Siang itu matahari terik mencumbu bumi, anginpun serasa bermalas-malasan untuk bertiup, Negeri Pantai memasuki musim kemarau.
Langkah cepat dari kaki-kaki mungil menuju kedalam sebuah rumah megah serasa mengisyaratkan ketergesaannya. Disya putri tunggal tuan Sirkun seorang pengusaha sukses di Negeri Pantai. Seantero negeri mengenal Sirkun sebagai keluarga berada dan dermawan.
Keluarga ini sebenarnya bukan asli penduduk Negeri Pantai, tuan Sirkun dan seluruh keluarganya berasal dari Negeri Kelapa di sebelah barat pulau Swanabumi yang juga merupakan koloni dari Negeri Zamrud.
Negeri Zamrud sendiri adalah sebuah kerajaan besar yang miliki wilayah-wilayah koloni dan diantaranya adalah Negeri Pantai dan Negeri Kelapa yang beribukota di sebuah negeri maju yaitu Negeri Banjir.
"Disya, kemari dulu nak! Ayah ingin bicara," panggil tuan Sirkun pada putri tunggalnya.
Dengan gontai dan merasa letih seharian berada di pasraman Disya menghampiri ayahnya.
"Apa sih yah? Aku letih banget ini pingin rebahan dikamar," rengek Disya manja pada ayahnya.
"Sini dulu bentar! ada yang ayah ingin obrolkan."
Lambaian tangan tuan Sirkun memberi isyarat putrinya untuk duduk di sebalahnya.
"Nak, ada kabar baik untukmu. Ayah berencana ingin membuat sebuah Rumah Budaya, bagaimana menurut mu? kebetulan rumah yang di sudut kota dekat pasraman mu belajar itu lama tidak kita tempati," lanjut tuan Sirkun.
"Ayah ingin mendedikasikan masa-masa tua ayah ini untuk mengembangkan seni budaya, sebagaimana cita-cita almarhum Ibumu."
Mendengar kata Rumah budaya dan seni, mata Disya berbinar penuh semangat.
"Benar itu yah? Aku akan punya tempat untuk berbagi pengalaman dengan para seniman?" pekik Disya penuh kegembiraan.
"Pokoknya nanti Rumah Budaya itu akan aku manfaatkan untuk tempat perform kawan-kawan seniman jalanan yah."
"Dan setiap akhir pekan akan kita adakan perform art entah itu pembacaan syair-syair ataupun pameran seni rupa." lanjut Disya penuh semangat.
"Hei, dengarkan ayah dulu! Kamu ini bila mendengar kata seni dan syair seperti kesurupan." goda tuan Sirkum sambil mencubit hidung putrinya.
"Aku gak sabar yah. Rumah Budaya itu juga cita-citaku, selain untuk wadah berekpresi para Seniman dan Sastrawan juga kita ikut peduli pada perkembangan budaya kita juga yah." jelas Disya pada ayahnya.
"Tapi ada syaratnya!" pungkas tuan Sirkum pada putrinya.
"Apa syaratnya yah?" tanya Disya
"Syaratnya harus benar-benar kamu kelola dengan baik dan kamu harus membuatkan kopi untuk ayah! Ayah ingin ngopi sayang." ujar tuan Sirkun sambil tertawa.
"Jangankan kopi yah, Aku buatkan cucu untuk ayah juga bisa." goda Disya pada ayahnya sambil berlalu menuju dapur.
"Disyaaaaaa! dasar anak badung," teriak tuan Sirkun menimpali gurauan putri semata wayangnya.
*******
Waktu pun berlalu dengan cepatnya, renofasi Rumah Budaya berjalan dengan lancar dan di depan pintu gerbang tertulis dengan indah sebuah nama 'SELASAR RUMAH BUDAYA'.
Tepat pada akhir pekan Selasar Rumah Budaya resmi dibuka oleh Petinggi Negeri Pantai tuan Timoti yang tak lain juga merupakan anggota keluarga penguasa Negeri Zamrud.
Tarian Pendet dan Panyembrahma memeriahkan pembukaan Selasar Rumah Budaya dan penampilan Santrawan Senior dari Negeri Tambora membawakan sebuah sajak indah. Umbu Randu palanggi namanya, Sang Pujangga ternama membawakan sajak berjudul METIYEM
'Metiyem
Dibalik kemegahan awan biru
Gerombolan dara berlomba mengepakkan sayap kedigdayaan
Turun menukik setajam tombak menghempas angin
Nafas terengah keletihan menggelayut
Satu persatu menyapa pertiwi
Mengibarkan panji kekalahan
Namun ada satu yang belum terlihat
Sang penguasa angin Negeri Pantai
Pemilik pelaminan kemarau
Sang perayu sejati
Sang merpati balap
Mengepak sayap bagaikan ribuan pedang para kesatria
Membawa kesetiaan yang jadi taruhannya'
Semua yang hadir bertepuk tangan memberi penghormatan pada guru para penyair setelah membacakan sajaknya.
Tuan Sirkum dan Disya putrinya gembira sekali bisa menghadirkan Sastrawan legendaris sekelas Umbu untuk tampil dalam pembukaan peresmian Selasar Rumah Budayanya.
Dari kejauhan sepasang mata menatap penuh kagum perform art yang disuguhkan oleh seniman-seniman dan sastrawan senior Negeri Pantai menambah keyakinannya menggapai mimpi-mimpi sebagai seorang pujangga.
*********
*Metiyem adalah perlombaan merpati balap dimana yang paling terakhir turun ke bumi adalah pemenangnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Hanachi
memakai bahasa gaul, perform art segala. ini tahun berapa kk author? hana bingung
sama nama nama negrinya juga.
ya anggap aja negri khayalan di antah berantah. tapi bahasa percakapannya kok campur aduk 😄
2023-01-30
0
@elang_raihan.Nr☕+🚬🐅🗡🐫🍌
Imagine yg baik lanjut thor sambi ☕ nya jangan ilang 😂
2021-02-17
1
DATUK
syairnya mirip lagu mas FRANKY SAHILATUA
semangat bang
2021-02-04
1