Sesuai janji Gunawan sesampainya dirumah dan memberikan belanjaan sayurnya kepada sang istri, ia pun mengirimkan pesan ke nomor tertera pada kartu nama Aksa.
Aksa berada di hotel dimana dirinya bermalam dengan Saras pada jumat malam, meskipun dia marah dan kesal pada wanita itu karena tidak terbuka padanya, ia tetap ingin kembali bersamanya.
Aksa langsung membalas pesan Gunawan dan pada akhirnya ia meminta rekening nomor Gunawan untuk ia kirimi uang sebagai donatur pemasangan lampu jalan desa.
Gunawan terkejut karena ia menerima 10 juta hanya untuk pemasangan lampu. Lalu ia pun menelepon Aksa.
"Selamat siang, Pak Aksara" sapa Gunawan.
"Selamat siang, Pak Gunawan. Uangnya sudah dicek ya? Apakah 10 juta cukup untuk menjadikan jalan desa itu bisa terang kalau malam?" sahut Aksa.
"Lebih dari cukup, Pak. Terlalu banyak 10 juta hanya untuk penerangan jalan desa kami" ucap Gunawan sungkan.
"Tidak pak. Itu sudah saya hitung dengan biaya tukang pemasangan serta iuran listrik jalan mungkik selama setahun. Saya berfikir tagihan listrik desa juga akan bertambah" jelas Aksa dan membuat Gunawan pun mengerti.
"Baiklah, kalau memang perhitungan bapak seperti itu. Akan saya sampaikan kepada RT/RW nanti sore amanah bapak" ujar Gunawan.
"Terima kasih, Pak Gunawan" ucap Aksa.
"Sama sama, Pak. Saya yang terima kasih banyak sudah dibantu untuk desa ini" sahut Gunawan , lalu panggilan pun selesai.
Aksa merebahkan tubuhnya di ranjang ukuran king bed. Ia kembali memikirkan jawaban Saras.
"Aku tau, dia menikahi Ayah dengan alasan. Aku tidak percaya jika Saras mencintai pria tua itu. Aku akan segera merebutnya. Aku akan membahagiakannya" lirih Aksa.
Lalu tanpa sadar, Aksa pun tertidur dan menikmati tidur siangnya. Sedangkan Saras saat ini dirumah orang tuanya merasa bersalah kepada Aksa.
"Apakah aku keterlaluan menjawab seperti itu kepadanya? Apa jawabanku tadi membuat Aksa tidak merasa aku inginkan?" lirihnya di kamar sambil memegang teleponnya dengan menampilkan kontak nomor "Aksara Abimanyu".
"Aku telepon biar aku bisa tenang" ucapnya lalu memutuskan untuk menelepon Aksa, tapi panggilan tidak terjawab. Dua kali ia mencoba namun tetap belum ada jawaban.
"Apa dia benar benar marah padaku? Haist!!! Mengesalkan" lirihnya kesal.
Lalu Pak Arif dan Bu Wanda datang.
"Saras, kamu sudah pulang" seru Arif.
"Oh iyaa, ayah" sahut Saras lalu keluar kamar.
"Mana Aksa? Apa dia sudah pulang?" tanya Arif.
"Iya. yah. Katanya ada urusan mendadak di Jakarta" jawab bohong Saras.
"Tapi tadi Aksa titip salam buat ayah dan ibu" lanjutnya berbohong.
"Anak baik, memang" sahut Wanda sambil cuci tangan di westafel.
"Bagaimana panen sawahnya? Udah selesai semua?" tanya Saras mengalihkan pembicaraan,
"Syukurlah sudah kelar. Ini tinggal dijemur lalu diselep" jawab Arif.
"Ayah dan Ibu kalau capek bisa minta tolong orang lain aja. Kalian bisa memantau aja" ucap Saras.
"Tidak sayang. Ibu dan ayah kalau dirumah aja makin pusing, jadi enak ke sawah aja cari kegiatan" sahut Wanda.
Saras pun tersenyum.
"Ayah mandi dulu ya" pamit Arif yg masuk ke kamarnya terlebih dahulu. Sedangkan Wanda masih ke dapur untuk menyiapkan masakan makan siang.
"Ibu mau masak apa?" tanya Saras.
"Mau masak sayur asem dan pindang goreng. Tadi dari sawah beli kangkung sama pindang, kamu mau kan?" jawab Wanda sambil bertanya kembali.
"Mauu dong, apapun masakan ibu pasti akan aku makan" sahut Saras lalu ia pun membantu Wanda memasak sayur asem dan menggoreng lauknya.
.
Saat sore tiba, Saras pamit kepada ayah ibunya untuk kembali ke Jakarta karena Aksa menelepon dia balik dan berkata "jika kamu merasa bersalah padaku, kesinilah. Aku berada di hotel dimana kita menghabiskan malam setelah 2 tahun yang lalu"
Saras pun langsung ingin menemui Aksa dan meluruskan salah paham ini.
Arif dan Wanda pun hanya mendoakan putrinya di jalan.
Sekitar 15 menit perjalanan, Saras pun sudah sampai hotel dan ternyata Aksa menunggunya di lobby.
"Kenapa kamu disini?" tanya Saras.
"Ya menunggumu lah. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat sambil melihat matahari terbenam" jawab Aksa sambil mengenggam tangan Saras dan menariknya.
Ketika keluar dari pintu belakang utama hotel, Saras disuguhkan panorama matahari terbenam yang begitu indah karena gunung terlebih jelas dari posisi ini.
"Apakah kamu suka? Aku baru sadar jika pemandangan hotel ini begitu indah saat sunset" tanya Aksa.
"Ya aku suka banget. Sudah lama tak melihat keindahan ini" jawab Saras sambil tersenyum lebar.
Lalu Aksa pun mengganti posisinya dibelakang Saras dan memeluk wanita itu dari belakang.
"Posisi begini lebih nyaman sambil menonton sunset bersama" lirih Aksa.
"Hist!!! Modus ya kan?" goda Saras.
"Hehe gapapa, modusnya gak setiap hari kayak gini" sahut Aksa santai.
Saras tidak menolak pelukan itu dan memegang tangan Aksa yang berada diperutnya.
Saat matahari hampir terbenam sepenuhnya, Saras pun mengatakan sesuatu yg membuat Aksa terkejut yaitu "Aku ingin memiliki anak denganmu, buatlah aku hamil, Aksara Abimanyu"
Aksa langsung melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh Saras menghadapnya.
"Kamu serius?" tanya Aksa tak percaya.
"Ya aku serius. Ketika tadi pagi setelah membuang pengaman yang berisi cairan milikmu, aku berfikir apakah cairan ini bisa membuatku hamil" jawab Saras dengan tatapan serius.
"Hmmm, sepertinya beri aku waktu untuk memikirkannya. Bye the way, setelah aku keluarin benihku tanpa sengaja didalam rahimmu Jumat malam kemarin, apakah kamu belum meminum pil kb seperti yang kamu sebutkan saat itu?" tanya Aksa.
"Maafkan aku, aku sangat ingin memiliki anak bersamamu daripada dengan ayahmu" jawab Saras sambil memegang kedua tangan pria itu.
"Apakah kamu yakin jika kamu hamil itu anakku bukan anak ayahku?" tanya Aksa.
Saras terdiam. Sepertinya dia tidak bisa memastikan hal itu karena hampir 2 atau 3 hari sekali dia pasti melayani sang suami kecuali dirinya sedang datang bulan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments