04. Menjaga Tuan Besar

Satu jam berkenalan dan mengobrol dengan para pelayan lainnya, Alya pun di panggil oleh pak Gun. Dia di panggil ke ruang kerja Aaron, duduk di sofa di mana kemarin dia duduk berhadapan dengan Aaron sang tuan muda.

Pak Gun masuk kembali setelah mengantar Alya masuk ke dalam ruang kerja itu. Dia mendekat dan duduk di depan gadis itu.

"Alya." ucap pak Gun.

"Ya pak Gun."

"Begini, saya di tugaskan oleh tuan muda Aaron untuk mengawasimu selama bekerja di sini. Tugasmu adalah menjaga tuan besar, membersihkan tempat tidurnya di setiap sisinya. Kamu juga bisa mengajaknya bicara apa saja, karena pada dasarnya orang yang sedang koma itu bisa mendengar ucapan orang. Tapi mata dan mulutnya yang tidak bisa di gerakkan." kata pak Gun.

Alya diam, masih mendengarkan apa yang akan di ucapkan pak Gun selanjutnya.

"Di rumah ini banyak sekali perebutan harta dan kekuasaan. Jadi, kamu harus menjaga tuan besar dengan baik. Terutama dari ibu tiri tuan muda dan adik tirinya, juga omnya. Kamu harus bisa tegas pada mereka, karena saya tidak bisa mengawasi tuan besar secara terus menerus. Jadi sekarang tugas kamu yang menjaganya, Alya. Apa kamu bisa di percaya?" tanya pak Gun.

Alya menarik napas panjang, memang berat juga tugasnya untuk menjaga tuan besar. Pak Adiyaksa dari tangan pada orang-orang yang gila harta.

"Saya siap pak Gun, saya akan berusaha untuk bertanggung jawab dengan tugas saya itu." kata Alya.

"Baiklah, bagi saya kamu bisa di percaya. Dan jika ketiga orang itu memaksa ingin masuk ke kamar tuan besar, kamu bisa jual nama tuan muda atau nama saya. Agar mereka tidak memaksamu untuk masuk ke dalam kamar tuan besar." kata pak Gun lagi.

"Baik pak. Apa hanya itu saja?" tanya Alya.

"Sementara itu saja dulu, jika ada tugas lainnya nanti akan saya beritahu kamu selanjutnya." kata pak Gun lagi.

"Baik pak Gun."

"Ya sudah, kamu bisa langsung kerja hari ini. Kebetulan sebentar lagi tuan besar akan di periksa oleh dokter yang datang kesini. Kamu catat semua perubahan dalam kondisi tuan besar, dan nanti di laporkan pada malam harinya padaku atau tuan muda." kata pak Gun lagi.

"Baik pak."

Alya pun bangkit dari duduknya, dia ikut keluar setelah pak Gun juga keluar dari ruang kerja Aaron. Mengantar Alya ke kamar tuan besar, hanya beberapa meter jaraknya. Alya masuk ke dalam kamar itu, rapi dan wangi di dalamnya.

Tampak di ranjang ada orang tua laki-laki sedang terbaring di sana. Alya mendekat, tampak ada alat medis menempel di tubuhnya. Infus, oksigen, alat detak jantung juga ada.

Pak Gun memberitahu semuanya pada Alya, dan gadis itu hanya mengangguk tanda mengerti. Pak Gub juga memberitahu kamarnya yang terhubung pintu ke kamar tuan besar, agar Alya bisa cepat masuk ketika terjadi tak terduga pada tuan besar itu.

"Baiklah, selamat bekerja Alya. Semoga kamu betah." kata pak Gun.

"Iya pak."

Pak Gun pun keluar dari kamar itu, Alya menatap wajah pak Adiyaksa yang tampak pucat. Dia duduk di depan laki-laki tua itu, memandangi dari wajah sampai kaki dengan pelan. Tangannya dia pegang, dan terasa dingin. Detak nadinya lemah, tapi terasa di jari Alya.

"Kenapa bisa koma begini? Kelihatannya tubuhnya sehat, tapi kok tidak bisa bergerak." ucap Alya.

Dia melihat sekeliling, ada kotak yang terkunci. Mungkin itu obat yang sengaja di simpan agar tidak ada yang bisa mengambil sembarangan.

