NovelToon NovelToon

AIRLANGGA 2 Dewaraja Ring Medang

Iblis Gunung Andong

Api berkobar-kobar membumbung tinggi melalap bangunan bangunan di pinggiran Kotaraja Wuwatan Mas. Bunyi derak keras bangunan yang roboh berulang kali terdengar di telinga seorang lelaki berusia sekitar 2 setengah dasawarsa yang mengenakan pakaian kebesaran seorang raja. Ibukota Kerajaan Medang itu benar-benar hancur.

Tangan sang lelaki berpakaian bangsawan mengepal erat. Seolah ingin meremas pelaku pengrusakan itu hingga hancur berkeping-keping. Perlahan tapi pasti, aura biru keemasan muncul di tubuh sang lelaki. Seorang lelaki sepuh yang ada di dekatnya, sesaat terkejut melihat munculnya aura biru keemasan ini tapi dia langsung memegang pundak sang lelaki berpakaian raja.

"Tahan amarah mu, Nakmas Prabu...

Yang terpenting sekarang adalah mencari tahu keberadaan anak istri mu. Jika mereka masih selamat, maka terserah pada mu mau pakai cara apa untuk membalas pengrusakan ini", ucap lelaki sepuh berpakaian putih dengan janggut panjang yang mulai ditumbuhi uban itu berusaha menenangkan hati sang lelaki berpakaian raja.

Ya, dia adalah Prabu Airlangga, penguasa Kerajaan Medang. Raja muda yang diangkat oleh rakyat untuk memimpin kembali Kerajaan Medang yang telah terpecah belah karena serangan Aji Wurawari, penguasa daerah Lwaram dengan bantuan dari Kerajaan Sriwijaya.

Selama hampir 6 tahun ini, dia berhasil membangun Kerajaan Medang meskipun hanya sebagian kecil dari wilayah semula, menjadi daerah yang makmur. Kehidupan rakyat meningkat baik, kesejahteraan pun dirasakan oleh semua warga.

Dia meningkatkan hasil pertanian dengan banyak membangun saluran air, bendungan maupun petirtaan. Selain itu dia juga membangun jalan penghubung antara wilayah wilayah kekuasaannya untuk mempermudah segala urusan. Gelang-gelang, Seloageng, Hujung Galuh, Kanjuruhan dan Pasuruhan menjadi daerah makmur dalam waktu yang singkat.

Dan ia juga telah berhasil mengalahkan pasukan Tanggulangin dan memecah bekas kerajaan kecil ini menjadi 2 kadipaten bawahannya dengan nama Tanggulangin dan Karang Anom. Perlahan, daerah daerah ini mulai menyusul menikmati kemakmuran di bawah pemerintahan Prabu Airlangga.

Namun semuanya harus hancur dengan serangan mendadak dari pasukan misterius dari Tanah Perdikan Lodaya di bawah pimpinan Ratu Lodaya Nyai Calon Arang. Dengan kemampuan ilmu pengiwa ( ilmu hitam ) nya yang luar biasa, Kotaraja Wuwatan Mas hancur berantakan.

Perlahan, aura biru keemasan itu memudar dan menghilang seiring meredanya murka dari sang raja muda. Dia menoleh ke arah sosok lelaki sepuh berpakaian seperti pertapa itu segera.

"Guru benar..

Aku harus menemukan anak istri ku sebelum membalas perbuatan Ratu Lodaya ini. Mari guru kita bertindak", Prabu Airlangga menjejak tanah dengan keras lalu seketika tubuhnya melenting tinggi di udara. Lelaki sepuh berpakaian seperti pertapa yang tak lain adalah Maharesi Mpu Barada itu langsung menyusul kemudian.

Dari atas, mereka berdua melihat seluruh Kotaraja Wuwatan Mas yang hancur porak-poranda. Dari dalam kota, masih terlihat beberapa prajurit Tanah Perdikan Lodaya maupun para makhluk gaib ciptaan Nyai Ratu Calon Arang berkeliaran.

Saat melihat ke arah utara, Maharesi Mpu Barada melihat kilauan yang sepertinya merupakan pantulan dari emas dari tanda kehormatan seorang punggawa kerajaan.

"Nakmas Prabu, kita kesana.. ", Prabu Airlangga langsung menunjuk ke arah yang ditunjukkan oleh guru nya. Tanpa menunggu lama, keduanya melesat ke arah itu.

Jlleeeeeegggggh jlleeeeeegggggh!!

Sekumpulan prajurit Medang yang sedang ngos-ngosan mengatur nafas setelah berhasil kabur dari serbuan pasukan Tanah Perdikan Lodaya, kaget setengah mati kala mendengar suara jatuh dekat tempat mereka beristirahat. Mereka langsung menoleh ke sumber suara dan melihat kemunculan Prabu Airlangga dan Maharesi Mpu Barada.

