Alya duduk di sofa menghadap Aaron. Gadis itu masih diam menunggu Aaron bicara padanya, dan tatapan Aaron padanya membuatnya sedikit risih. Bukan karena tidak suka, tapi seperti sedang menyelidik.
"Anda memanggil saya untuk apa tuan muda?" tanya Alya akhirnya bicara lebih dulu.
"Hmm, kamu pintar juga ya. Apa kamu pernah mengikuti latihan karate?" tanya Aaron.
"Hanya mempelajari dasarnya saja," jawab Alya.
"Apa itu untuk melindungi diri dari orang yang jahat padamu?" tanya Aaron lagi.
"Setidaknya tidak terluka terlalu parah jika di sakiti," jawab Alya.
"Lalu kenapa kamu diam saja saat di fitnah oleh Nima?"
"Saya tadi melawan, apa anda tidak melihatnya?" ucap Alya.
"Ck, kamu jawab itu kaku sekali. Ya sudah, sekarang kamu harus jaga diri. Aku tidak selamanya ada di rumah, kamu harus bisa melawan mereka. Aku pikir kamu tidak akan diam saja jika mereka menghinamu," ucap Aaron.
"Saya akan melawan jika mereka keterlaluan," ucap Alya.
"Aku dengar semalam Nima dan mama menyakitimu?" tanya Aaron.
"Saya tidak tahu kenapa keduanya menganiaya saya tuan, mereka bilang karena saya mendapatkan warisan dari tuan besar, apa itu benar?" tanya Alya.
"Ya, benar. Kamu mendapatkan uang hibah dari kakek karena pekerjaanmu bagus. Kupikir itu bagus juga," ucap Aaron.
"Tolong kembalikan saya tuan, saya tidak mau menerimanya."
"Tapi sudah tertulis di surat wasiat kakek. Tidak bisa di ubah lagi, tapi kenapa kamu menolaknya? Bukankah itu membuatmu senang?"
"Karena uang itu saya jadi musuh nona Nima dan nyonya Ratih serta tuan Jordi," ucap Alya.
"Oh, jadi benar Jordi masuk ke dalam kamarmu? Aoa yang dia lakukan padamu?" tanya Aaron kaget dan kesal juga, padahal semalam sepupunya itu langsung pulang dengan papanya.
"Seperti yang di lakukan nyonya Ratih dan nona Nima pada saya, tapi saya berhasil keluar dari kamar," jawab Alya.
Aaron mendengus kasar mendengar pengakuan Alya. Dia benar-benar kesal pada sepupunya itu, bahkan semalam sepupunya menolak untuk rapat keluarga, tapi mendengar keputusan kakek justru dia menolaknya. Aneh, pikir Aaron.
"Baiklah, kamu boleh keluar. Nanti aku urus masalah Jordi agar dia tidak lagi mengganggumu," ucap Aaron.
Alya mengangguk, setelah memberi hormat dia berbalik dan melangkah meninggalkan Aaron. Tapi langkahnya terhenti karena Aaron memanggilnya kembali.
"Alya."
Alya berbalik memandang laki-laki yang sedang menatapnya juga. Lama keduanya saling tatap, tapi Aaron memutusnya mengalihkan pandangan.
"Apa ada yang ketinggalan tuan?" tanya Alya.
"Tidak, pergilah," jawab Aaron.
Alya berbalik lalu melangkah pergi meninggalkan Aaron, entah apa yang di pikirkan Aaron. Dia merasa bingung sendiri.
_
Satu minggu sudah berlalu setelah kejadian malam itu, Alya bekerja seperti biasanya. Mengurus semua keperluan tuan Adiyaksa, pak Gun kembali sibuk mengurus perkebunan yang memang belum di bagi warskan pada anak dan cucunya karena perkebunan itu bukan hanya miliknya, tapi juga bekerja sama dengan salah satu temannya semasa muda.
Alya sedang menyiapkan nasi dan lauk pauk untuk tuan Adiyaksa, laki-laki tua itu meminta makan di dalam kamar saja, meski sudah bisa berjalan normal tanpa bantuan tongkat.
"Kamu menyiapkan makanan untuk tuan besar?" tanya Titi.
"Iya mbak, beliau ingin makan di kamar," jawab Alya.
"Jadi sekarang tuan besar diam di kamar terus ya, selain jalan-jalan pagi hari. Setelah itu masuk kamar lagi, kamu tidak bosan Alya?" tanya Titi.
"Kenapa harus bosan? Malah enak kok, bisa baca buku-buku tuan besar. Aku jadi tambah wawasan kalau baca buku," ucap Alya.
