Menuju Utara

"Lancang!!!!

Kau pikir siapa kau ini hingga berani bicara seperti itu hah? Apa kau pikir kami para perwira pasukan Medang akan diam saja dengan kekurangajaran mu itu?!! Gusti Tumenggung, ijinkan hamba untuk menghajar mulut setan betina ini.. ", ucap Ki Juru Kanduruwan segera.

" Jangan terpancing emosi dahulu, Ki Juru...

Biar aku yang bicara baik-baik dengan perempuan ini. Kau diam saja lebih dulu.

Nisanak, sebenarnya apa mau mu sebenarnya? Kau tahu bukan apa akibatnya jika mengganggu perjalanan kami?", Tumenggung Sakri mengalihkan perhatiannya kepada Rara Anteng.

"Aku Rara Anteng putri Akuwu Mpu Danu dari Babat. Aku ingin mengadu ilmu kesaktian dengan pimpinan prajurit Medang.

Kalau aku kalah, Akuwu Babat mengakui kedaulatan Medang di atas tanah Babat. Tapi jika aku yang menang, kalian harus angkat kaki dari wilayah kami. Para ksatria terhormat seperti kalian tidak akan menggunakan jumlah untuk menindas seorang perempuan seperti aku kan?", senyum penuh percaya diri terukir di wajah cantik Rara Anteng.

"Kau.... "

Belum selesai Ki Juru Kanduruwan bicara, sesosok bayangan berkelebat cepat dari belakang dan berdiri di samping Tumenggung Sakri. Melihat itu, Tumenggung Sakri dan Ki Juru Kanduruwan langsung menghormat pada nya.

"Ada apa ini? Kenapa perjalanan kita terhenti? ", tanya sosok yang tak lain adalah Prabu Airlangga, pimpinan pasukan sekaligus Maharaja Medang.

" Ini semua karena ulah perempuan itu, Gusti Prabu. Dia menghadang di tengah jalan dan terus saja berkoar ingin menantang pimpinan pasukan Medang ", lapor Ki Juru Kanduruwan segera. Prabu Airlangga menatap ke arah Rara Anteng yang menenteng pedang di tangan kanan nya.

" Kau yang menantang pimpinan pasukan Medang?", ucap Prabu Airlangga sembari memperhatikan setiap gerak gerik Rara Anteng.

"Iya, aku Rara Anteng menantang pimpinan pasukan Medang untuk bertarung secara ksatria satu lawan satu dengan ku.

Jika aku kalah, Tanah Pakuwon Babat mengakui Maharaja Medang sebagai raja akan tetapi jika pimpinan pasukan Medang kalah, kalian harus secepatnya pergi dari sini", tegas Rara Anteng segera. Mendengar jawaban itu, Prabu Airlangga pun langsung tersenyum tipis.

"Sangat jarang ada orang yang berani menantang pimpinan pasukan Medang, apalagi seorang wanita. Baiklah kalau itu keinginan mu nisanak, silahkan maju. Aku pimpinan pasukan Medang siap melayani mu", Prabu Airlangga langsung memberi isyarat kepada Rara Anteng untuk maju menyerang.

Segera Rara Anteng melakukan kembangan ilmu silat nya dan langsung menerjang maju ke arah Prabu Airlangga sambil menyabetkan pedang.

Shhhrrrrrrreeeeeeeettttth!

Prabu Airlangga dengan santai nya menjejak tanah dan seketika itu juga tubuhnya bergerak mundur dengan anggun. Akibatnya tebasan pedang berwarna keemasan di tangan Rara Anteng hanya menebas udara kosong sejengkal di depan wajah Sang Maharaja Medang.

Melihat hal ini, Rara Anteng merubah gerakan tubuhnya dan melesat sambil menusukkan pedang nya ke arah Prabu Airlangga. Dia memburu pergerakan sang raja muda.

Dengan cepat Prabu Airlangga melayang ke belakang. Tubuhnya yang seringan kapas karena Ajian Sepi Angin yang ia miliki membuatnya mudah saja menghindari tusukan mematikan Pedang Emas milik Rara Anteng.

Lalu menggunakan kaki kiri sebagai tumpuan, Prabu Airlangga menepak punggung telapak kaki kiri dengan kaki kanan. Ini membuat tubuhnya langsung melenting tinggi sembari bersalto satu kali di udara. Lalu dengan tenangnya mendarat 3 tombak di belakang Rara Anteng.