Tentu saja mereka mengenali raja mereka dan sang pimpinan prajurit, Senopati Mapanji Tumanggala langsung bergegas mendekati mereka berdua. Langsung tanpa diperintah, Senopati Mapanji Tumanggala bersama para prajurit Medang langsung berjongkok dan menyembah pada sang raja.

"Senopati Mapanji Tumanggala, kau disini?", tanya Prabu Airlangga segera.

" Mohon ampun beribu ampun Gusti Prabu...

Hamba gagal mempertahankan Kotaraja Wuwatan Mas dari serangan musuh. Mohon Gusti Prabu jatuhkan hukuman mati untuk hamba ", jawab Senopati Mapanji Tumanggala sembari menghormat.

" Ceritakan pada ku, apa yang telah terjadi Senopati? Jangan satupun ada yang terlewati.. ", begitu perintah Prabu Airlangga terdengar, Senopati Mapanji Tumanggala segera menceritakan kisah kehancuran Kotaraja Wuwatan Mas.

Prabu Airlangga dan Maharesi Mpu Barada mendengarkan cerita itu dengan seksama. Meskipun kadang sang raja terlihat geram menahan marah, tapi penguasa Kerajaan Medang ini tetap berusaha keras untuk tenang.

"Lantas kemana anak istri ku sekarang Senopati? ", tanya Prabu Airlangga kemudian.

" Gusti Mapatih Mpu Narotama bersama para prajurit pengawal keluarga istana mengawal Gusti Ratu Galuh Sekar, Gusti Putri Sanggramawijaya Tunggadewi dan Gusti Selir Dewi Citrawati mengungsi ke arah Utara. Hamba tidak tahu kemana tujuan pasti mereka ", lapor Senopati Mapanji Tumanggala segera.

" Kita cari mereka sampai ketemu. Kita tidak boleh membiarkan anak istri ku terlantar karena kecerobohan ku.

Kalian para prajurit Medang, menyebarlah! Kumpulkan para saudara saudara kita yang masih hidup. Aku menunggu kalian di Alas Trenggulun", titah Prabu Airlangga segera. Kelima belas orang prajurit Medang yang setia mengawal Senopati Mapanji Tumanggala ini pun langsung menghormat sebelum bergegas melaksanakan tugas dari sang raja.

Setelah mereka pergi, ditemani oleh Senopati Mapanji Tumanggala dan Maharesi Mpu Barada, Prabu Airlangga melakukan perjalanan pencarian keberadaan Ratu Galuh Sekar dan sanak keluarga nya yang lain. Mereka bergegas menuju ke arah Utara sesuai dengan petunjuk dari Senopati Mapanji Tumanggala sebelum nya.

****

"Kita sudah cukup jauh dari Kotaraja Wuwatan Mas, Mapatih Mpu Narotama. Apa kita akan meneruskan perjalanan lagi? ", tanya Ratu Galuh Sekar pada Mapatih Mpu Narotama saat mereka menghentikan perjalanan

" Ada sebuah tempat yang bisa dijadikan tempat untuk berlindung sementara waktu, Gusti Ratu...

Di balik hutan ini, ada sebuah pertapaan kecil tapi tak seorang pun berani untuk mengacau disana. Kita akan menuju kesana", ucap Mapatih Mpu Narotama kemudian. Segera setelah itu, rombongan keluarga Istana Wuwatan Mas bergerak kesana.

Sebuah pertapaan kecil yang berpagar kayu jati gelondongan setinggi 1 tombak nampak dari kejauhan. Rombongan besar Istana Wuwatan Mas pun segera mendekati pintu gerbang. Melihat pakaian yang dikenakan oleh orang yang datang, penjaga gerbang Pertapaan Patakan segera membuka pintu gerbang.

Seorang lelaki sepuh dengan pakaian pertapa yang sedang asyik membaca helaian daun lontar bertuliskan ilmu pengetahuan, langsung bangkit dari tempat duduknya kala ia melihat kedatangan rombongan yang berjumlah sekitar 200 orang ini. Dua orang lelaki dengan pakaian serupa segera mengikuti nya.

"Namo Buddhaya...

Gusti Mapatih Mpu Narotama, angin apa yang membawa mu kemari? ", sambut lelaki sepuh itu sembari menghormat.

" Wiku Sanata Dharma..

Kedatangan ku kali ini adalah untuk meminta bantuan agar kami bisa berlindung di Pertapaan Patakan sementara waktu. Saat ini Kerajaan Medang sedang kacau balau karena serangan ratu wanita jahat dari Lodaya. Mohon Wiku bersedia untuk menerima kami", balas Mapatih Narotama segera.

"Semua yang terjadi di kehidupan adalah karma. Gusti Prabu Airlangga sangat baik terhadap kami, sudah sepantasnya kami berbakti pada raja yang bijaksana seperti dia.Silahkan Gusti Mapatih, tempat ini adalah wilayah Kerajaan Medang yang paling barat, selayaknya juga menjadi tempat untuk keluarga Istana Wuwatan Mas", ucap Wiku Sanata Dharma sembari membungkuk hormat.

