Arkan terbangun dan mendapati bahwa dia ditinggalkan sendirian di kamar hotel. Dia berjalan menuju kamar mandi, Arkan pikir bahwa Adelia, wanita yang baru saja dinikahinya semalam sedang mandi. Saat membuka pintu kamar mandi yang tidak terkunci dan ternyata kamar mandi tersebut kosong.
Arkan memakai pakaiannya yang berserakan. Dia melihat surat keterangan pernikahan yang tercecer di bawah meja.
"Sara Adelia Parker!" Senyum Arkan terbit. Di sana terdapat alamat Adelia.
"Kau tidak bisa kabur dariku." Pria itu melipat dan menyimpan surat di saku jaketnya. Arkan meninggalkan kamar dan Hotel.
Pria itu akan ada kuliah jam satu siang. Arkan mengambil jurusan Arsitektur, sayang dia kuliah hanya untuk main-main saja, makanya di usia yang ke-25 tahun, dia belum juga tamat.
Setelah berganti pakaian Arkan langsung menuju kampus. Dia memarkir motor, saat bersamaan sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di samping Arkan. Pengemudinya keluar.
"King!" sapa pria yang keluar dari mobil.
"Kau rupanya," jawab Arkan dengan malas. Dia melepas helm dan menggantungnya di kepala motor. Kemudian melihat ke arah, Ryan, sahabatnya.
"Bagaimana dengan gadis itu? Apa kau telah berhasil menidurinya?" tanya Ryan antusias, dia yakin tidak ada wanita yang akan menolak pesona seorang King Arkan Foster.
"Aku tidak tertarik padanya! Jadi lupakan saja?" Arkan berjalan menuju gedung kampus.
"Apa? Apa aku tidak salah dengar? Oh, come on, Bro. Dia sangat cantik dan kau tahu? Permainannya sangat memuaskan," bisik Ryan. Dia memberikan kode kepada Arkan.
"Dari mana kau tahu? Apa kau telah mencicipinya?" terka Arkan menatap wajah Ryan.
"Tentu saja, tidak! Aku tahu kau tidak suka berbagi wanita denganku, ah padahal aku sangat ingin tahu, bagaimana rasa wanita yang pernah kau gunakan?" Ryan tertawa. Arkan menghentikan langkah kakinya dan memberikan tatapan tajam kepada Ryan. Ryan langsung ciut.
"Pergilah, kau merusak hariku yang indah," usir Arkan. Dia terus berjalan menuju gedung.
"Apa kau bertemu wanita menarik?" Ryan tetap mengikuti Arkan, dia tidak peduli dengan pengusiran Arkan.
"Bukan urusanmu!" sarkas Arkan.
"Oke baiklah." Ryan akhirnya hanya diam saja dan mengikuti Arkan.
Perut Arkan berbunyi. Dia baru ingat belum makan apa-apa hari ini.
"Aku akan ke kantin dan mencari sesuatu yang bisa dimakan." Arkan membelokan tubuhnya menuju kantin.
Ryan masih setia mengikutinya. Mereka berhenti di kantin dan memesan makanan. Arkan dan Ryan mengobrol sambil makan.
"Ryan!" panggil seorang pria yang baru saja memasuki kantin.
Pria tersebut lebih muda dari Arkan dan Ryan. Pria muda itu berusia sekitar 20 tahunan. Tinggi 182 cm dan berwajah tampan. Arkan mengingat wajah pria baru datang itu, wajahnya terasa familiar bagi Arkan, tapi dia tidak ingat dimana bertemu pria ini.
Pria itu membuka kursi di depan Arkan dan Ryan.
"Oh hi, Bro!" Sambut Ryan dengan memberikan salam ala pria dengan men-toskan tinju mereka.
"Siapa?" tanya pria itu sambil memberi kode ke arah Arkan. Arkan hanya mengabaikannya saja, dia tetap melahap makanan karena tenaganya telah terkuras tadi malam.
Percintaan dengan wanita itu adalah pertama kalinya Arkan menjadi sangat terpuaskan. Selama ini belum ada wanita manapun yang bisa membuat dia begitu puas.
"Kenalkan, ini Arkan sahabatku. Arkan kenalkan Shaga, junior kita. Dia adalah mahasiswa yang pintar," ujar Ryan memperkenalkan mereka.