Geram dengan cara Prabu Airlangga bertarung, Rara Anteng mendengus dingin sebelum kembali memburu Prabu Airlangga dengan sergapan sergapan cepat nan mematikan. Namun Prabu Airlangga bagaikan belut yang licin dengan mudah saja menghindar maupun membuat gerakan silat Rara Anteng tak berguna untuk membantu mengalahkan nya. Pertarungan antara mereka berlangsung sengit dan menegangkan.

"Adhi Sakri, kenapa aku merasa Dhimas Prabu Airlangga seperti tidak serius bertarung dengan perempuan itu? ", ucap Tumenggung Wanabhaya yang ikut maju melihat situasi. Dia yang bertugas di belakang, turut mencari tahu apa yang sedang terjadi di depan.

" Hehehehe, jeli juga pengamatan mu Kakang Wanabhaya..

Dhimas Prabu Airlangga memang sedang mempermainkan perempuan dari Pakuwon Babat itu. Dilihat dari sudut pandang manapun, perempuan itu bukan tandingan adik seperguruan kita. Bahkan dia tidak setingkat dengan kita", Tumenggung Sakri terkekeh kecil.

"Lantas kenapa tidak cepat di kalahkan dari tadi? Ini akan menunda rencana kita menaklukkan Wuratan", protes Tumenggung Wanabhaya.

" Tenanglah Kakang Wanabhaya...

Para prajurit juga lelah melakukan perjalanan jauh. Sedikit hiburan juga akan menjadi obat mujarab untuk menghilangkan lelah. Lihat saja, Dhimas Prabu Airlangga sedang menjaga harga diri pendekar wanita itu. Tapi itu tak kan berlangsung lama lagi ", ucap Tumenggung Sakri sambil tersenyum.

Belum sempat Tumenggung Wanabhaya menanggapi omongan adik seperguruan nya, Rara Anteng mencabut pedang miliknya yang satu lagi dan dia mengejar Prabu Airlangga dengan senjata andalannya, Pedang Emas dan Perak.

Serangan putri Akuwu Mpu Danu ini menjadi lebih cepat dan berubah-ubah. Ini cukup menyulitkan bagi Sang Maharaja Medang yang sama sekali tidak menggunakan senjata.

Satu tikaman cepat mengarah pada paha sang raja muda. Prabu Airlangga dengan cepat mengangkat kaki nya tinggi-tinggi dan cepat menginjak ujung Pedang Emas. Melihat itu, Rara Anteng itu langsung menusukkan Pedang Perak di tangan kiri ke arah dada lawan. Prabu Airlangga pun dengan cepat menghentikan serangan itu dengan menjepit ujung pedang dengan dua jari tangan nya.

Rara Anteng berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan senjata nya namun usahanya sia-sia saja. Kedua senjata nya seperti di jepit batu besar yang sangat berat untuk dipindahkan. Prabu Airlangga tersenyum tipis dan mengibaskan tangan kirinya ke arah bahu kiri Rara Anteng.

Whhhhuuuuuuuuuggggh..

Dhhhaaaaaassshhhh Aaaauuuuuugggghhh!!!

Rara Anteng, sang pendekar wanita dari Pakuwon Babat, terpental ke belakang dan menghantam tanah dengan keras setelah kibasan tangan Prabu Airlangga menghajar bahu kirinya. Kedua senjata andalannya lepas dari genggaman dan ada dalam kekuasaan musuh. Seteguk darah segar muncrat keluar dari mulut perempuan cantik itu yang langsung meleleh di sudut bibirnya yang tipis.

"Apa ini sudah cukup untuk membuat mu mengakui kekalahan mu, putri Babat? ", tanya Prabu Airlangga segera.

Rara Anteng berusaha keras untuk bangkit dari tempat jatuhnya. Namun tenaganya seperti hilang entah kemana dan tak mampu lagi untuk berdiri.

" Aku aku mengaku kalah... ", ucap Rara Anteng sembari meringis kesakitan.

" Baiklah kalau begitu. Ini berarti aku bebas lewat Pakuwon Babat. Parahita, rawat luka perempuan ini segera... ", tanpa menunggu diperintah dua kali, Parahita yang sedari tadi hanya menonton pertarungan itu langsung maju dan menghormat pada Prabu Airlangga sebelum bergegas memapah Rara Anteng untuk di obati.

Setelah Rara Anteng dan Parahita pergi, Prabu Airlangga segera menoleh ke arah Tumenggung Sakri dan para perwira tinggi prajurit Medang.

