AIRLANGGA 2 Dewaraja Ring Medang
Api berkobar-kobar membumbung tinggi melalap bangunan bangunan di pinggiran Kotaraja Wuwatan Mas. Bunyi derak keras bangunan yang roboh berulang kali terdengar di telinga seorang lelaki berusia sekitar 2 setengah dasawarsa yang mengenakan pakaian kebesaran seorang raja. Ibukota Kerajaan Medang itu benar-benar hancur.
Tangan sang lelaki berpakaian bangsawan mengepal erat. Seolah ingin meremas pelaku pengrusakan itu hingga hancur berkeping-keping. Perlahan tapi pasti, aura biru keemasan muncul di tubuh sang lelaki. Seorang lelaki sepuh yang ada di dekatnya, sesaat terkejut melihat munculnya aura biru keemasan ini tapi dia langsung memegang pundak sang lelaki berpakaian raja.
"Tahan amarah mu, Nakmas Prabu...
Yang terpenting sekarang adalah mencari tahu keberadaan anak istri mu. Jika mereka masih selamat, maka terserah pada mu mau pakai cara apa untuk membalas pengrusakan ini", ucap lelaki sepuh berpakaian putih dengan janggut panjang yang mulai ditumbuhi uban itu berusaha menenangkan hati sang lelaki berpakaian raja.
Ya, dia adalah Prabu Airlangga, penguasa Kerajaan Medang. Raja muda yang diangkat oleh rakyat untuk memimpin kembali Kerajaan Medang yang telah terpecah belah karena serangan Aji Wurawari, penguasa daerah Lwaram dengan bantuan dari Kerajaan Sriwijaya.
Selama hampir 6 tahun ini, dia berhasil membangun Kerajaan Medang meskipun hanya sebagian kecil dari wilayah semula, menjadi daerah yang makmur. Kehidupan rakyat meningkat baik, kesejahteraan pun dirasakan oleh semua warga.
Dia meningkatkan hasil pertanian dengan banyak membangun saluran air, bendungan maupun petirtaan. Selain itu dia juga membangun jalan penghubung antara wilayah wilayah kekuasaannya untuk mempermudah segala urusan. Gelang-gelang, Seloageng, Hujung Galuh, Kanjuruhan dan Pasuruhan menjadi daerah makmur dalam waktu yang singkat.
Dan ia juga telah berhasil mengalahkan pasukan Tanggulangin dan memecah bekas kerajaan kecil ini menjadi 2 kadipaten bawahannya dengan nama Tanggulangin dan Karang Anom. Perlahan, daerah daerah ini mulai menyusul menikmati kemakmuran di bawah pemerintahan Prabu Airlangga.
Namun semuanya harus hancur dengan serangan mendadak dari pasukan misterius dari Tanah Perdikan Lodaya di bawah pimpinan Ratu Lodaya Nyai Calon Arang. Dengan kemampuan ilmu pengiwa ( ilmu hitam ) nya yang luar biasa, Kotaraja Wuwatan Mas hancur berantakan.
Perlahan, aura biru keemasan itu memudar dan menghilang seiring meredanya murka dari sang raja muda. Dia menoleh ke arah sosok lelaki sepuh berpakaian seperti pertapa itu segera.
"Guru benar..
Aku harus menemukan anak istri ku sebelum membalas perbuatan Ratu Lodaya ini. Mari guru kita bertindak", Prabu Airlangga menjejak tanah dengan keras lalu seketika tubuhnya melenting tinggi di udara. Lelaki sepuh berpakaian seperti pertapa yang tak lain adalah Maharesi Mpu Barada itu langsung menyusul kemudian.
Dari atas, mereka berdua melihat seluruh Kotaraja Wuwatan Mas yang hancur porak-poranda. Dari dalam kota, masih terlihat beberapa prajurit Tanah Perdikan Lodaya maupun para makhluk gaib ciptaan Nyai Ratu Calon Arang berkeliaran.
Saat melihat ke arah utara, Maharesi Mpu Barada melihat kilauan yang sepertinya merupakan pantulan dari emas dari tanda kehormatan seorang punggawa kerajaan.
"Nakmas Prabu, kita kesana.. ", Prabu Airlangga langsung menunjuk ke arah yang ditunjukkan oleh guru nya. Tanpa menunggu lama, keduanya melesat ke arah itu.
Jlleeeeeegggggh jlleeeeeegggggh!!
Sekumpulan prajurit Medang yang sedang ngos-ngosan mengatur nafas setelah berhasil kabur dari serbuan pasukan Tanah Perdikan Lodaya, kaget setengah mati kala mendengar suara jatuh dekat tempat mereka beristirahat. Mereka langsung menoleh ke sumber suara dan melihat kemunculan Prabu Airlangga dan Maharesi Mpu Barada.