Sambutan hangat dari Wiku Sanata Dharma dan para penghuni Pertapaan Patakan membuat lega seluruh keluarga besar Istana Wuwatan Mas. Usai mengatur penempatan para anggota keluarga Kerajaan Medang, Mapatih Mpu Narotama bergegas memerintahkan kepada Tumenggung Renggopati untuk menjaga keamanan di tempat itu. Sedangkan dia sendiri bersama beberapa orang prajurit pilihan segera meninggalkan tempat itu untuk kembali ke Kotaraja Wuwatan Mas. Tujuan nya hanya satu, mengumpulkan sisa-sisa pasukan Medang untuk membalas kekalahan mereka.

Dari Patakan, mereka bergerak cepat ke arah timur. Setibanya di Wanua Mantup, mereka berbelok ke selatan menuju ke arah Sungai Kapulungan.

Menjelang malam hari tiba, mereka sampai di tepi Sungai Kapulungan. Karena tidak menemukan tempat untuk bermalam, terpaksa rombongan Mapatih Mpu Narotama bermalam di tepi sungai. Beberapa orang prajurit sibuk menata tempat, sedangkan lainnya menyiapkan api unggun untuk menghangatkan badan dari dinginnya udara malam.

Beberapa orang prajurit bergiliran jaga hingga pagi menjelang tiba. Begitu semua bangun tidur, mereka langsung mencuci muka di tepian sungai. Setelah membereskan barang bawaan nya, rombongan Mapatih Mpu Narotama segera bersiap untuk melanjutkan perjalanan.

Namun, hal itu mereka urungkan karena dari kejauhan terdengar suara derap langkah kaki kuda mendekat. Saat sosok mereka terlihat, para prajurit Medang pun segera waspada.

Dua orang berpakaian serba hitam dengan puluhan anak buah mengekor di belakangnya menunggangi kuda terlihat bergerak mendekati tempat Mapatih Mpu Narotama dan para prajurit Medang. Salah satu diantaranya adalah perempuan.

"Para cecunguk Kedaton Wuwatan Mas..

Aku akan membunuh kalian!!"

Perempuan cantik berusia sekitar 3 dasawarsa berpakaian serba hitam ini langsung mengembor keras lalu bmenepak punggung kuda nya dan melesat cepat mendahului nya sambil melepaskan pukulan.

Gelombang cahaya merah kehitaman dengan hawa dingin diikuti angin kencang menderu ke arah para prajurit Medang di bawah pimpinan Mapatih Mpu Narotama.

Melihat hal itu, Parahita yang ikut dalam rombongan ini langsung bertindak dengan menggunakan Ajian Tapak Naga Suci nya. Cahaya biru kehijauan bergulung-gulung menderu kencang menebarkan hawa panas langsung memapak cahaya merah kehitaman dari perempuan berbaju hitam.

Blllaaaaaaaaammmmmmm!!!

Ledakan keras mengguncang wilayah seputar bantaran utara Sungai Kapulungan. Membuat burung-burung beterbangan ke segala arah. Dua pemilik ilmu kanuragan terpental ke arah yang berlawanan sambil memuntahkan darah segar.

"Parahita, kau baik-baik saja?", tanya Mapatih Mpu Narotama usai melihat perempuan cantik itu memuntahkan darah segar. Parahita cepat menganggukkan kepalanya.

" Saya baik-baik saja , Gusti Mapatih.. "

Mendengar jawaban itu, Mapatih Narotama segera mengangguk mengerti. Dia cepat mengalihkan perhatiannya pada kelompok berpakaian hitam yang cepat melompat turun dari kuda-kuda mereka.

"Siapa kalian? Mau apa kemari?", tanya cepat Mapatih Mpu Narotama segera.

Seorang lelaki bertubuh gempal dengan sebuah luka memanjang di pipi kanan, mendengus keras mendengar pertanyaan Mapatih Mpu Narotama. Dia langsung mengacungkan sebuah cambuk berwarna merah ke arah warangka praja Medang ini sambil berkata,

"Aku Iblis Gunung Andong...

Datang kemari untuk membunuh mu!! "

Pedang Naga Api melawan Cambuk Api Angin

"Kami tidak pernah berurusan dengan Padepokan Gunung Andong sebelumnya. Tapi jika kalian ingin menjajal kemampuan dari para prajurit Medang, sejengkal pun kami tidak akan mundur!", ucap Mapatih Mpu Narotama dengan tenang.

" Sudah mau mampus masih banyak bicara!

Anak murid Padepokan Gunung Andong, bunuh mereka semua!!", teriak lelaki bersenjata cambuk merah ini lantang.

