17. Di Dapur

"Mau apa tuan datang ke sini?" tanya Alya menatap tajam pada laki-laki yang berdiri di depan pintu kamarnya.

Senyum seringai laki-laki itu membuat Alya sedikit takut, dia baru tahu kalau laki-laki itu adalah anak tuan Jerry. Alya tidak tahu kalau laki-laki itu tidak pulang, yang dia tahu yang menginap di rumah besar tersebut adalah nyonya Ratih dan anaknya Nima.

"Kamu cantik, seorang pelayan cukup cantik juga," kata Jordi masih menahan pintu yang berusaha di dorong Alya.

"Pergilah tuan, ini sudah malam," kata Alya lagi berusaha bersikap sopan.

"Hmm, pantas saja kakek memberikanmu uang sebanyak itu. Apakah kamu menggunakan pesona cantikmu untuk merayu kakekku?" tanya Jordi.

"Apa maksud tuan? Anda jangan sembarangan menuduh," ucap Alya kesal dengan ucapan Jordi.

"Hahah! Jangan munafik kamu! Tidak mungkin kakek memberikan uang itu jika kamu tidak melakukan apa pun pada kakekku. Berpura-pura jadi pelayan, tapi sesungguhnya kamu adalah perempuan murahan!"

Plak!

Satu tamparan Alya layangkan pada pipi laki-laki di depannya. Dia benar-benar marah telah di tuduh sebagai perempuan penggoda majikan besarnya. Sungguh keterlaluan sekali, belum beberapa lama nyonya Ratih dan anaknya melabraknya sampai beberapa rambutnya rontok. Kini cucunya yang lain malah menganggapnya perempuan murahan, sungguh Alya tidak terima.

"Kamu berani menamparku? Itu artinya kamu harus membayarnya gadis murahan!"

Dengan kalap Jordi mendorong kuat pintu kamar Alya, dia menerobos masuk. Pikirannya sudah kalap karena di tampar oleh Alya.

Dia memang setelah selesai rapat langsung pulang, tapi dalam perjalanan teringat akan Alya dan ingin mengultimatumnya. Tapi kini, dia justru ingin melakukan hal di luar kendalinya karena marah.

Alya mundur beberapa langkah, dia mencoba melindungi dirinya jika Jordi bersiap menyerangnya. Dia tahu laki-laki itu akan melakukan pelecehan padanya.

Jordi mendekat, senyuman seringainya pada Alya karena gadis itu seperti sedang terdesak. Hingga tangan Alya tanpa di sadari laki-laki itu meraih selimut di ranjang dan melempar ke arah wajah Jordi, tanpa membuang kesempatan Alya berlari keluar dan mengetuk pintu kamar sebelah, di mana Titi yang menempati.

"Mbak Titi, buka pintunya mbak!" teriak Alya sambil menggedor pintu dengan keras.

Pintu terbuka, Titi di depan pintu keheranan dengan Alya yang ketakutan. Keluar dari kamar Alya, Jordi menatap Alya dengan tatapan tajam. Titi kaget dengan adanya anak dari tuan Jerry di kamar Alya.

Laki-laki itu pun pergi dengan ancaman yang tidak terdengar oleh Alya, tapi gadis itu tahu kalau Jordi mengancamnya dari tatapannya padanya.

"Alya, kenapa tuan Jordi ada di kamarmu?" tanya Titi.

"Dia tiba-tiba masuk ke kamarku mbak, aku tidak tahu kalau dia ada di rumah ini juga. Aku lihat sebelumnya dia pulang dengan tuan Jerry," jawab Alya masih gemetar kakinya.

"Kok bisa ada di rumah ini lagi, apa satpam memberikannya kunci pintu rumah? Padahal tuan muda ada di rumah, bahkan tuan besar juga. Mereka tidak ada yang tahu," ucap Titi.

"Entah, mungkin mereka kelelahan dan langsung istirahat. Sampai tidak tahu kalau tuan Jordi kembali lagi," kata Alya.

"Terus, kamu bagaimana? Apa mau tidur di kamarku atau tidur di kamarmu?" tanya Titi ikut cemas.

"Di kamarku saja mbak, aku langsung kunci pintunya," jawab Alya.

"Ya sudah, kamu hati-hati ya," kata Titi.

"Iya mbak, terima kasih. Aku ke kamar dulu," kata Alya.