"Kita lanjutkan perjalanan sekarang juga. Sebelum senja, kita harus sudah sampai di tepi Sungai Wulayu", titah Prabu Airlangga segera.

" Sendiko dawuh Gusti Prabu... ", ucap semua perwira bersama-sama.

Gelombang pasukan Medang bergerak cepat ke arah utara. Puluhan ribu orang prajurit langsung membuat kegemparan di kalangan masyarakat Wuratan terutama pada daerah-daerah yang di lewati. Meskipun ada gangguan kecil mereka terus melaju ke arah Kota Pakuwon Babat yang terletak di bantaran Sungai Wulayu.

Rara Anteng langsung menghela nafas lega setelah Parahita mengeluarkan darah beku yang menyumbat pernapasan nya. Putri Akuwu Mpu Danu itu langsung menatap wajah cantik Parahita yang nampak berkeringat.

"Terimakasih atas bantuan mu, Paricara.. Sekarang dada ku terasa enteng tak terasa sesak lagi. Kau benar-benar hebat", puji Rara Anteng dengan tulus.

" Aku melakukan nya atas perintah majikan ku, jadi jangan senang dulu. Kalau pun dia ingin nyawa mu, aku tidak bisa berbuat apa-apa ", ucap Parahita segera.

" Majikan mu sungguh besar hati. Dia mau membantu aku yang terang-terangan menantang nya. Siapa dia sebenarnya? Dan kenapa semua orang nampak sangat menghormati nya? ", mendengar pertanyaan Rara Anteng, Parahita tersenyum kecut dan terlihat seperti sedang mengejek pada Rara Anteng. Dengan suara penuh ancaman Parahita berkata,

" Dia bukan orang yang bisa kau sentuh.. "