Tanpa menunggu diperintah dua kali, 10 murid Padepokan Gunung Andong mencabut senjata mereka masing-masing. Sebuah senjata aneh seperti sebuah kail pancing sebesar jempol tangan dengan tali tambang sepanjang 4 depa langsung melesat ke arah Mapatih Mpu Narotama dan para pengikutnya.

Shhhrrreeeeeeeeettthh shhhrrreeeeeeeeettthh!!

Tanpa ragu lagi, Mapatih Mpu Narotama melompat ke udara menghindari lemparan senjata. Sedangkan Parahita langsung melompat mundur sambil menghantamkan telapak tangan kanannya ke arah mereka.

Whhhhuuuuuuuuuugghhh!

Gelombang cahaya biru kehijauan kembali menerabas cepat ke arah ke sepuluh anak buah Iblis Gunung Andong. Hal ini membuat perempuan berbaju hitam yang merupakan pasangan dari Iblis Gunung Andong yakni Dewi Krepi langsung melompat menghadang serangan Parahita dengan tangan yang berselimut cahaya merah kehitaman.

Blllaaaaaaaaammmmmmm!!

Ledakan dahsyat kembali mengguncang seputar bantaran Sungai Kapulungan. Kali ini suaranya lebih keras hingga dalam jarak 300 tombak pun masih terdengar.

Dua orang lelaki berkuda hampir saja jatuh dari pelana kuda mereka masing-masing karena kuda tunggangan mereka mendadak berhenti karena bunyi ledakan keras itu. Untung nya mereka cepat menguasai keadaan dan kembali duduk di atas kuda meskipun harus berhenti.

"Sepertinya ada yang sedang bertarung. Bunyi ledakan Ajian Cadas Ngampar ini berasal dari sana. Ayo kita lihat.. ", usai menunjuk arah barat, si lelaki berkuda itu cepat memacu kuda tunggangan nya ke arah yang ia maksud. Lelaki satunya hanya mengangguk mengerti dan lekas mengikuti langkah si lelaki yang berkuda lebih dulu.

Whhuuuuttth whhuuuuttth..

Plllaaaaaaaakkkk dhhaaaaassshhhh!

Blllaaaaaaaaaarrrrrr!!!

Dewi Krepi tersurut mundur usai beradu telapak tangan dengan Parahita. Perempuan paruh baya berbaju hitam itu mampu bertarung seimbang dengan Parahita tapi sepertinya ilmu silat Parahita ajaran Maharesi Amongraga berada di atas sang bekel prajurit Kerajaan Medang.

Sembari mendengus keras, Dewi Krepi cepat melesat kembali ke arah Parahita. Kali ini dia terpaksa mencabut senjata andalannya yang berbentuk trisula pendek. Dia langsung mengayunkan senjata nya ke arah lambung Parahita.

Shhhrrreeeeeeeeettthh!

Telapak tangan kanan Parahita langsung berputar cepat, menepak punggung tangan Dewi Krepi. Lalu dengan cepat membentuk semacam paruh burung elang dan mematuk pangkal lengan Dewi Krepi. Kejutan cepat ini seketika membuat Dewi Krepi tanpa sadar melepaskan genggaman tangan nya pada gagang trisula.

Akibatnya, trisula itu lepas dari pegangan tangan perempuan paruh baya ini. Parahita cepat menendang gagang trisula itu yang langsung melesat ke arah punggung salah anak buah Iblis Gunung Andong.

Chhhrreeeeeeeeepppph..

Aaaauuuuuuuuuggggghhhh!!

Pria bernasib naas ini seketika jatuh terjungkal bersimbah darah. Dia tewas dengan trisula menusuk punggung tembus dada.

Sementara itu, begitu berhasil mematahkan serangan lawan, Parahita memutar tubuhnya dan melesakkan dengkulan keras pada perut Dewi Krepi. Akibatnya, pasangan Bermana alias Iblis Gunung Andong itu terpelanting ke belakang dan menghantam tanah dengan keras sambil memuntahkan darah segar.

Melihat pasangan nya di jatuhkan oleh Parahita, Bermana sang Iblis Gunung Andong meloloskan cambuk berwarna merah di punggungnya. Dia langsung menyalurkan tenaga dalam nya pada cambuk di tangannya. Seketika muncul api pada cambuk di tangan kanannya itu.

Rupanya Iblis Gunung Andong memegang salah satu dari tujuh pusaka pemuncak di dunia persilatan yang bernama Cambuk Api Angin. Cambuk pusaka ini mampu meleburkan apapun yang terkena sabetan nya dengan api yang ada pada helai cambuk juga menciptakan angin panas dari putaran-putaran nya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum yang diketahui oleh seluruh pendekar dunia persilatan.

"Parahita, hati-hati dengan cambuk berapi itu! Jangan sampai kau kena sabetan nya! Berbahaya..!! ", teriak Mapatih Mpu Narotama lantang di sela-sela pertarungan nya melawan para anak buah Iblis Gunung Andong.

Parahita mengangguk cepat, mengerti akan bahaya yang kini mengancam jiwa nya.

Segera setelah Cambuk Api Angin sempurna mengeluarkan api, Bermana si Iblis Gunung Andong langsung melecut Cambuk Api Angin ke arah Parahita.

Cetttaaaaaaaaarrrrrrr!!!

Gelombang panas menderu kencang mengikuti pecutan cambuk berapi. Parahita dengan gesit menghindari serangan itu dengan melompat tinggi ke udara dan mendarat satu tombak jauhnya dari tempat berdirinya semula.

Seorang prajurit Medang yang sedang berada di belakang tempat Parahita langsung menjadi korban dari serangan Si Iblis Gunung Andong. Tubuh nya langsung terbakar usai ujung Cambuk Api Angin mengenai punggungnya. Dia tewas seketika.

Melihat hal itu, Parahita mendengus keras sedangkan Bermana si Iblis Gunung Andong menyeringai lebar seraya menarik ujung cambuk berapi miliknya.

"Hehehehe.. Perempuan cantik, kau sudah melihat keampuhan senjata pusaka ku bukan?...

Menyerahlah! Maka aku akan mengampuni nyawa mu dengan syarat kau menjadi gundik ku.. ", senyum cabul tersungging di bibir Bermana si Iblis Gunung Andong.

Phhuuuuuiiiiiiihhhhhhh!!

" Tua bangka tak tahu diri! Apa kau pikir semua perempuan doyan dengan tubuh bau tanah mu hah? Sudah mau mampus masih juga ingin daun muda... ", hina Parahita segera. Geram dengan hinaan itu, Bermana menggembor murka.

" Dasar tak tahu diuntung!

Akan ku buat mulut tajam mu itu hangus di ujung Cambuk Api Angin ku!! ", usai berkata demikian, Bermana langsung melompat ke arah Parahita dan kembali melecut cambuk berapi nya ke arah gadis cantik itu.

Whhuuuuttth whhuuuuttth whhuuuuttth..

Blllaaaaaaaaaarrrrrr blllaaaaaaaaaarrrrrr Bllaaaaaaaaaammmmmmmm!!!!

Bermana si Iblis Gunung Andong terus mengamuk memburu Parahita saking marahnya karena ejekan perempuan cantik itu. Akibatnya Parahita harus berjumpalitan kesana kemari menghindari serangan salah satu dedengkot pendekar golongan hitam itu. Bajunya penuh dengan keringat, nafasnya juga ngos-ngosan karena sudah banyak mengeluarkan tenaga.

Serangan tak henti-hentinya dari Bermana si Iblis Gunung Andong membuat kelincahan Parahita lama-kelamaan semakin berkurang. Setelah berhasil menghindari serangan Bermana si Iblis Gunung Andong untuk kesekian kalinya, Parahita yang hendak bergerak tersandung akar pohon hingga dia jatuh.

Tak menyia-nyiakan kesempatan ini, Bermana si Iblis Gunung Andong langsung melecut Cambuk Api Angin ke arah Parahita.

Shhhrrreeeeeeeeettthh!

Saat yang kritis ini, sesosok bayangan melesat cepat sambil mengayunkan pedang berpamor merah menangkis lecutan Cambuk Api Angin.

Thhhrrrrrraaaaaaaaaannngggg!!

Dhhhuuuuuuuuuaaaaaaaaarrrrrr..!!!

Gelombang kejut besar tercipta dari benturan dua senjata. Bermana si Iblis Gunung Andong tersurut mundur beberapa tombak ke belakang. Dia langsung menunjuk ke arah sosok yang berdiri gagah di depan Parahita.

"Siapa kau bajingan? Kenapa kau ikut campur urusan ku hah?!", bentak Bermana penuh murka. Belum sempat sosok itu menjawab, Parahita langsung mengenalinya.

" G-gusti Prabu Airlangga??!! ...

Terimakasih telah menyelamatkan saya", ucap Parahita sembari menghormat. Tentu saja Bermana si Iblis Gunung Andong terkejut mendengar Parahita menyebut nama Prabu Airlangga. Akan tetapi ia langsung menyeringai lebar penuh kelicikan.

"Jadi kau Prabu Airlangga? Hahahaha, Jagad Dewa Batara benar-benar berpihak pada ku. Aku Iblis Gunung Andong tidak perlu capek-capek ke Wuwatan Mas, orang yang ku cari sudah datang mengantar nyawa.

Prabu Airlangga, bersiaplah untuk mati! ", teriak kencang Bermana si Iblis Gunung Andong sembari bersiap menyerang.

" Tunggu dulu Kisanak!

Aku tidak pernah kenal dengan mu atau pun pernah menyinggung mu. Ada urusan apa kau ingin membunuh ku?", tanya Prabu Airlangga segera.

"Huhh, kita memang tidak ada silang sengketa sebelum nya. Tapi kau sudah membunuh adik seperguruan ku, Sepasang Iblis Abu-abu. Itu sudah cukup menjadi alasan untuk membunuh mu.

