoleh ke arah suara tadi.
Namun tiba- tiba mata Muhibbin tercekat memandang seorang gadis seusianya yang masih menyeracau dengan penuh kekesalannya.
"Kau?" suara Muhibbin terhenti, lidahnya terasa kelu untuk mengeluarkan kata-kata.
"APA ? KAU-KAU!" nada tinggi keluar dari mulut gadis remaja didepannya memasang wajah kesal sambil membersihkan pakaiannya yang kotor akibat terjatuh dari kereta anginnya.
"Bukankah kau pemilik Selasar Rumah Budaya itu?" kata Muhibbin masih tercengan.
"BUKAANNN! Ya iyalah Selasar itu punyaku!" sahut gadis itu masih kesal.
"Maafkan aku nona, akibat keteledoranku anda terjatuh." suara penyesalan terdengar dari mulut Muhibbin.
"Makanya kalau jalan pakai mata!" imbuh gadis remaja itu masih kesal.
"Ya kalau jalan pakai kaki lah nona, bukan pakai mata." jawab Muhibbin sekenanya.
"KAMU INI! " mata gadis itu melotot seolah-olah ingin menelan pemuda didepannya.
"Sudahlah, Aku buru-buru. minggir!" imbuh gadis itu ketus lalu naik dan mengayuh kereta anginnya pergi meninggalkan Muhibbin.
"Maafkan aku nona!" teriak Muhibbin ke arah gadis remaja itu yang tak lain adalah Disya putri tuan Sirkun.
"Karina," gumam Muhibbin memandang punggung Disya yang semakin jauh meninggalkannya.
Bayang-bayang Karina muncul dibenak Muhibbin, Karina adalah putri kepala perkebunan kopi tempat ayah Muhibbin kerja dan keluarga Karina pindah ke Negeri Banjir setelah ayah Karina dipromosikan jabatan yang lebih tinggi.
Sejak kepindahan sahabatnya itu Muhibbin tak pernah melihat dan mendengar kabar beritanya hingga suatu saat Muhibbin menulis sajak mengenang sahabatnya tersebut.
'Kala itu sang surya mulai beranjak ke barat
Tawa tawa ceria terdengar di padang savana
Para gembala bercengkrama,bernyanyi dan menari dengan iringan desir sang pohon angsana di belai angin senja
Gadis remaja berambut hitam pekat duduk menatap dari atas bukit.
Rambutnya terurai menambah pesonanya
Kini
Di atas bukit ini ku pandangi langit jingga
Ditemani sepasang kepodang bercengkrama menuju sarangnya
Diantara hamparan aidelweis dan rerumputan liar,ku senandungkan harmoni itu
Harmoni rindu dan berbisik diantara sang bayu" Butet ku rindu dirimu'
************
*Canang : janur yang dijahit dengan lidi berbentuk segi empat, diatasnya terdapat bunga yang disusun rapi, biasa digunakan untuk sarana persembahyangan ummat hindu.
*Sewindu : Delapan tahun kalender masehi.
*Kereta Angin : Sepeda gayung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
@elang_raihan.Nr☕+🚬🐅🗡🐫🍌
Hidup ibarat buku yg tak pernah kita tau dimana halaman ini dg akhirnya.. 😁
Sllu like lantutken ☕ thor..
2021-02-17
0
DATUK
ini bang hasan atau mas franky sihh... syairnya serupa walai dikit berbeda UNTUKMU GADISKU 😄😄
2021-02-04
0
Muhammad Iskandar Zulkarnain😎
8 tahun rindu tak sampai dan tak jua jelas beebalas tidaknya
2021-01-31
0