"Hi!" Hanya itu yang diucapkan Arkan. Dia menyeruput minumannya kemudian langsung berdiri.
"Sorry, aku harus pergi karena kuliah sudah mulai," ujar Arkan, dia meninggalkan Ryan dan Shaga.
Arkan berjalan menuju kelas mata kuliah hari ini. Sepertinya Arkan terlambat semua mahasiswa sudah di dalam ruangan, bahkan dosen pun tengah sibuk menyiapkan materi kuliah hari ini.
Arkan tersenyum memperhatikan dosen wanita tersebut.
Catch you!
Arkan duduk di pojok tengah, dan terus memperhatikan wanita itu menjelaskan pelajaran. Arkan tahu wanita itu masih tidak menyadari kehadirannya.
Akhirnya kuliah selesai, wanita itu mengakhiri kuliah. Semua siswa langsung keluar dari ruangan. Arkan sengaja keluar terakhir agar bisa berbicara dengan wanita itu. Sang pria mendekati wanita yang tengah membereskan buku-buku di mejanya.
"Apa kau ingin bertanya?" tanya wanita itu tanpa melihat siapa yang berdiri di depannya. Dia masih sibuk menyusun bahan-bahan kuliah dan memasukannya ke dalam tas.
"Hallo, my wife!" ucap Arkan kepada wanita yang baru saja memberikan kuliah kepadanya.
Mau tidak mau wanita itu akhirnya melongakan kepalanya untuk melihat pria yang berada di depannya.
"Kau!" Adelia membekap mulutnya, tidak percaya pria asing yang semalam dinikahinya sekarang berada di depannya.
"Yes, it's me, your husband." Arkan merentangkan tangannya, menunjukan diri kepada Adelia.
Adelia dengan cekatan menutup mulut Arkan dengan tangannya.
"Jangan keras-keras." Adelia memperhatikan sekeliling, memastikan bahwa tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka.
"Why?" Arkan menggoda Adelia. Baginya Adelia terlihat lucu padahal wanita itu telah berusia 38 tahun Desember ini.
Arkan telah membaca biodata Adelia dari surat keterangan menikah mereka.
"Hmm, kita harus bicara, jangan di sini karena kelas ini akan digunakan oleh dosen lain." Adelia berjalan keluar kelas dengan membawa barang-barangnya yang banyak.
Arkan tidak tega untuk membiarkannya membawa itu semua. Pria gentlemen itu mengambil beberapa barang-barang dan membantu Adelia membawanya.
Adelia mengintip salah satu kelas dan sepertinya kosong. Dia membuka pintu ruangan tersebut dan menyalakan lampu. Adelia menekan-nekan saklar lampu, tapi tetap tidak mau menyala.
"Gelap mungkin lebih baik, agar tidak ada yang melihat," putus Adelia.
"Kau benar, gelap lebih baik." Arkan mendekatkan diri ke arah Adelia. Refleks wanita itu mundur dan menabrak meja.
Adelia menahan dada Arkan yang semakin dekat dengan tubuhnya. Bayangan malam pertama mereka kembali dalam ingatan Adelia. Dia mengelengkan kepala, mengusir pikiran kotor yang menyenangkan itu.
"Dengar, aku tahu kita telah melakukan kesalahan semalam, terutama aku, aku mabuk dan tidak sadar dengan apa yang terjadi kemarin. Ku harap kau mau memaafkan aku," ujar Adelia tulus. Tangannya masih menahan dada Arkan agar mereka tidak terlalu dekat.
"Sure, aku telah memaafkanmu, my wife or my lecturer." Senyum Arkan mengembang
"Oh, tidak usah mengatakan itu. So, kapan kita akan membatalkannya?" Adelia membelai dada bidang Arkan tanpa sadar.
"Membatalkan apa?" Arkan pura-pura tidak mengerti. Dia menarik tangan Adelia yang membelai dadanya.
Arkan menarik Adelia hingga memeluk dirinya.
"Tentu saja penikahan kita semalam. Bukankah itu seharusnya tidak terjadi? Kau pasti setuju denganku?" Adelia kembali menarik tubuhnya ke belakang.
"Siapa bilang? Aku tidak akan membatalkan pernikahan itu," ujar Arkan dengan yakin.
Adelia menatap tidak percaya kepada Arkan, dia pikir akan sangat gampang merayu pria muda ini.
🍒🍒🍒
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments