Perang Dingin

Adelia terbangun saat, alarmnya berbunyi. Wanita itu melihat jam yang menunjukan pukul 6 pagi. Dia memaksakan diri untuk bangun dan beranjak ke kamar mandi. Wanita itu akan memasak sarapan bagi mereka. Tadi malam Adelia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pertengkaran dengan Arkan, cukup membuatnya berpikir. Mungkin bukan sepenuhnya itu menjadi salah pria itu. Namun, Adelia tetap saja menyalahkannya, mengingat semua kesialan dalam hidupnya bermula dengan bertemu Arkan. Hidup wanita itu benar-benar tidak tenang. Dia masih memikirkan cara untuk menyingkirkan pemuda yang telah menjadi suaminya itu, sebelum semua terlambat dan Shaga tahu tentang pernikahan rahasianya.

Setelah mandi dan berganti pakaian, wanita itu menuju dapur. Adelia membuka lemari pendingin dan melihat apa saja isi di dalamnya. Wanita itu mengeluarkan bahan makanan dari kulkas. Kemudian mulai memasaknya.

Adelia melihat Arkan akan memasuki dapur. Namun, pria itu mengurungkan niatnya. Tadinya pria itu ingin membuat sarapan seperti hari-hari kemarin. Akan tetapi, Adelia telah berada di sana. Mereka dalam keadaan tidak nyaman setelah pertengkaran semalam. Saat membalikan tubuh, Shaga telah berada di pintu dapur.

"Kepalaku sangat pusing," gerutu Shaga. Dia melihat Arkan yang tidak jadi masuk dapur.

Arkan berjalan melewati Shaga.

"Kau mau kemana?" tanya Shaga.

"Kembali ke kamar, aku lihat ibumu telah membuat sarapan," jawab Arkan.

"Sebaiknya kita sarapan bersama." Shaga menarik tangan Arkan agar mengikutinya.

"Mama, apa ada obat untuk pengar?" Shaga membuka kitchen set, mencari obat yang dibutuhkan untuk menghilangkan pusing akibat banyak minum.

"Tidak ada," ketus Adelia, wanita itu masih kesal karena putranya pulang dalam keadaan mabuk.

"Shaga! ini obat yang kau cari," sahut Arkan, pria itu meletakkan obat di atas meja.

Jika tidak bertengkar dengan Adelia, pasti Arkan dengan senang hati membantu istrinya itu. Shaga menuju arah duduk Arkan.

"Terima kasih." Pria itu mengambil obat dan meminumnya.

Adelia selesai memasak, wanita itu menghidangkan 3 piring omelet, beserta mix sayuran. Serta 3 gelas jus jeruk. Istri Arkan tersebut, mulai menyuapkan sarapan ke dalam mulutnya. Shaga menggeser satu piring ke arah Arkan.

"Punyamu,"

"Terima kasih," sahut Arkan.

Pria itu juga memulai sarapan, mereka sarapan dengan diam.

"Hari ini kau juga kuliah pagi?" tanya Shaga. Pria itu memotong omelet dan memasukannya ke dalam mulut.

"Iya," jawab Arkan datar. Shaga merasa heran dengan Arkan yang terlihat kaku dan seperti  menyimpan kekesalan.

"Bagaimana tidurmu?" tanya Adelia kepada putranya. Wanita itu akan memberikan nasehat kepada putranya.

"Tidak buruk, hanya setelah bangun pusing sekali." Shaga memegang kepalanya yang masih pening.

"Lain kali jangan mabuk lagi," tegur Adelia.

"Aku hanya penasaran,, dan itu pertama bagiku," jawab Shaga, dia menghabiskan potongan omelet terakhir.

"Walaupun pertama kali, jangan sampai kau menyesal seperti Mama," ceplos Adelia. Dia ingat pertama kali minum dan wanita itu berakhir menikahi pria muda yang ternyata mahasiswa dan teman putranya.

"Memangnya apa yang terjadi pada Mama?" tanya Shaga penasaran.

"Oh, i--itu .... Pokonya sesuatu yang tidak baik dan merusak masa depan." Adelia hampri saja membongkar pernikahannya dengan teman putranya itu.

Arkan yang mendengar hal itu menjadi tidak senang, jelas Adelia kembali mengungkit kesialannya minum dan berakhir menikahinya. Arkan meletakan sendok dengan kasar. Shaga dan Adelia serentak melihat ke arah Arkan.

"Ada apa?" heran Shaga.

"Tidak apa-apa, aku hanya telah selesai makan." Arkan berdiri dari kursi dan mengangkat piringnya.

"Makananmu belum habis," tegur Shaga.

"Aku sudah kenyang." Arkan menjawab dengan santai. Arkan meminum jus jeruknya, kemudian berdiri. Pria itu lanjut menuju wastafel. Tepat saat Arkan berjalan Adelia juga berdiri, membuat Arkan hampir bertabrakan dengan Adelia. Mereka seperti sangat canggung. Akhirnya Adelia kembali duduk.

Arkan mencuci pringnya, Adelia berdiri untuk meletakkan piring kotornya juga. Hanya saja wanita itu merasa ragu. Akhirnya Adelia hanya berdiri di sana.

"Apa kau ada kuliah pagi, Shaga?" Arkan melap tangan setelah mencuci piring. Dia bermaksud untuk pergi bersama Shaga.

"Tidak, aku jam 10 baru ada jadwal." Shaga meminum jus jeruknya.

"Baiklah, aku akan pergi." Arkan melangkahkan kaki keluar dari dapur.

"Tapi, Mamaku juga akan ke kampus." Shaga memberitahu Arkan, siapa tahu pria itu bisa menumpangkan ibunya lagi.

Adelia yang baru saja selesai mencuci piring menjadi salah tingkah. Wanita itu memutar tubuh menghadap Arkan dan Shaga.

"Tidak usah, aku akan berangkat sendiri saja," tolak Adelia. Bagaimana mungkin dia pergi dengan Arkan, sementara mereka sedang tidak bertegur sapa dan Adelia memang harus menghindarkan diri berdua dengan Arkan. Tidak tahu kapan Renata memata-matainya lagi.

"Sebaiknya Mama berangkat bersama Arkan, nanti ada orang cabul di kereta cepat," bujuk Shaga. Dia masih duduk di kursi meja makan.

"Tidak, tidak perlu, tenang saja, Mama pasti, baik-baik saja." Adelia masih keukeh menolak.

"Kalau tidak mau ikut, tidak apa-apa," kesal Arkan. Pria itu bersiap meninggalkan dapur.

"Apa terjadi sesuatu di antara kalian?" Shaga tidak dapat menahan penasarannya. Pria itu melihat interaksi keduanya yang tidak banyak berbicara.

Tentu saja Arkan dan Adelia tidak bertegur sapa, karena pertengkaran mereka. dapat dikatakan mereka sedang perang dingin.

"Tidak,"

"Tentu saja, tidak,"

Serentak Arkan dan Adelia. Shaga semakin curiga. Biasanya Arkan memaksa untuk mengantar ibunya.

"Aku harus segera pergi," pamit Arkan.

Adelia menunggu beberapa menit agar Arkan pergi lebih dulu. Setelah itu baru dia pergi.

Kejadian diam-diaman yang dilakukan oleh Arkan dan Adelia, berlangsung selama beberapa hari. Shaga merasa tidak nyaman, melihat mereka seperti menganggap satu sama lainnya tidak saling kenal. Bahkan mereka seperti menganggap keberadaan masing-masing tidak ada. Arkan, pulang ke rumah pun hanya untuk tidur, entah kemana pria itu kelayapan.

Diam-diam Shaga mencaritahu apa yang terjadi. Pria itu baru pulang ke rumah dan melihat Adelia tengah menyiapkan makan malam.

"Waw, wangi sekali, membuat aku lapar." Shaga mencium aroma masakan dari panci.

Aroma masakan itu benar-benar menggugah selera. Pria itu kembali mencium sesuatu yang lain. Adelia mengeluarkan lasagna dari oven. Mata Shaga berbinar menatap lasagna.

"Aku tidak sabar untuk makan malam," sahut Shaga.

"Sebaiknya kau membersihkan diri terlebih dahulu," tegur Adelia.

"Mama benar, aku akan ke kamar." Shaga melangkahkan kaki. Namun, menghentikannya setelah berjalan 5 langkah.

"Apa Mama tahu? Kenapa Arkan akhir-akhir ini pulang malam? Biasanya dia pulang cepat?" tanya Shaga.

"Entahlah," jawab Adelia acuh.

"Aku akan mencaritahu. Apa masalahnya." Shaga bersiap untuk ke kamarnya.

Adelia cemas jika Shaga mencaritahu, maka siapa tahu fakta dia menikah dengan Arkan terbongkar.

"Tidak perlu, Mama, hanya memarahinya karena mengajarimu, minum dan pulang dalam keadaan mabuk," jujur Adelia.

🍒🍒🍒

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!