Di tambah lagi, ada satu peti kepeng emas dari Gusti Prabu Wisnuprabhawa yang dikirim pada ku sebagai upah untuk kepala mu. Maka satu dayung dua pulau terlampaui hahahaha..", tawa lepas terdengar dari mulut Bermana si Iblis Gunung Andong.

"Rupanya cecunguk tengik suruhan Prabu Wisnuprabhawa.

Majulah pembunuh bayaran. Biar ku lihat sejauh mana kemampuan dari mulut besar mu", Prabu Airlangga menggerakkan jemari tangan kiri nya sebagai isyarat pada Bermana si Iblis Gunung Andong untuk maju.

"Dasar sombong!! Akan ku buat kau jadi kambing gosong!! ", usai menggembor buas, Bermana langsung menerjang ke arah Prabu Airlangga. Pertarungan sengit antara pemegang senjata pemuncak pusaka dunia persilatan ini pun segera terjadi.

Whhuuuuttth whhuuuuttth whhuuuuttth..

Dhhaaaaassshhhh dhhaaaaassshhhh..

Blllaaaaaaaaaarrrrrr..!!

Ketangguhan kedua pemegang pusaka ini memang bukan main-main. Masing-masing mengeluarkan ilmu beladiri tingkat tinggi untuk mengalahkan lawan, namun lawannya juga bukan pendekar kacangan yang gampang di kalahkan.

Puluhan jurus berlalu dengan cepat. Hampir seratus jurus telah di lalui tapi Si Iblis Gunung Andong belum juga mampu mendaratkan satu pukulan pun di badan Prabu Airlangga. Sebaliknya Maharaja Medang ini sudah berhasil melayangkan beberapa kepalan tangan dan tendangan keras ke tubuh Bermana. Darah segar pun sudah meleleh di sudut mulut lelaki bertubuh gempal ini.

'Kurang ajar Si Airlangga. Dia benar-benar raja yang berilmu tinggi. Aku terpaksa harus menggunakan ilmu pamungkas ku jika tidak ingin mati konyol', batin Bermana.

Segera Bermana si Iblis Gunung Andong mengerahkan seluruh tenaga dalamnya pada Cambuk Api Angin. Kobaran api pada helai cambuk membesar dan semakin panas. Rupanya dia ingin mengerahkan Ajian Api Neraka yang menjadi ilmu pamungkasnya.

Melihat itu, Prabu Airlangga pun tak tinggal diam. Cahaya merah di Pedang Naga Api pun semakin menyilaukan mata seiring disalurkan nya tenaga dalam milik Sang Maharaja Medang. Hawa panas pun semakin terasa membuat gerah semua orang. Semuanya segera menjauh dari tempat pertarungan Prabu Airlangga dan Bermana si Iblis Gunung Andong.

Baik Prabu Airlangga maupun Bermana si Iblis Gunung Andong langsung melompat ke arah lawan sembari mengayunkan senjata mereka masing-masing dan....

Dhhhuuuuuuuuuaaaaaaaaarrrrrr!!!

Pertapaan Patakan

Ledakan dahsyat terdengar kembali. Burung-burung semakin ketakutan karena suara ledakan keras yang kembali menggelegar. Hewan-hewan buas yang ada pun tak kalah paniknya dengan cepat bersembunyi di sarang mereka masing-masing.

Tubuh Bermana si Iblis Gunung Andong terpental jauh ke belakang dan menghantam tanah dengan keras. Seteguk darah segar muncrat keluar dari dalam mulutnya. Dengan sempoyongan, dia bangkit sembari menggenggam erat gagang Cambuk Api Angin. Matanya tajam penuh dendam menatap Prabu Airlangga.

Raja muda yang cukup kondang di kalangan para pendekar tanah Jawadwipa ini hanya tersurut mundur beberapa langkah saja ke belakang meskipun gelombang kejut ledakan dahsyat ini sanggup merobohkan sebuah bangunan gubuk milik peladang yang berjarak 100 depa jauhnya. Seolah-olah dia sama sekali tidak terpengaruh oleh ledakan dahsyat yang mengguncang ini.

"Jangan sombong kau, Airlangga.. Aku masih belum kalah!! "

Usai menggembor buas ini, Bermana si Iblis Gunung Andong menjejak tanah dengan keras lalu melesat cepat ke arah Prabu Airlangga sambil menyabetkan cambuk berapi nya.

Whhuuuuttth..!!

Ujung Cambuk Api Angin mengincar tubuh Sang Maharaja Medang. Prabu Airlangga melompat mundur beberapa langkah ke belakang sembari meletakkan Pedang Naga Api sejajar wajahnya hingga belitan ujung Cambuk Api Angin berhenti pada bilah pedang berpamor merah ini.