Titi mengangguk, Alya pun melangkah pergi dari hadapan Titi. Perempuan berusia tiga puluh lima lebih itu belum mau masuk sebelum Alya masuk ke kamarnya dan mengunci pintunya, baru setelah Alya menghilang Titi masuk ke dalam kamarnya.

_

Pagi hari, seperti biasa Alya berkecimpung di dapur dengan tiga Titi. Dua lainnya ada yang ke membersihkan rumah dan juga di bagian laundry, Alya memasak makanan untuk sarapan tuan Adiyaksa. Karena memang jika sarapan pagi makanan di serahkan oleh Alya, dan pagi ini membuat bubur ayam kesukaan laki-laki tua itu.

"Alya, aku mau ke pasar dulu. Bahan untuk sarapan semua sudah selesai, kamu nanti tinggal di hidangkan saja ke meja," kata Titi.

"Iya mbak, tanggung aku juga ini buburnya sebentar lagi matang. Jadi sekalian saja di hidangkannya dengan bubur tuan besar," ucap Alya sambil mengaduk bubur di panci.

"Baiklah, aku pergi dulu. Oh ya, kalau nyonya Ratih bangun dan mengancammu lagi. Bilang saja sama pak Gun, beliau pasti memarahi nyinya Ratih," Titi memberi pesan.

"Iya mbak, lagian kalau siang begini mana berani. Kan ada tuan besar dan tuan muda," ucap Alya.

"Jangan salah, mereka itu pintar cari alasan dan cari kesempatan agar kamu bisa di tindas. Ya sudah, aku pergi dulu nanti keburu siang dan ikan segarnya tidak kebagian," ucap Titi.

Alya tersenyum, dia melihat bubur sudah lembek. Tangannya menjulur mengambil mangkuk yang akan di tuangkan bubur agar cepat dingin.

Tapi begitu tangannya mengangkat panci, dari belakang sebuah tangan menarik lengannya hingga panci itu lepas dan jatuh. Suara keras panci jatuh itu membuat Alya kaget, bubur yang baru matang itu tumpah dan berserakan. Tepat mengenai kaki Alya, gadis itu berteriak kepanasan.

"Aduh!"

Kakinya mundur ke belakang agar tidak menginjak tumpahan bubur, dia mendongak melihat siapa yang membuat bubur itu tumpah semua.

"Nona Nima, apa yang anda lakukan?!" teriak Alya menatap tajam pada gadis berpiama itu.

"Heh, aku masih belum puas menyiksamu semalam. Kalau bukan pembantu sialan yang masuk ke dalam kamarmu, sudah pasti wajahmu itu babak belur!" ucap Nima.

"Kenapa anda merasa tidak senang pada saya, apa salah saya nona?" tanya Alya.

"Salah kamu itu banyak. Kamu mempengaruhi kakek agar dapat uang warisan kakek kan? Mengaku kamu!" ucap Nima.

"Saya tidak mengerti nona, saya bahkan tidak tahu apa pun," ucap Alya.

"Halah! Jangan mengelak kamu, sebaiknya kamu bicara sama kakek dan katakan padanya kalau kamu menolak warisan dari kakek!" ucap Nima lagi.

Alya diam, dia menarik napas kasar. Entah apa yang di terjadi malam tadi di ruang keluarga itu, ketika mendengar perdebatan sengit itu Alya tidak mau tahu masalahnya apa. Karena bukan urusannya juga.

"Nona tahu, bubur itu untuk kakek anda. Tuan besar meminta di buatkan bubur, dan sekarang buburnya tumpah karena anda," ucap Alya.

"Jangan mengalihkan omongan pelayan sialan! Aku tidak peduli bubur itu untuk siapa, yang jelas kamu katakan sama kakek kalau kamu menolak uang warisan kakek!" ucap Nima lagi.

"Katakan saja sendiri sama tuan besar, saya tidak peduli jika saya di beri warisan. Aneh bagiku kalau aku di beri warisan oleh tuan besar, jadi sebaiknya nona meminta sendiri pada tuan besar," ucap Alya lagi.

Tangan Nima mengepal, giginya gemeretuk pertanda dia kesal sekali pada Alya. Dia pun maju ke depan dan hendak menampar Alya, tapi satu tangan menghentikannya.

"Apa-apaan kamu Nima!"

_

_

*******

Terpopuler

Comments

Aditya HP/bunda lia

Aditya HP/bunda lia

pasti Aaron gamparlah kali2 si Nima itu Ar

2024-05-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!