"Ya, kamu hebat Alya. Jadi pelayan tapi suka baca buku, apa lagi buku-buku tuan besar itu bikin pusing semua. Ngga ngerti aku bacanya," ucap Titi lagi.
"Hahah, mbak Titi ini. Membaca itu apa saja, meski pun susah di mengerti. Tapi lama-lama nanti ngerti kok kalau sering di baca," ucap Alya dengan tersenyum, menggelengkan kepala.
"Iya, kamu sih enak sudah sarjana. Tapi heran kenapa kamu mau sudah sarjana kok jadi pelayan," ucap Titi.
"Jangan di bahas lagi, hanya butuh sosialisasi saja sama orang-orang," ucap Alya.
Dia membawa nampan berisi makanan dan lauk pauk menuju kamar tuan Adiyaksa. Di ruang ruang makan yang terlewati ketika menuju kamar tuan Adiyaksa, tampak nyonya Ratih menatap sinis pada Alya menuju kamar mertuanya.
Dia bangkit dari duduknya dan mengikuti Alya dari belakang. Berjalan santai dan bibirnya menyungging tipis.
Perempuan itu membukakan pintu untuk Alya, gadis itu menoleh pada nyonya Ratih. Mengerut heran, tapi dia masuk ke dalam, kembali nyonya Ratih mengikuti dari belakang. Alya meletakkan nampan di meja, di depan jendela tuan Adiyaksa berdiri dengan berpangku pada tongkat.
"Tuan, makan siang sudah siap," kata Alya.
Nyonya Ratih mendekat dan memegang lengan mertuanya.
"Papa, pelayan sudah bawa makan siangnya. Ayo makan dulu," kata nyonya Ratih.
Tuan Adiyaksa menoleh, melihat tangan menantunya di lengannya. Nyonya Ratih pun melepasnya dan tersenyum tipis.
"Kenapa kamu masuk ke dalam kamarku?" tanya tuan Adiyaksa.
"Mau menemani papa makan siang, aku akan menyuapi papa makan," jawab nyonya Ratih.
"Heh, aku merasa aneh jika kamu mau menyuapiku makan. Apa tidak ada pekerjaan lain untukmu? Urus anakmu itu, jangan membuat ulah di rumah ini," ucap tuan Adiyaksa.
"Tenang pa, besok aku akan pulang ke rumah. Saat ini hanya ingin menemani papa makan, itu saja," ucap nyonya Ratih.
Tuan Adiyaksa menarik napas panjang, dia tahu menantunya itu punya tujuan dan maksud dengan sikap baiknya itu. Tapi dia akhirnya menurut dan diam saja ketika nyonya Ratih, ingin tahu apa yang akan di bicarakan oleh menantunya.
"Papa, tolong suruh keluar pelayanmu itu," ucap nyonya Ratih.
"Alya, keluarlah dulu. Kamu bisa masuk lagi kalau aku selesai makan," ucap tuan Adiyaksa.
"Tapi tuan besar," ucap Alya.
"Apa kamu tidak dengar ucapan papaku? Tenang saja, Aaron dan pak Gun sudah memberiku izin untuk bicara pada papa," kata nyonya Ratih.
Alya menatap tuan Adiyaksa, berharap laki-laki tua itu meralat perintahnya. Tapi tuan Adiyaksa mengangguk, dia seperti memberi isyarat pada Alya kalau dirinya tidak masalah harus bicara dengan menantunya tanpa di awasi olehnya.
Gadis itu pun diam, tapi akhirnya mengangguk. Kemudian pergi meninggalkan tuan Adiyaksa dan nyonya Ratih, meski hatinya waswas akan rencana nyonya Ratih.
"Aku harus menghubungi tuan Aaron, aku merasa nyonya Ratih punya rencana pada tuan besar," gumam Alya.
Dia lalu menghubungi Aaron, tapi sayangnya ponselnya tidak aktif. Dia mengirim pesan pada Aaron dan memberitahu kalau nyonya Ratih ada di kamar kakeknya.
"Tuan, nyonya Ratih sedang mengobrol dengan kakek anda. Saya tidak boleh mengawasi keduanya di kamar, apa yang harus saya lakukan?"
Setelah mengirim pesan itu, Alya memasukkan lagi ponselnya. Berjalan menuju dapur, tapi langkahnya terhenti ketika mendengar teriakan.
"Papaa! Papa bangun!"
_
_
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Aditya HP/bunda lia
thoooor maaf maaf duh aku baru pencet bintang satu udah ke kirim bukan maksud ngasih bintang satu 🙏🙏🙏🙏😭😭
2024-05-18
1
Aditya HP/bunda lia
Tuuuh ...kan pasti si ratih nuduh alya yang berbuat
2024-05-18
0
Eemlaspanohan Ohan
lanjut
2024-05-17
0