Tentu saja mereka mengenali raja mereka dan sang pimpinan prajurit, Senopati Mapanji Tumanggala langsung bergegas mendekati mereka berdua. Langsung tanpa diperintah, Senopati Mapanji Tumanggala bersama para prajurit Medang langsung berjongkok dan menyembah pada sang raja.
"Senopati Mapanji Tumanggala, kau disini?", tanya Prabu Airlangga segera.
" Mohon ampun beribu ampun Gusti Prabu...
Hamba gagal mempertahankan Kotaraja Wuwatan Mas dari serangan musuh. Mohon Gusti Prabu jatuhkan hukuman mati untuk hamba ", jawab Senopati Mapanji Tumanggala sembari menghormat.
" Ceritakan pada ku, apa yang telah terjadi Senopati? Jangan satupun ada yang terlewati.. ", begitu perintah Prabu Airlangga terdengar, Senopati Mapanji Tumanggala segera menceritakan kisah kehancuran Kotaraja Wuwatan Mas.
Prabu Airlangga dan Maharesi Mpu Barada mendengarkan cerita itu dengan seksama. Meskipun kadang sang raja terlihat geram menahan marah, tapi penguasa Kerajaan Medang ini tetap berusaha keras untuk tenang.
"Lantas kemana anak istri ku sekarang Senopati? ", tanya Prabu Airlangga kemudian.
" Gusti Mapatih Mpu Narotama bersama para prajurit pengawal keluarga istana mengawal Gusti Ratu Galuh Sekar, Gusti Putri Sanggramawijaya Tunggadewi dan Gusti Selir Dewi Citrawati mengungsi ke arah Utara. Hamba tidak tahu kemana tujuan pasti mereka ", lapor Senopati Mapanji Tumanggala segera.
" Kita cari mereka sampai ketemu. Kita tidak boleh membiarkan anak istri ku terlantar karena kecerobohan ku.
Kalian para prajurit Medang, menyebarlah! Kumpulkan para saudara saudara kita yang masih hidup. Aku menunggu kalian di Alas Trenggulun", titah Prabu Airlangga segera. Kelima belas orang prajurit Medang yang setia mengawal Senopati Mapanji Tumanggala ini pun langsung menghormat sebelum bergegas melaksanakan tugas dari sang raja.
Setelah mereka pergi, ditemani oleh Senopati Mapanji Tumanggala dan Maharesi Mpu Barada, Prabu Airlangga melakukan perjalanan pencarian keberadaan Ratu Galuh Sekar dan sanak keluarga nya yang lain. Mereka bergegas menuju ke arah Utara sesuai dengan petunjuk dari Senopati Mapanji Tumanggala sebelum nya.
****
"Kita sudah cukup jauh dari Kotaraja Wuwatan Mas, Mapatih Mpu Narotama. Apa kita akan meneruskan perjalanan lagi? ", tanya Ratu Galuh Sekar pada Mapatih Mpu Narotama saat mereka menghentikan perjalanan
" Ada sebuah tempat yang bisa dijadikan tempat untuk berlindung sementara waktu, Gusti Ratu...
Di balik hutan ini, ada sebuah pertapaan kecil tapi tak seorang pun berani untuk mengacau disana. Kita akan menuju kesana", ucap Mapatih Mpu Narotama kemudian. Segera setelah itu, rombongan keluarga Istana Wuwatan Mas bergerak kesana.
Sebuah pertapaan kecil yang berpagar kayu jati gelondongan setinggi 1 tombak nampak dari kejauhan. Rombongan besar Istana Wuwatan Mas pun segera mendekati pintu gerbang. Melihat pakaian yang dikenakan oleh orang yang datang, penjaga gerbang Pertapaan Patakan segera membuka pintu gerbang.
Seorang lelaki sepuh dengan pakaian pertapa yang sedang asyik membaca helaian daun lontar bertuliskan ilmu pengetahuan, langsung bangkit dari tempat duduknya kala ia melihat kedatangan rombongan yang berjumlah sekitar 200 orang ini. Dua orang lelaki dengan pakaian serupa segera mengikuti nya.
"Namo Buddhaya...
Gusti Mapatih Mpu Narotama, angin apa yang membawa mu kemari? ", sambut lelaki sepuh itu sembari menghormat.
" Wiku Sanata Dharma..
Kedatangan ku kali ini adalah untuk meminta bantuan agar kami bisa berlindung di Pertapaan Patakan sementara waktu. Saat ini Kerajaan Medang sedang kacau balau karena serangan ratu wanita jahat dari Lodaya. Mohon Wiku bersedia untuk menerima kami", balas Mapatih Narotama segera.
"Semua yang terjadi di kehidupan adalah karma. Gusti Prabu Airlangga sangat baik terhadap kami, sudah sepantasnya kami berbakti pada raja yang bijaksana seperti dia.Silahkan Gusti Mapatih, tempat ini adalah wilayah Kerajaan Medang yang paling barat, selayaknya juga menjadi tempat untuk keluarga Istana Wuwatan Mas", ucap Wiku Sanata Dharma sembari membungkuk hormat.
Sambutan hangat dari Wiku Sanata Dharma dan para penghuni Pertapaan Patakan membuat lega seluruh keluarga besar Istana Wuwatan Mas. Usai mengatur penempatan para anggota keluarga Kerajaan Medang, Mapatih Mpu Narotama bergegas memerintahkan kepada Tumenggung Renggopati untuk menjaga keamanan di tempat itu. Sedangkan dia sendiri bersama beberapa orang prajurit pilihan segera meninggalkan tempat itu untuk kembali ke Kotaraja Wuwatan Mas. Tujuan nya hanya satu, mengumpulkan sisa-sisa pasukan Medang untuk membalas kekalahan mereka.
Dari Patakan, mereka bergerak cepat ke arah timur. Setibanya di Wanua Mantup, mereka berbelok ke selatan menuju ke arah Sungai Kapulungan.
Menjelang malam hari tiba, mereka sampai di tepi Sungai Kapulungan. Karena tidak menemukan tempat untuk bermalam, terpaksa rombongan Mapatih Mpu Narotama bermalam di tepi sungai. Beberapa orang prajurit sibuk menata tempat, sedangkan lainnya menyiapkan api unggun untuk menghangatkan badan dari dinginnya udara malam.
Beberapa orang prajurit bergiliran jaga hingga pagi menjelang tiba. Begitu semua bangun tidur, mereka langsung mencuci muka di tepian sungai. Setelah membereskan barang bawaan nya, rombongan Mapatih Mpu Narotama segera bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
Namun, hal itu mereka urungkan karena dari kejauhan terdengar suara derap langkah kaki kuda mendekat. Saat sosok mereka terlihat, para prajurit Medang pun segera waspada.
Dua orang berpakaian serba hitam dengan puluhan anak buah mengekor di belakangnya menunggangi kuda terlihat bergerak mendekati tempat Mapatih Mpu Narotama dan para prajurit Medang. Salah satu diantaranya adalah perempuan.
"Para cecunguk Kedaton Wuwatan Mas..
Aku akan membunuh kalian!!"
Perempuan cantik berusia sekitar 3 dasawarsa berpakaian serba hitam ini langsung mengembor keras lalu bmenepak punggung kuda nya dan melesat cepat mendahului nya sambil melepaskan pukulan.
Gelombang cahaya merah kehitaman dengan hawa dingin diikuti angin kencang menderu ke arah para prajurit Medang di bawah pimpinan Mapatih Mpu Narotama.
Melihat hal itu, Parahita yang ikut dalam rombongan ini langsung bertindak dengan menggunakan Ajian Tapak Naga Suci nya. Cahaya biru kehijauan bergulung-gulung menderu kencang menebarkan hawa panas langsung memapak cahaya merah kehitaman dari perempuan berbaju hitam.
Blllaaaaaaaaammmmmmm!!!
Ledakan keras mengguncang wilayah seputar bantaran utara Sungai Kapulungan. Membuat burung-burung beterbangan ke segala arah. Dua pemilik ilmu kanuragan terpental ke arah yang berlawanan sambil memuntahkan darah segar.
"Parahita, kau baik-baik saja?", tanya Mapatih Mpu Narotama usai melihat perempuan cantik itu memuntahkan darah segar. Parahita cepat menganggukkan kepalanya.
" Saya baik-baik saja , Gusti Mapatih.. "
Mendengar jawaban itu, Mapatih Narotama segera mengangguk mengerti. Dia cepat mengalihkan perhatiannya pada kelompok berpakaian hitam yang cepat melompat turun dari kuda-kuda mereka.
"Siapa kalian? Mau apa kemari?", tanya cepat Mapatih Mpu Narotama segera.
Seorang lelaki bertubuh gempal dengan sebuah luka memanjang di pipi kanan, mendengus keras mendengar pertanyaan Mapatih Mpu Narotama. Dia langsung mengacungkan sebuah cambuk berwarna merah ke arah warangka praja Medang ini sambil berkata,
"Aku Iblis Gunung Andong...
Datang kemari untuk membunuh mu!! "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
elkoeta
akhirnya yang ditunggu update. Ceritanya mantap. Lanjut sampai tamat Thor.
2024-10-06
0
Aifa 2 Jeddah
akhirnya yg kutunggu update, suwun thor....
2024-08-13
0
YuniSetyowati 1999
Izin ngintip Airlangga thor
2024-07-14
0