Bermana berusaha keras melepaskan ujung cambuk berapi nya dengan menyentak nya sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia belaka. Malah Prabu Airlangga yang ganti menarik Pedang Naga Api. Akibatnya Bermana si Iblis Gunung Andong yang tidak ingin kehilangan Cambuk Api Angin nya ikut tertarik ke arah Prabu Airlangga.

Sang Maharaja Medang dengan cepat memutar tubuhnya dan melayangkan tendangan keras pada perut Si Iblis Gunung Andong.

Dhhhiiiiiiieeeeeeeeeesssssshhh!!

Aaaaauuuuuuugggghhhhh...!!!

Tubuh Iblis Gunung Andong terpental ke belakang. Cambuk Api Angin lepas dari genggaman. Melihat hal itu, Prabu Airlangga dengan cepat merapal mantra Ajian Brajamusti. Cahaya biru terang berhawa panas tercipta di telapak tangan kirinya. Dia langsung menghantamkan telapak tangan kiri nya ke arah Bermana si Iblis Gunung Andong yang masih mengambang di udara.

Whhhuuuuuummmmmmmm...

Bllaaaaaaaaaammmmmmmm!!!

Tubuh Bermana langsung meledak dan terbakar usai Ajian Brajamusti telak menghajar tubuhnya. Kepingan-kepingan tubuhnya langsung tersebar ke berbagai arah dengan api yang masih menyala.

Melihat pasangan kumpul kebo nya tewas, Dewi Krepi yang luka dalam lumayan parah langsung melarikan diri dengan melompat ke arah rimbun pepohonan yang tumbuh di sekitar tempat itu. Sebentar kemudian tubuhnya sudah menghilang di balik lebatnya hutan. Sementara anak buah Si Iblis Gunung Andong kesemuanya berhasil di tumbangkan oleh Mapatih Mpu Narotama bersama para prajurit Medang.

Parahita, Mapatih Mpu Narotama dan para prajurit Medang langsung berjongkok dan menyembah pada Prabu Airlangga. Di belakangnya, Senopati Mapanji Tumanggala ikut berlutut pada sang Maharaja Medang.

"Sembah bakti kami pada Gusti Prabu Airlangga.. ", ucap semua orang yang ada di tempat itu.

" Bangunlah semuanya, jangan banyak adat di tempat seperti ini", mendengar perintah Prabu Airlangga, semua orang tanpa terkecuali langsung berdiri.

"Kakang Mapatih Mpu Narotama...

Bagaimana kau ada di sini? Dimana keluarga ku sekarang? ", tanya Prabu Airlangga kemudian.

" Melapor pada Gusti Prabu Airlangga, keluarga besar Istana Wuwatan Mas selamat. Hanya saja Gusti Selir Dewi Citrawati yang hamil tua seperti nya akan segera melahirkan. Selain itu, mereka kini dalam perlindungan dari Wiku Sanata Dharma di Pertapaan Patakan", jawab Mapatih Mpu Narotama segera.

"Baguslah kalau begitu...

Kalau begitu, aku akan menengok keluarga ku di Pertapaan Patakan. Tapi aku akan memberikan tugas pada mu untuk mengumpulkan para prajurit Medang yang tercerai-berai di Alas Trenggulun. Juga bangunlah sebuah pertahanan disana untuk persiapan menyerang Ratu Lodaya Nyai Calon Arang. Berangkatlah sekarang juga..", perintah Prabu Airlangga.

"Sendiko dawuh Gusti Prabu..", Mapatih Mpu Narotama segera menghormat pada Maharaja Medang ini sebelum bergegas meninggalkan tempat itu.

Setelah kepergian Mapatih Mpu Narotama yang terkenal cerdik dan dapat dipercaya untuk menata para bawahan, Prabu Airlangga bersama dengan Parahita dan Senopati Mapanji Tumanggala segera bergegas menuju ke arah Pertapaan Patakan.

Dari balik pepohonan, Dewi Krepi mengepalkan tangannya erat-erat sem sembari terus menatap ke arah Prabu Airlangga dan dua orang pengiring nya yang bergerak ke arah utara.

"Airlangga, akan ku balas kematian Kakang Bermana ini!! "

Dua hari kemudian....

"Kakang Patih, kau harus membalaskan dendam ku. Bajingan itu sudah membunuh saudara ipar mu. Dia bahkan melecehkan ku juga menghina orang orang Kerajaan Wuratan. Kau harus membunuh nya untuk ku", ucap Dewi Krepi sembari berurai air mata.

"Kurang ajar, Airlangga!!

Dia berani membunuh adik ipar ku dan melecehkan mu. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tapi untuk meminta Gusti Prabu Wisnuprabhawa menggerakkan pasukan Wuratan, itu sangat sulit adik ku. Harus ada masalah besar dulu untuk memicu sebuah perang melawan Medang", ucap Patih Indrakelana sembari menatap langit timur yang biru.

"Kita tidak butuh pasukan banyak untuk membunuh Airlangga, Kakang Patih..

