Kembali Pulang

"Dan kegu apa?" heran Shaga karena Arkan tidak jadi meneruskan kalimatnya. Pria itu menatap ibunya dengan sendu. Shaga meletakan sebuah plastik di atas meja, dia sempat membelikan roti dan buah-buahan untuk ibunya. Dia menggenggam tangan Adelia.

"Mama, baik-baik saja, kau tidak usah cemas," jawab Adelia. Wanita itu kembali melirik Arkan, dan memberi kode agar tidak mengatakan apa-apa.

"Bagaimana Mama bisa jatuh?" Shaga memang telah diberitahu oleh Arkan bahwa Adelia jatuh dari tangga.

"Entahlah, akhir-akhir ini Mama sedikit tertekan," jawab Adelia jujur.

"Apa karena aku?" Shaga merasa tidak nyaman, jika ternyata dia yang membuat ibunya tertekan. Pria itu baru saja merasakan kebebasan tinggal bersama Ryan.

Adelia mengambil kesempatan ini agar putranya mau kembali pulang. Jadi dia akan jujur bahwa penyebabnya memang Shaga.

"Salah satunya, Mama mengkhawatirkanmu, apa kau baik-baik saja?" tanya Adelia, tidak dapat dipungkiri bahwa dia memang mencemaskan putranya. Seharusnya Adelia tahu bahwa Shaga bukanlah anak-anak lagi yang harus dia perlakukan seperti bayi.

"Aku baik-baik saja, Mama, tenang saja!" Shaga membuka kantong yang dibawanya tadi. Dia mengeluarkan jeruk dan mengupasnya. Putra Adelia itu memberikan sepotong demi sepotong kepada Adelia.

"Tetap saja Mama khawatir, kau tidak mengatakan kemana kau akan pergi dan kau tinggal dimana?" Adelia masih membela diri. Dia memakan jeruk yang diberikan oleh Shaga. Adelia melirik sekejap ke arah Arkan, pria itu tengah berdiri dengan tangan bersidekap di perutnya. Pria itu hanya mengamati interaksi antara Adelia dan Shaga. Saat Arkan merasakan lirikan Adelia, pria itu bersiap menoleh kepadanya. Namun, Adelia secepat kilat kembali memfokuskan penglihatannya kepada Shaga.

"Mama, aku bukan anak ke--,"

Dehaman dari Arkan mengembalikan pikiran Shaga bahwa dia tidak boleh berdebat dengan ibunya. Shaga hampir lupa bahwa dia telah membuat sang ibu jatuh dari tangga dan celaka.

"Baiklah, aku akan kembali ke rumah." Shaga memberikan potongan jeruk terakhir. Shaga berdiri dari tepi brangkar ibunya dan menoleh ke arah Arkan.

"Terima kasih, bersyukur kau tinggal di rumah, jika tidak--tidak tahu apa yang akan terjadi kepada Mamaku,"

"Tidak perlu, itu juga adalah kewajibanku untuk menjaga Adelia."

Shaga menatap heran ke arah Arkan, pria itu mengerutkan kening. Kenapa dia merasa ucapan Arkan, seolah-olah Adelia adalah tanggung jawabnya.

Adelia dapat menangkap tanda tanya di wajah Shaga. Wanita itu tidak ingin putranya curiga.

"Tentu saja, dia tinggal di rumah kita, jadi kita  harus saling menjaga."

"Mama benar, Arkan kau boleh pulang aku akan menjaga Mamaku."

Arkan bersiap melontarkan penolakan, Adelia dengan cepat mengatakan,

"Berapa hari aku di sini?" tanya Adelia.

" 3 hari, karena kita harus memastikan tidak terjadi apa-apa setelah dia jatuh," jawab Arkan.

"Mungkin sebaiknya kau pulang dan beristirahat, aku akan menjaga Mamaku dengan baik.

Arkan seperti akan protes. Namun, Adelia memberi isyarat agar jangan berdebat lagi.

***

Hari ini Adelia akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Shaga dan Arkan telah membantu merapikan pakaiannya. Arkan juga telah membayar biaya rumah sakit.

"Kalian duluan saja keluar, aku ingin ke toilet sebentar," alasan Adelia. Padahal dia ingin bertemu dokter dan meminta resep pil anti hamil.

"Biar aku temani, takut terjadi apa-apa." Arkan memegang lengan Adelia.

Entah mengapa Shaga tidak suka melihat perhatian Arkan kepada ibunya. Arkan memperlakukan Adelia bukan seperti seorang ibu teman, melainkan seperti wanita yang disukainya.

"Biar aku saja." Shaga menyingkirkan tangan Arkan dari ibunya.

"Tidak apa-apa, aku saja." Arkan bersikeras, dan kembali meraih lengan Adelia.

Wanita itu bingung dengan tingkah putra dan suaminya. Adelia berpikir, apa yang akan terjadi jika Shaga mengetahui hubungannya dengan Arkan. Adelia menyingkirkan pikiran tersebut, tidak sanggup untuk membayangkannya.

"Hentikan! Aku akan pergi sendiri saja." Adelia melangkah meninggalkan Shaga dan Arkan.

Arkan melirik kepada Shaga, mereka akhirnya keluar. Shaga masih memakai mobil Ryan.

Adelia menuju ruangan dokter dan meminta dokter untuk meresepkan pil hamil kepadanya. Adelia tidak ingin kecolongan lagi. Dia tidak bisa membayangkan memiliki anak dengan Arkan. Adelia belum bisa menerima pernikahannya dengan teman sang putra. Jangan ditambah lagi dengan kehamilan. Bukan karena Adelia tidak ingin punya anak, dia pasti akan sangat bahagia memiliki anak, asal yang jadi suaminya adalah pria seumuran dia atau di atasnya. Bukan hampir seumur putranya.

Setelah menebus pil hamil, Adelia langsung ke depan. Dia melihat Shaga melambaikan tangan. Adelia masuk ke dalam mobil.

"Shaga mobil siapa ini?" heran Adelia, sejak kapan putranya memiliki mobil.

"Ryan," jawab Shaga, pria itu mulai melajukan mobil

"Teman kalian yang kaya itu?" tanya Adelia, dia pikir mungkin orang yang sama yang dipinjami Arkan untuk membayar rumah sakit.

"Ya," jawab Shaga ragu, apakah nanti ibunya akan melarangnya untuk bergaul dengan Ryan.

"Setelah ini, kembalikan mobilnya, kau tahu, kita tidak akan sanggup membayar, jika mobil ini rusak," bentak Adelia. Dia takut putranya terlena dengan barang-barang mewah. Dilihat dari tampilan mobil ini, mobil tersebut bukanlah jenis mobil murahan melainkan mobil mahal.

"Tapi, Mama, aku akan berhati-hati," sanggah Shaga, dia masih punya sekitar 2 hari lagi menggunakan mobil Ryan dan terus terang Shaga sudah merasa nyaman memakai mobil itu.

"Shaga!" suara Adelia terasa tegas.

Shaga diam saja, dia melirik dari kaca spion depan ke arah Arkan.

"Kau kenapa duduk di belakang bersama Mamaku? Kau pikir aku supir?" kesal Shaga, dia melampiaskannya kepada Arkan.

"Dasar bocah," batin Arkan.

***

Adelia telah kembali mengajar, dia seperti biasa melakukan rutinitasnya. Dia tengah menyiapkan materi saat Renata datang.

"Aku dengar kau masuk rumah sakit?" cemooh Renata, bukan mengatakan hal baik, wanita itu justru mencemooh Adelia.

"Ya," jawab Adelia singkat, dia tidak ingin berdebat dan memulai pertengkaran dengan Renata.

"Jangan-jangan kau hamil?" tuduh Renata.

Adelia menghentikan tangannya yang sedang memilih buku di lacinya, wanita itu menahan agar tangannya tidak gemetaran. Bagaimana Renata bisa menebaknya?

"Apa kau tidak punya pekerjaan lain selain mengurusi urusan orang lain?" Adelia menutup laci dan membawa buku-buku tersebut keluar dari ruang dosen.

Adelia kembali melihat kedalam sambil menggerutu,

"Dasar rubah tua." Adelia berjalan dan dia ditarik oleh Arkan.

"Kau apa yang kau lakukan?" Adelia memukul tangan Arkan.

"Obatmu ketinggalan, ini aku membawakannya." Arkan menyerahkan kantong plastik obat Adelia.

"Kau tidak perlu membawakannya," ujar Adelia.

"Jangan lupa untuk memakannya dengan teratur, aku tidak ingin kau sakit," bisik Arkan posisi mereka sangat dekat. Arkan bersiap mencuri ciuman dari Adelia. Bibir Arkan sudah sangat dekat dengan bibir Adelia.

"Arkan!"

🍒🍒🍒

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!