Sedang asyik memperhatikan apa yang ada di sekitar ranjang, seorang dokter laki-laki tampan masuk. Di belakangnya ada dua perawat mengikuti dokter masuk ke kamar itu.

Alya berdiri, dia bergeser ke belakang untuk memberi jalan pada dokter itu. Dokter itu melirik pada Alya, dia menyimpan tasnya di atas kursi di mana Alya duduk tadi.

"Kamu pelayan baru ya?" tanya dokter membuka tasnya.

"Iya dokter." jawab Alya singkat.

"Hemm, kamu pelayan yang kesekian. Semoga saja kamu betah dan bisa menjaga tuan besar dengan baik." kata dokter itu.

Alya diam saja, dia berpikir mungkin memang banyak sekali yang mengincar nyawa tuan Adiyaksa. Dia pun berpikir lagi, mungkin juga karena harta yang di milikinya juga. Sehingga banyak sekali yang mengincarnya.

Tentu saja Alya jadi merasa tugasnya begitu berat, dia tidak bisa main-main dengan tugasnya itu. Jika dia mundur jadi pelayan di kamar tuan Adiyaksa, maka itu sama saja menyerahkan nyawa laki-laki tua yang sedang berbaring tanpa daya itu.

Kini Alya pun harus berpikir untuk tanggung jawab besar itu. Menjaganya agar laki-laki tua di depannya bisa bangun, bagaimana tuan Adiyaksa bisa membuka matanya lagi.

Dokter selesai memeriksakan keadaan tuan Adiyaksa, dia memerintahkan perawat untuk menyiapkan obat cair yang akan di suntikan di selang infus. Alya hanya memperhatikan apa yang di lakukan oleh dokter tampan itu.

"Selesai, kamu bisa membersihkan tubuhnya setelah ini. Hanya mengelapnya saja, tidak perlu membuka bajunya." kata dokter.

"Saya?" tanya Alya bingung.

"Ya, kamu. Nanti perawat akan praktekkan bagaimana membersihkan tubuh tuan besar, kamu bisa perhatikan dan menirunya. Jika ingin memindahkan tuan besar, kamu bisa meminta bantuan pada pelayan lain yang bisa di percaya." kata dokter muda itu.

"Baiklah, ini memang pekerjaanku." ucap Alya.

Dokter itu tersenyum, dia melihat Alya sepertinya akan mampu menjaga tuan Adiyaksa dengan baik.

"Siapa namamu?" tanya dokter itu.

"Alya." jawab Alya.

"Oh, Alya. Nama yang singkat, panggil saya dokter Nicko. Saya yang bertanggung jawab atas kesehatan tuan besar, dan nanti ayahku juga sesekali berkunjung kesini untuk mengontrol kesehatannya." kata dokter Nicko.

"Baik dokter Nicko."

"Nah, sudah di pindahkan dan sedang di bersihkan. Kamu harus sigap dan bisa menanganinya ya, Alya." kata dokter Nicko.

"Ya, saya rasa bisa. Meski agak susah juga, tapi tidak masalah." kata Alya.

"Bagus, nanti setelah kamu sering memperhatikan apa yang saya lakukan pada tuan Adiyaksa. Kamu bisa menirunya, nanti setiap pagi dan sore perawat akan datang kesini untuk menyuntikan obat ke selang infus." kata dokter Nicko lagi.

"Iya dokter."

Setelah bicara sebentar, dokter Nicko pun pamit pada Alya. Dia menatap Alya, ada rasa tertarik pada gadis itu. Karena sikapnya yang kaku tapi sopan itu membuat dokter Nicko tersenyum tipis.

Alya masuk lagi ke dalam kamar tuan Adiyaksa setelah mengantar dokter Nicko sampai depan kamar saja. Dia merapikan ranjang laki-laki tua itu dan duduk di depannya, bingung mau apa dia di kamar itu sendirian.

Akhirnya dia pun mengambil buku di kamarnya untuk mengusir kesunyian dan rasa bosan di kamar itu sendirian saja.

"Hmm, baru pertama bekerja saja sungguh mrmbingungkan. Tapi sangat menarik, bagaimana ya aku bisa menghalau orang-orang yang berusaha masuk ke dalam kamar ini?"

_

_

***********

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!