Aku tahu saat ini bajingan itu sedang berada di Pertapaan Patakan, hanya sedikit prajurit yang sedang mengawalnya. Seribu orang prajurit ditambah orang-orang ku, sudah cukup untuk mengantarnya ke neraka. Bagaimana menurut mu?", senyum licik terukir pada wajah Dewi Krepi.

"Ada hal baik seperti ini? Hahahaha...

Batara Agung sedang berpihak pada ku rupanya. Jika aku berhasil membunuh Airlangga dan pengikutnya, Gusti Prabu Wisnuprabhawa pasti akan memberikan hadiah besar untuk ku. Setidaknya akan memberikan kedudukan sebagai Raja bawahan Kerajaan Wuratan. Ini bisa menjadi batu loncatan bagi ku untuk menjadi raja merdeka.

Baiklah, Adik ku. Seribu orang prajurit Kepatihan Wuratan akan mendukung mu. Kapan kita berangkat? ", Patih Indrakelana segera menatap ke arah Dewi Krepi untuk meminta penjelasan.

" Secepatnya Kakang Patih..

Kalau kelamaan menunggu, aku khawatir si bajingan itu sudah kabur lebih dulu", mendengar ucapan Dewi Krepi ini, Patih Indrakelana segera bangkit dari tempat duduknya.

"Hari ini juga, kita berangkat ke Pertapaan Patakan. Minta si wiku tua itu untuk menyerahkan Airlangga. Kalau dia menolak, kita ratakan Pertapaan Patakan dengan tanah! ", tegas Patih Indrakelana segera. Dewi Krepi langsung menyeringai lebar.

Keesokan paginya, rombongan prajurit Wuratan yang dipimpin oleh Patih Indrakelana bersama dengan Dewi Krepi dan beberapa pendekar pilih tanding dunia persilatan bergerak meninggalkan Kotaraja Kambang Putih. Dalam waktu setengah hari saja, mereka telah berhasil sampai di utara Alas Ngimbang yang berada di sisi utara Pertapaan Patakan.

Prabu Airlangga sedang asyik menemani kedua istri kesayangannya bersama dengan putri mahkota Kerajaan Medang Nararya Sanggramawijaya Tunggadewi. Gadis kecil yang sudah menginjak usia 4 tahun ini terlihat sedang lucu-lucunya karena mulai jahil pada emban pengasuh nya.

"Saya rasa, sebentar lagi saya akan segera melahirkan Kangmas Prabu..

Dari kemarin, perut ini terus menerus mual dan mulas. Sepertinya bayi dalam perut ku ini sudah tidak tahan ingin melihat dunia Kangmas Prabu", ucap Dewi Citrawati sembari mengelus perutnya yang membuncit.

"Jika sudah waktunya, dia akan segera lahir Dinda Citrawati. Kau harus sabar dan banyak berdoa pada Hyang Widhi Wasa agar persalinan mu nanti lancar tanpa ada halangan suatu apa", ucap Ratu Galuh Sekar Kedaton sembari tersenyum penuh arti. Perempuan cantik ini terlihat beberapa kali mengelus perutnya.

"Terimakasih atas perhatian mu, Yayi Ratu..

Aku sungguh bersyukur kedua istri ku saling melengkapi saat kita sedang ada masalah seperti ini. Tapi yakinlah bahwa ini hanya sementara. Setelah persiapan ku rampung, aku akan membawa kalian kembali ke istana baru kita", ucap Prabu Airlangga segera.

"Kenapa kita tidak kembali ke Wuwatan Mas saja, Kangmas Prabu? Itu adalah tempat awal dari semuanya.. ", tanya Ratu Galuh Sekar kemudian.

"Kota yang sudah tercemar oleh serbuan pasukan musuh, tak layak lagi untuk ditinggali Yayi Ratu..

Dia akan menyimpan catatan aib pada sejarah anak keturunan kita di masa depan. Aku sudah memerintahkan pada Kakang Mapatih Mpu Narotama untuk membantu benteng pertahanan baru di Alas Trenggulun. Tempat itulah yang akan kita kembangkan sebagai ibukota baru Kerajaan Medang ", urai Prabu Airlangga dengan gamblang.

Saat mereka sedang asyik bercengkerama, tiba-tiba muncul ratusan prajurit mengepung Pertapaan Patakan. Para prajurit Medang yang tersisa di bawah pimpinan Tumenggung Renggopati dan Parahita langsung bersiap menghadapi segala kemungkinan.

Seorang laki-laki bertubuh kekar dengan kumis tebal berpakaian bangsawan langsung menepak kuda hitamnya ke arah para prajurit Medang yang menbentuk pagar betis di depan balai utama Pertapaan Patakan. Sembari mengerahkan tenaga dalam nya pada leher, lelaki paruh baya ini langsung berseru lantang,

"Airlangga, keluar kau!! "

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!