Terpopuler

Comments

LD. RAHMAT IKBAL

LD. RAHMAT IKBAL

emang gk sembarang org yg dpt menyentuhx kecuali org2 dekat aja

2024-06-15

1

andymartyn

andymartyn

mangga dilajeng deui kang

2024-05-23

2

andymartyn

andymartyn

walah,,, Parahita kok gitu, cemburu ya

2024-05-23

1

lihat semua
Episodes
1 Iblis Gunung Andong
2 Pedang Naga Api melawan Cambuk Api Angin
3 Pertapaan Patakan
4 Adu Kesaktian
5 Mapanji Garasakan
6 Menyerbu Wilayah Kerajaan Wuratan
7 Perawan Pakuwon Babat
8 Menuju Utara
9 Tanpa Pertumpahan Darah
10 Penaklukan Wuratan ( bagian 1 )
11 Penaklukan Wuratan ( bagian 2 )
12 Penaklukan Wuratan ( bagian 3 )
13 Nyai Carang Aking
14 Perjanjian Keramat
15 Kerajaan Siluman Gunung Lawu
16 Bancak dan Doyok
17 Kerjasama
18 Keresahan Istana Lewa
19 Kawan Lama
20 Menggempur Lewa
21 Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 1 )
22 Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 2 )
23 Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 3 )
24 Tantangan dari Prabu Panuda
25 Akhir Hayat Prabu Panuda
26 Urusan Perempuan
27 Menyamar
28 Gerombolan Siluman Gadungan
29 Di Perbatasan Tanggulangin
30 Istana Tanggulangin
31 Tujuh Setan Pembunuh
32 Tujuh Setan Pembunuh ( bagian 2 )
33 Tujuh Setan Pembunuh ( bagian 3 )
34 Dua Pemuda dari Wanua Pulung
35 Masalah
36 Pilihan
37 Benteng Pertahanan Prajurit Wengker
38 Benteng Pertahanan Prajurit Wengker ( bagian 2 )
39 Benteng Pertahanan Prajurit Wengker ( bagian 3 )
40 Keputusan Prabu Wijayawarma
41 Sekutu
42 Ajian Pancasona
43 Kotaraja Wengker ( bagian 1 )
44 Kotaraja Wengker ( bagian 2 )
45 Kotaraja Wengker ( bagian 3 )
46 Kotaraja Wengker ( bagian 4 )
47 Kotaraja Wengker ( bagian 5 )
48 Biksu Dari Tibet
49 Tujuan Sebenarnya
50 Istri Ketiga
51 Desahan dari Kolam Pemandian Istana Kahuripan
52 Orang Misterius
53 Bidadari Penebar Maut
54 Bidadari Penebar Maut ( bagian 2 )
55 Diatas Langit Masih Ada Langit
56 Terompet Shangkya Panchajanya
57 Halaman Pendopo Agung Istana Kahuripan
58 Ajian Tapak Dewa Api
59 Tantangan dari Seorang Biksu
60 Melawan Biksu Tenzin Gyaltso ( bagian 1 )
61 Melawan Biksu Tenzin Gyaltso ( bagian 2 )
62 Masalah di Perbatasan
63 Malam Mencekam
64 Malam Mencekam ( bagian 2 )
65 Rajah Kala Cakra
66 Rencana Penyerbuan ke Lodaya
67 Maling
68 Saatnya Telah Tiba
69 Kepercayaan Diri Nyai Ratu Calon Arang
70 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 1 )
71 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 2 )
72 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 3 )
73 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 4 )
74 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 5 )
75 Tanah Perdikan Lodaya
76 Ki Ragahusada dan Nyai Kemangi
77 Mapanji Samarawijaya
78 Berburu
79 Dua Bidadari Lembah Kali Bogowonto
80 Kisruh Padepokan Padas Putih
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Iblis Gunung Andong
2
Pedang Naga Api melawan Cambuk Api Angin
3
Pertapaan Patakan
4
Adu Kesaktian
5
Mapanji Garasakan
6
Menyerbu Wilayah Kerajaan Wuratan
7
Perawan Pakuwon Babat
8
Menuju Utara
9
Tanpa Pertumpahan Darah
10
Penaklukan Wuratan ( bagian 1 )
11
Penaklukan Wuratan ( bagian 2 )
12
Penaklukan Wuratan ( bagian 3 )
13
Nyai Carang Aking
14
Perjanjian Keramat
15
Kerajaan Siluman Gunung Lawu
16
Bancak dan Doyok
17
Kerjasama
18
Keresahan Istana Lewa
19
Kawan Lama
20
Menggempur Lewa
21
Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 1 )
22
Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 2 )
23
Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 3 )
24
Tantangan dari Prabu Panuda
25
Akhir Hayat Prabu Panuda
26
Urusan Perempuan
27
Menyamar
28
Gerombolan Siluman Gadungan
29
Di Perbatasan Tanggulangin
30
Istana Tanggulangin
31
Tujuh Setan Pembunuh
32
Tujuh Setan Pembunuh ( bagian 2 )
33
Tujuh Setan Pembunuh ( bagian 3 )
34
Dua Pemuda dari Wanua Pulung
35
Masalah
36
Pilihan
37
Benteng Pertahanan Prajurit Wengker
38
Benteng Pertahanan Prajurit Wengker ( bagian 2 )
39
Benteng Pertahanan Prajurit Wengker ( bagian 3 )
40
Keputusan Prabu Wijayawarma
41
Sekutu
42
Ajian Pancasona
43
Kotaraja Wengker ( bagian 1 )
44
Kotaraja Wengker ( bagian 2 )
45
Kotaraja Wengker ( bagian 3 )
46
Kotaraja Wengker ( bagian 4 )
47
Kotaraja Wengker ( bagian 5 )
48
Biksu Dari Tibet
49
Tujuan Sebenarnya
50
Istri Ketiga
51
Desahan dari Kolam Pemandian Istana Kahuripan
52
Orang Misterius
53
Bidadari Penebar Maut
54
Bidadari Penebar Maut ( bagian 2 )
55
Diatas Langit Masih Ada Langit
56
Terompet Shangkya Panchajanya
57
Halaman Pendopo Agung Istana Kahuripan
58
Ajian Tapak Dewa Api
59
Tantangan dari Seorang Biksu
60
Melawan Biksu Tenzin Gyaltso ( bagian 1 )
61
Melawan Biksu Tenzin Gyaltso ( bagian 2 )
62
Masalah di Perbatasan
63
Malam Mencekam
64
Malam Mencekam ( bagian 2 )
65
Rajah Kala Cakra
66
Rencana Penyerbuan ke Lodaya
67
Maling
68
Saatnya Telah Tiba
69
Kepercayaan Diri Nyai Ratu Calon Arang
70
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 1 )
71
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 2 )
72
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 3 )
73
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 4 )
74
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 5 )
75
Tanah Perdikan Lodaya
76
Ki Ragahusada dan Nyai Kemangi
77
Mapanji Samarawijaya
78
Berburu
79
Dua Bidadari Lembah Kali Bogowonto
80
Kisruh Padepokan Padas Putih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!