Kerajaan Siluman Gunung Lawu

Usai berkata demikian, Mpu Barada segera merapal mantra Ajian Halimun. Begitu juga dengan Prabu Airlangga. Sebentar saja, mereka sudah menghilang dari pandangan mata semua orang yang ada di tempat itu, seiring dengan munculnya angin menyapu asap putih yang menutupi seluruh tubuh dua orang sakti ini.

Di lereng Gunung Lawu sebelah utara, terdapat sebuah hutan lebat yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan tinggi menjulang ke langit. Sinar matahari pun sulit untuk menembus tanah di bawah nya hingga tanah yang ada di bawahnya menjadi lembab dan penuh dengan lumut-lumutan juga pakis.

Pelbagai jenis hewan liar pun menjadi penghuni hutan lebat yang nampak jarang di jamah manusia ini. Kijang, celeng atau babi hutan, banteng dan monyet liar sepenuhnya menguasai hutan lebat ini. Hewan hewan lain seperti kelinci, kancil, beraneka macam burung-burung juga ular dan hewan lainnya juga menghuni hutan itu. Sesekali harimau terlihat melintasi kawasan hutan, menjadi pemangsa puncak yang ditakuti oleh para hewan buas maupun manusia.

Di balik sejuknya udara yang ada di kawasan hutan ini, tersimpan sesuatu yang menakutkan hingga manusia tidak berani untuk merambah hutan yang kaya akan sumber daya alam itu. Hutan ini adalah tempat yang menjadi wilayah sebuah kerajaan siluman yang sangat kondang di tanah Jawadwipa, Kerajaan Siluman Gunung Lawu. Inilah penyebab utama kenapa hutan yang kondang dengan sebutan Alas Larangan ini terkenal angker.

Namun tidak keseluruhan Alas Larangan tak bisa di masuki. Di sisi pojok tenggara, ada sebuah perkampungan silat yang punya nama besar di dunia persilatan Tanah Jawadwipa menempati pinggiran hutan ini. Istana Alas Larangan adalah tempat bagi sebuah perkumpulan pengikut setia Aliran Tantra Bhairawa di bawah pimpinan Pangeran Alas Larangan, seorang pendekar golongan hitam yang sakti mandraguna.

Konon kabarnya, pada malam hari tiba di Alas Larangan ini muncul suara suara aneh seperti anak kecil yang sedang menangis, riuhnya suara orang di pasar ataupun bau bau makanan yang mustahil ada di tempat ini. Jika ada orang yang sampai masuk ke dalam hutan angker ini, bisa di pastikan dia gak akan pernah keluar lagi untuk selamanya.

Di pinggir utara Alas Larangan, terdapat beberapa tumpukan batu yang berserakan tak karuan. Ada seorang lelaki tua yang setiap hari menjaga tempat itu. Orang orang biasa memanggilnya dengan sebutan Ki Bungkuk karena punggungnya yang bungkuk. Meskipun itu bukan nama aslinya, tapi dia tidak pernah marah di sebut demikian. Dia selalu membersihkan daun daun kering yang berguguran mengotori tempat itu. Meskipun sudah berusia lanjut, akan tetapi lelaki tua ini masih terlihat kuat dan selalu setia melakukan pekerjaan nya.

Bagi setiap orang, mungkin tempat ini hanyalah reruntuhan bangunan pemujaan saja karena ada dua arca dwarapala yang berdiri berjajar seolah-olah sedang menjaga tumpukan batu batu berlumut ini. Tapi sesungguhnya, di mata orang yang memiliki mata batin linuwih, tempat ini bukanlah tempat sembarangan.

Prabu Airlangga dan Mpu Barada tiba di tempat itu bersamaan dengan angin kencang yang tiba-tiba bertiup. Dari balik caping bambu nya yang sudah setengah hancur, Ki Bungkuk melirik ke arah mereka sebentar sebelum kembali meneruskan pekerjaan nya menyapu seluruh tempat ini.

"Dimana ini Guru? ", tanya Prabu Airlangga segera. Mpu Barada langsung memaklumi kebingungan anak didiknya yang memang belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di tempat-tempat seperti ini. Senyum tipis terukir di wajah Mpu Barada.

" Nanti Nakmas Prabu akan tahu sendiri. Ayo temani aku menemui penjaga nya", usai berkata demikian, Mpu Barada melangkah ke arah Ki Bungkuk. Prabu Airlangga segera mengikuti nya.

"Permisi Senopati Bagus Rajamala, aku ingin menemui Nyai Ratu Dewi Selasih. Mohon ijinkan aku untuk lewat.. ", ucap Mpu Barada dengan sopan.

Kakek tua itu tertegun sejenak mendengar ucapan Mpu Barada. Dia langsung menghentikan pekerjaan nya dan meletakkan sapu nya lalu berjalan mendekati Mpu Barada dan Prabu Airlangga.

" Sedikit sekali orang yang tahu tentang nama asli ku. Darimana kau tahu bahwa aku adalah Senopati Bagus Rajamala, pertapa tua? ", tanya Ki Bungkuk segera.

" Senopati Bagus Rajamala adalah seorang perwira tangguh dan tampan Kerajaan Medang Syailendra yang dikutuk menjadi bungkuk oleh Nararya Turukbali karena menolak untuk berselingkuh dengan nya. Dia juga di fitnah oleh permaisuri berhati iblis itu yang membuat nya diusir dari Istana Medang Syailendra sebelum peristiwa pralaya besar yang mengharuskan Maharaja Mpu Sindok memindahkan kerajaan ke wilayah timur Pulau Jawa. Setelah luntang-lantung tak tentu arah, Senopati Bagus Rajamala pun akhirnya memilih untuk menjaga pintu gerbang Kerajaan Siluman Gunung Lawu dengan imbalan keabadian sejati untuk melihat Kerajaan Medang yang dia tinggalkan.

Ada yang salah dengan perkataan ku? ", Mpu Barada tersenyum lebar setelah berbicara.

Hahahahahaha...

" Kau tak keliru, anak muda. Mata mu benar-benar tajam hingga sedikit pun tidak ada yang lewat. Aku sudah hidup ratusan tahun hanya ingin berjumpa dengan titisan Dewa Wisnu yang akan muncul di anak keturunan Mpu Sindok.

Haaaaahhhhh, sepertinya aku perlu menunggu lagi selama beberapa ratus tahun untuk bertemu dengan nya", Ki Bungkuk alias Senopati Bagus Rajamala menatap biru nya langit luas.

"Kau tak perlu menunggu lagi, Senopati Bagus Rajamala.. Orang yang kau tunggu sudah ada disini. Dia adalah Nakmas Prabu Airlangga, awatara Wisnu selanjutnya..", Mpu Barada menunjuk ke arah Prabu Airlangga. Ki Bungkuk pun melotot matanya setengah tak percaya.

" Jangan menipu ku, anak muda..

Meskipun penampilannya seperti seorang raja, tetapi aku tidak melihat tanda-tanda itu pada nya", terlihat keraguan di wajah tua Ki Bungkuk. Mendengar jawaban itu, Mpu Barada tersenyum simpul. Dia langsung komat-kamit membaca mantra lalu menepuk bahu kiri Prabu Airlangga dan sesuatu yang menakjubkan pun terjadi.

Cahaya kuning keemasan berpendar di seluruh tubuh Prabu Airlangga. Perlahan tapi pasti, wujud nya berubah menjadi sesosok agung berkulit biru dengan mahkota bertabur permata dan berdiri gagah di hadapan Senopati Bagus Rajamala. Melihat nya, Ki Bungkuk alias Senopati Bagus Rajamala pun langsung lemas kakinya dan berlutut di hadapan sosok agung ini.

"Om Namo Baghavadte Vasudevaya..

