"Diamlah kalian semua! Apa kalian tidak capek ribut terus masalah yang tidak penting?!" teriak tuan Adiyaksa.
Semuanya diam, suara laki-laki yang sedang di topang oleh Aaron dan pak Gun itu menggelegar. Hingga keluar ruangan dan para pelayan mendengar teriakan lantang itu.
Para pelayan yang baru keluar dari ruang keluarga itu pun kaget mendengar suara tuan besar yang sedang marah. Alya sendiri juga kaget, tetapi dia tidak mau terlalu penasaran apa yang terjadi di ruang keluarga tersebut.
"Alya, itu suara tuan besar sangat keras sekali. Pastinya sedang memarahi anak dan cucunya yang sedang ribut," ucap pelayan lain.
"Biarkan saja, itu bukan urusan kita. Kita hanya pelayan, jadi jangan ikut campur urusan keluarga ini," kata Alya.
"Iya sih, tapi jadi takut kalau tuan besar sudah marah begitu."
"Kita ke dapur saja, jangan mendengarkan mereka bicara," kata Alya.
Mereka pergi menuju dapur, sedangkan di ruang keluarga tampak tegang. Di mana tuan Adiyaksa sedang marah pada anak dan cucunya karena masalah harta dan kekayaan. Laki-laki tua itu ingin sekali memberikan semuanya pada Aaron, tapi itu tentu saja akan menimbulkan banyak reaksi. Maka dari itu, dia sudah merencanakan semuanya agar tidak lagi terjadi keributan masalah harta.
"Aku tahu kalian hanya peduli dengan hartaku saja. Dan ada juga yang berusaha membuatku koma dan tidak bisa bangun lagi agar harta yang aku miliki akan kalian kuasai. Tapi sayangnya aku bisa mengatasi rasa sakit dari koma itu, kalian mungkin terkejut. Aku tidak akan mati dengan mudah, maka dari itu harta yang aku miliki sesuai dengan keputusan terdahulu yaitu membagikan sesuai dengan kemampuan dan kesungguhan kalian dalam mengelola harta yang di berikan," ucap tuan Adiyaksa.
Dia berhenti sejenak, menatap satu persatu anak, cucu dan menantu. Mereka masih menunggu kalimat selanjutnya dari laki-laki tua itu.
"Banyak perawat yang gagal mengurusku, sampai mereka di pecat. Perawat itu sungguh tidak bisa tegas dan ketakutan ketika di ancam oleh kalian, tapi beruntungnya satu perawat yang merawatku dengan telaten. Sampai aku bisa bangun dari koma, dan kalian masih saja ribut tentang harta. Tidak bisakah kalian simpati pada laki-laki tua ini?"
Nyonya Ratih mendengus kasar, matanya memandang ke arah Alex dan istrinya yang asyik mengobrol sendiri. Sampai mata perempuan itu melotot agar anaknya itu diam tidak bicara berbisik.
"Kalu Jerry, kamu menginginkan hotel dan vila di Bali untuk kamu pegang dan kamu pimpin. Silakan saja kamu pegang, tetapi papa belum bisa memberikan kepercayaan penuh sama kamu. Kamu bisa mengelola vila dan hotel itu, tetapi tidak bisa memilikinya. Papa sudah bilang, semuanya atas nama Aaron. Jika kamu ingin memiliki sepenuhnya hotel dan vila itu, maka kamu harus membuktikan kepemimpinanmu yang baik dengan cara peningkatan pendapatan selama dua tahun itu, minimal dua puluh lima persen dari biasanya," kata tuan Adiyaksa.
"Apa yang papa katakan? Itu sama saja papa menyuruhku untuk tunduk pada Aaron? Hah, keterlaluan sekali yang papa lakukan padaku," ucap tuan Jerry.
"Iya kek, kenapa kakek begitu mempercayai Aaron dari pada papaku?" Jordi menanggapi.
"Kamu tidak usah ikut campur Jordi, bukankah kamu bilang ini tidak penting?" kata tuan Adiyaksa.
"Tapi kek, itu tidak adil buat papaku," ucap Jordi lagi.
"Diamlah Jordi, atau kali ini kakek menyuruhmu bekerja saja di kantor DDA Group. Tidak usah meneruskan kuliah lagi," kata tuan Adiyaksa mengancam cucunya.
"Ck, hanya bisa mengancam saja. Dasar laki-laki tua tidak berguna," umpat Jordi.
"Jordi! Jaga bicaramu itu!" teriak Aaron kali ini.
Tatapan tajam Aaron di balas oleh Jordi dengan sengit, tetapi laki-laki muda itu hanya bisa diam saja.
"Dan kamu Ratih, ada tujuh salon di beberapa tempat di kota ini. Dua salon kamu jual dengan harga murah, kemana uang penjualannya?" tanya tuan Adiyaksa pada menantunya.
"Aku tidak menjualnya pa, hanya saham sebagian saja yang di jual. Kebetulan teman arisanku berminat menanam modal di dua salon itu," jawab nyonya Ratih beralasan.
"Lalu butiknya? Bagaimana perkembangan butiknya Ratih? Kamu menyerahkan butik itu pada Nima? Apa ada kemajuan?"
"Nima yang mengawasi butiknya papa, aku tidak tahu perkembangan butiknya," jawab nyonya Ratih lagi.
Tuan Adiyaksa diam, dia tahu semuanya dari pak Gun. Kalau dua butik juga di jual seperti halnya salon. Dulu salon-salon itu di dirikan oleh Daniel papanya Aaron untuk istri pertamanya. Salon dan butik awalnya dua yang di bangun, seiring dengan pesatnya pesanan dan pelanggan yang banyak. Maka di beberapa tempat membuka cabang sampai tujuh cabang di kota itu.
Ketika ibunya Aaron meninggal, beberapa tahun kemudian papanya Aaron menikahi nyonya Ratih yang membawa dua anak yaitu Nima dan Alex. Keduanya masih kecil, dan tuan Adiyaksa menganggap Nima dan Alex adalah cucunya juga.
Tapi ketika anaknya Daniel meninggal, justru di ketahui salon dan butik sudah berganti nama dengan nama nyonya Ratih. Tetapi sertifikat salon dan butik masih berada di tangan Aaron.
Aaron membiarkan butik dan salon di kelola oleh ibu sambungnya dan adiknya, Nima. Sedangkan Alex memiliki pekerjaan sendiri dengan modal yang telah di berikan oleh ayah Aaron.
Aaron memegang perusahaan besar DDA Group, saham awalnya ada milik kakeknya. Satu tahun lalu Aaron membeli saham kakeknya, dan kini perusahaan DDA Group milik Aaron sepenuhnya.
_
_
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Frando Wijaya
cih....menikah lg? kenyataan apa hmm? pembawa mslh aja tauny
2024-07-11
0
Aditya HP/bunda lia
Aaron 👍👍
2024-05-14
0