Om Namo Baghavadte Vasudevaya...

Sembah bhakti hamba yang hina, Dewa Yang Mulia. Terimalah sujud ku kepada mu", ucap Ki Bungkuk alias Senopati Bagus Rajamala sembari bersujud kepada sosok agung.

"Aku kembali untuk menentramkan dunia yang sedang kacau. Menegakkan kebenaran dan keadilan diatas bumi.

Kau menunggu kedatangan ku setelah sekian lama dan kini menemui ku, apa ada yang kau inginkan?", ujar sosok agung berkulit biru cerah ini segera.

" Hamba ingin sepenuhnya mengabdi pada Dewa Sejati, namun hamba sudah terlalu tua. Karena itu hamba ingin Yang Maha Perkasa mengijinkan keturunan hamba untuk menjadi pelindung kaki dan pengusap keringat bagi Yang Mulia.Mereka keturunan yang bodoh namun setia. Namun bisa diandalkan untuk mengikuti kemanapun Yang Mulia ikut. Mohon di kabulkan", pinta Ki Bungkuk alias Senopati Bagus Rajamala sepenuh hati.

"Karena kau hamba ku yang taat, maka aku tidak keberatan jika keturunan mu mengikuti badan kasar ku", ucap sosok agung itu bijaksana.

" Terimakasih atas karunia Yang Mulia. Akhirnya beban hati hamba bisa hilang dan hamba bisa tenang menerima garis takdir yang sudah di tetapkan", Ki Bungkuk menghormat pada sosok agung penjelmaan dari Dewa Wisnu itu. Sebentar kemudian, warna kulit biru terang ini memudar dan kembali menjadi Prabu Airlangga.

Tak jauh dari tempat itu, dua orang berjalan beriringan. Satu bertubuh gendut pendek memanggul setandan pisang matang dan satunya lagi bertubuh tinggi kurus dengan menyelipkan sebuah kapak bergagang pendek di pinggangnya. Mereka bergegas menuju ke arah Ki Bungkuk.

"Ini adalah dua keturunan hamba, Gusti Prabu..

Namanya Bancak dan Doyok. Mohon Yang Mulia menerima mereka sebagai abdi", Ki Bungkuk memperkenalkan dua orang berpenampilan aneh itu segera. Prabu Airlangga mengangguk mengerti.

" Nah Le Cah Bagus anak ku Bancak dan Doyok. Ini Sinuwun Prabu Airlangga, Raja Medang. Kelak kalian harus patuh dan setia pada beliau. Romo sudah cukup mengasuh kalian berdua. Sudah waktunya kalian untuk melihat dunia luar ", ujar Ki Bungkuk sembari berkaca-kaca matanya.

" Lha lantas Romo nanti sama siapa kalau saya dan Kakang Doyok pergi?", tanya Bancak yang bertubuh gemuk pendek dengan polosnya.

"Romo sudah cukup puas melihat perubahan waktu. Sekarang giliran kalian yang menjadi punakawan untuk ksatria penentram jagad.

Ikuti Gusti Prabu Airlangga, patuh kepada nya dan jangan kecewakan Romo.

Sinuwun Prabu Airlangga, waktu saya sudah semakin sedikit. Mohon Sinuwun Prabu Airlangga tidak ingkar janji. Sebelum saya kembali ke sisi Hyang Tunggal, ijinkan hamba membuka pintu gerbang ke Kerajaan Siluman Gunung Lawu sebagai penghormatan terakhir untuk Sinuwun ", ujar Ki Bungkuk segera.

" Aku mengerti, Senopati Bagus Rajamala.. ", Prabu Airlangga mengangguk cepat.

Mendapatkan persetujuan ini, Ki Bungkuk segera mengibaskan tangannya. Tiba-tiba diantara arca dwarapala itu, muncul sebuah jalan raya menuju ke kota yang ramai. Inilah jalan menuju Kerajaan Siluman Gunung Lawu.

" Silahkan masuk Sinuwun Prabu Airlangga. Hamba akan menunggu Gusti Prabu kembali. Saat itulah waktu terakhir hamba melihat dunia ini", ucap Ki Bungkuk segera.

Prabu Airlangga dan Mpu Barada bersama dengan Bancak dan Doyok pun segera melangkah maju ke arah jalan raya menuju ke Istana Siluman Gunung Lawu.

Ki Bungkuk terus menatap ke arah mereka hingga tak terlihat lagi, di telan keriuhan kota siluman. Lelaki tua itu tersenyum dan berkata,

"Kerajaan Medang akan kembali menemukan kejayaannya.. "

Terpopuler

Comments

andymartyn

andymartyn

turukbali itu opo

2024-05-28

2

andymartyn

andymartyn

doyok biasanya pasangan ama kadir

2024-05-28

1

Esther M

Esther M

sehat2 kang Ebez....lanjutannya kok ngilang tetap ditungguuu....

2024-05-27

2

lihat semua
Episodes
1 Iblis Gunung Andong
2 Pedang Naga Api melawan Cambuk Api Angin
3 Pertapaan Patakan
4 Adu Kesaktian
5 Mapanji Garasakan
6 Menyerbu Wilayah Kerajaan Wuratan
7 Perawan Pakuwon Babat
8 Menuju Utara
9 Tanpa Pertumpahan Darah
10 Penaklukan Wuratan ( bagian 1 )
11 Penaklukan Wuratan ( bagian 2 )
12 Penaklukan Wuratan ( bagian 3 )
13 Nyai Carang Aking
14 Perjanjian Keramat
15 Kerajaan Siluman Gunung Lawu
16 Bancak dan Doyok
17 Kerjasama
18 Keresahan Istana Lewa
19 Kawan Lama
20 Menggempur Lewa
21 Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 1 )
22 Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 2 )
23 Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 3 )
24 Tantangan dari Prabu Panuda
25 Akhir Hayat Prabu Panuda
26 Urusan Perempuan
27 Menyamar
28 Gerombolan Siluman Gadungan
29 Di Perbatasan Tanggulangin
30 Istana Tanggulangin
31 Tujuh Setan Pembunuh
32 Tujuh Setan Pembunuh ( bagian 2 )
33 Tujuh Setan Pembunuh ( bagian 3 )
34 Dua Pemuda dari Wanua Pulung
35 Masalah
36 Pilihan
37 Benteng Pertahanan Prajurit Wengker
38 Benteng Pertahanan Prajurit Wengker ( bagian 2 )
39 Benteng Pertahanan Prajurit Wengker ( bagian 3 )
40 Keputusan Prabu Wijayawarma
41 Sekutu
42 Ajian Pancasona
43 Kotaraja Wengker ( bagian 1 )
44 Kotaraja Wengker ( bagian 2 )
45 Kotaraja Wengker ( bagian 3 )
46 Kotaraja Wengker ( bagian 4 )
47 Kotaraja Wengker ( bagian 5 )
48 Biksu Dari Tibet
49 Tujuan Sebenarnya
50 Istri Ketiga
51 Desahan dari Kolam Pemandian Istana Kahuripan
52 Orang Misterius
53 Bidadari Penebar Maut
54 Bidadari Penebar Maut ( bagian 2 )
55 Diatas Langit Masih Ada Langit
56 Terompet Shangkya Panchajanya
57 Halaman Pendopo Agung Istana Kahuripan
58 Ajian Tapak Dewa Api
59 Tantangan dari Seorang Biksu
60 Melawan Biksu Tenzin Gyaltso ( bagian 1 )
61 Melawan Biksu Tenzin Gyaltso ( bagian 2 )
62 Masalah di Perbatasan
63 Malam Mencekam
64 Malam Mencekam ( bagian 2 )
65 Rajah Kala Cakra
66 Rencana Penyerbuan ke Lodaya
67 Maling
68 Saatnya Telah Tiba
69 Kepercayaan Diri Nyai Ratu Calon Arang
70 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 1 )
71 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 2 )
72 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 3 )
73 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 4 )
74 Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 5 )
75 Tanah Perdikan Lodaya
76 Ki Ragahusada dan Nyai Kemangi
77 Mapanji Samarawijaya
78 Berburu
79 Dua Bidadari Lembah Kali Bogowonto
80 Kisruh Padepokan Padas Putih
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Iblis Gunung Andong
2
Pedang Naga Api melawan Cambuk Api Angin
3
Pertapaan Patakan
4
Adu Kesaktian
5
Mapanji Garasakan
6
Menyerbu Wilayah Kerajaan Wuratan
7
Perawan Pakuwon Babat
8
Menuju Utara
9
Tanpa Pertumpahan Darah
10
Penaklukan Wuratan ( bagian 1 )
11
Penaklukan Wuratan ( bagian 2 )
12
Penaklukan Wuratan ( bagian 3 )
13
Nyai Carang Aking
14
Perjanjian Keramat
15
Kerajaan Siluman Gunung Lawu
16
Bancak dan Doyok
17
Kerjasama
18
Keresahan Istana Lewa
19
Kawan Lama
20
Menggempur Lewa
21
Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 1 )
22
Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 2 )
23
Pertempuran di Bekas Kotaraja ( bagian 3 )
24
Tantangan dari Prabu Panuda
25
Akhir Hayat Prabu Panuda
26
Urusan Perempuan
27
Menyamar
28
Gerombolan Siluman Gadungan
29
Di Perbatasan Tanggulangin
30
Istana Tanggulangin
31
Tujuh Setan Pembunuh
32
Tujuh Setan Pembunuh ( bagian 2 )
33
Tujuh Setan Pembunuh ( bagian 3 )
34
Dua Pemuda dari Wanua Pulung
35
Masalah
36
Pilihan
37
Benteng Pertahanan Prajurit Wengker
38
Benteng Pertahanan Prajurit Wengker ( bagian 2 )
39
Benteng Pertahanan Prajurit Wengker ( bagian 3 )
40
Keputusan Prabu Wijayawarma
41
Sekutu
42
Ajian Pancasona
43
Kotaraja Wengker ( bagian 1 )
44
Kotaraja Wengker ( bagian 2 )
45
Kotaraja Wengker ( bagian 3 )
46
Kotaraja Wengker ( bagian 4 )
47
Kotaraja Wengker ( bagian 5 )
48
Biksu Dari Tibet
49
Tujuan Sebenarnya
50
Istri Ketiga
51
Desahan dari Kolam Pemandian Istana Kahuripan
52
Orang Misterius
53
Bidadari Penebar Maut
54
Bidadari Penebar Maut ( bagian 2 )
55
Diatas Langit Masih Ada Langit
56
Terompet Shangkya Panchajanya
57
Halaman Pendopo Agung Istana Kahuripan
58
Ajian Tapak Dewa Api
59
Tantangan dari Seorang Biksu
60
Melawan Biksu Tenzin Gyaltso ( bagian 1 )
61
Melawan Biksu Tenzin Gyaltso ( bagian 2 )
62
Masalah di Perbatasan
63
Malam Mencekam
64
Malam Mencekam ( bagian 2 )
65
Rajah Kala Cakra
66
Rencana Penyerbuan ke Lodaya
67
Maling
68
Saatnya Telah Tiba
69
Kepercayaan Diri Nyai Ratu Calon Arang
70
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 1 )
71
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 2 )
72
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 3 )
73
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 4 )
74
Perang Kedua Medang - Lodaya ( bagian 5 )
75
Tanah Perdikan Lodaya
76
Ki Ragahusada dan Nyai Kemangi
77
Mapanji Samarawijaya
78
Berburu
79
Dua Bidadari Lembah Kali Bogowonto
80
Kisruh Padepokan Padas Putih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!